Sibuk ngomong etika, atau menjaga marwah. Sementara generasi baru akan sibuk memisahkan dusta dari kata. Dan itu mencemaskan para tua, lebih karena menangisi ketersingkirannya.
Dulu ada film 'Yang Muda Yang Bercinta' (1977). Judulnya agak ngehek. Tapi nggak main-main, sutradaranya Sjumandjaja. Penulis skenarionya, Umar Kayam. Pemainnya? Selain beberapa aktor dan aktris top jamannya, juga WS Rendra.
Pada dekade awal Orba, anak muda dianggap pengganggu. Tukang protes doang. Ini film mencoba memahami gejolak anak muda. Maklum penulisnya Umar Kayam, jadi agak bau politik dikitlah. Meraih Citra untuk Pemeran Pembantu Wanita, Nani Wijaya, dalam FFI 1978, film ini dilarang diputar di Jakarta. Baru tahun 1993, bisa diputar. Kenapa? Waktu itu, Kodam V Jaya (wilayah DKI Jakarta), merasa cerita film berisi agitasi, berunsur propaganda, dan menghasut masyarakat.
Mungkin lantaran dialog-dialog yang muncul dari mulut Rendra, sebagai mahasiswa dan sekaligus penyair. Dari sini saja, kita ngerti tentang perbedaan cara pandang. Anak muda bisa dipandang lain oleh yang tua dan yang mapan. Seperti para petinggi tentara jaman Orba itu. Meski Umar Kayam juga generasi tak muda lagi (dari sisi usia).
Waktu itu, LHI (Lembaga Humor Indonesia) membuat acara lomba musik humor 'Yang Muda Yang Bercanda'. Melahirkan sosok Iwan Fals di antaranya, tapi lagi-lagi dengan lagu bernada protes. Sementara slogan yang ditabalkan dari kampus, mahasiswa tempo dulu adalah buku, pesta, cinta. Bukunya? Buku cinta juga sih!
Ketika tiba-tiba muncul Nadiem Makarim, membuat Jusuf Kalla dan yang pro dengannya, terasa makin tua. Ketika muncul William Aditya, Anies Baswedan yang belum tua menjadi begitu tua.
Demikian pula Fadli Zon dan para cs-nya, terasa makin jadul dengan hadirnya Billy Mambrasar, karena istilah kubu sebelah. Dan seterusnya, sebut misal Gibran Rakabuming di Solo, mau maju pilwakot dengan pilihan langsung rakyat, dibilang melanggengkan dinasti politik, dan tak peka etika politik.
Bayangin, soal etika dikedepankan, tapi sistem kebersamaan, yang dibangun lewat UU, peraturan, hukum, dilecehkan. Bukan dikampanyekan sebagai social religion yang mesti diawasi dan ditegakkan. Coba dengar pendapat majoritas anggota DPRD DKI Jakarta tentang etika. Apa maksud mereka tentang etika, kecuali untuk menutupi kebusukan dan ketakmampuan menegakkan sistem?
Pada sisi itu pula, Rocky Gerung pun terasa jadi begitu tua, takut tersingkir, dengan membangun narasi Jokowi yang tak tahu Pancasila. Tidak percaya sistem, namun tak mampu menyihir manusia mendadak mintilihir dengan mantra ‘merdeka’. Wong dirinya saja terjajah kehendak berkuasa, meski dalam pikiran.
Menjadi tua dan berlalu, memang menyedihkan. Setidaknya bagi yang menua tapi tak tahu cara menjadi elegant. Kemudian melecehkan yang muda tak ngerti apa-apa. Padahal dunia berubah. Dan yang tak berubah, tak adaptif, akan masuk dalam dunia pura-pura.
Sibuk ngomong etika, atau menjaga marwah. Sementara generasi baru akan sibuk memisahkan dusta dari kata. Dan itu mencemaskan para tua, lebih karena menangisi ketersingkirannya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews