Leonard Pierre Joseph Dubus de Gisignies dan Gereja Katolik Batavia

Du Bus mengeluarkan Peraturan Pemerintah 97 tentang Kebebasan Pelaksanaan agama di Nusantara: Pelaksanaan semua agama mendapat perlindungan Pemerintah."

Jumat, 27 Desember 2019 | 23:27 WIB
0
750
Leonard Pierre Joseph Dubus de Gisignies dan Gereja Katolik Batavia
Du Bus (Foto: Facebook/Masri Sareb Putra)

Du Bus, lengkapnya Leonard Pierre Joseph Dubus de Gisignies, tokoh yang wajib disebut dalam sejarah misi dan Gereja Katolik Batavia, terutama Borneo. Komisaris Jenderal Hindia Belanda (1826-1830) yang merupakan seorang Katolik yang taat ini juga membangun Fort Du Bus di Pontianak.

Saya menemukan tiga sumber primer untuk mulai menuliskan perannya di dalam memuluskan misi Propaganda Fide, bagaimana komunikasi dengan delegat apostolik Australasia di Sydney (J. Panico) sebelum Batavia dijadikan Vicariat Apostolik.

Orang silau dengan Jan Pacificus Bos OFM Cap sebagai perintis misi Katolik di Borneo (1905), ketika wilayah itu kemudian menjadi Borneo Olandese. Padahal, perintis sebelumnya adalah para pater Ordo Jesuit, semisal Staal SJ dan peranan yang dimainkan Du Bus.

Tahun 1826-1928, ningrat dari Vlaanderen, Belanda Selatan (Belgia) ini bekerja sama intens dengan Mgr. Prinsen dan bersepakat menetap di Batavia sebagai "mater ecclesiae"-nya Nusantara.

Adakah hubungan saling menguntungkan, atau bahkan Misi Katolik menjadi kaki tangan kolonial?

Sama sekali tidak ada!

Kegiatan misi dan pekerjaan pastoral Misi Katolik dihadang, bahkan dilarang oleh pemerintah kolonial. Hal itu dicatat Jan Bank dalam "Katholieken en de Indonesische Revolutie" (1983: 2-11) bagaimana Mgr. Groof diintimidasi dan bahkan diskor serta diusir Gubernur Jenderal Rochussen.

Bahkan, beberapa pejabat teras pemerintah Hindia Belanda anti-Katolik (freemason) --sebagian masih merupakan buntut dari Reformasi, konflik Leo X dengan Marthin Luther yang berdampak luas.

Du Bus, sebagai buah dari campur tangan Raja Willem I serta memenuhi instruksi dari Raja Loius dari Prancis, seorang Katolik sejati. Saat itu, di atas langit ada langit. Belanda di masa itu di bawah Perancis. Loius-lah yang meminta di wilayah Hindia Belanda kran kebebasan memeluk dan memilih agama diberlakukan.

Du Bus mengeluarkan Peraturan Pemerintah 97 tentang Kebebasan Pelaksanaan agama di Nusantara: Pelaksanaan semua agama mendapat perlindungan Pemerintah."

Waktu itu, Nusantara seakan-akan menjadi kavling bagi Protestan. Tentu, dengan pelaksanaan secara saksama. Tidak semua hal bisa dicampuri kecuali atas izin pejabat kolonial. Tentang hal ini, akan dibahas kemudian.

***