Dalam perkembangannya, putra-putra mahkota yang tak sabar menanti giliran berkuasa lebih tertarik menganut paham Siwais yang lebih mendukung perubahan/pembaruan.
Bagaimana kita menjadi penduduk negeri ini? Baiklah, hari ini saya membaca ulang buku "Early Kingdoms: Indonesian Archipelago & the Malay Peninsula," karya Paul Michel Munoz (2016). Zaman pra-sejarah Nusantara, kepulauan Indonesia-Malaysia sudah dihuni oleh dua kelompok penduduk;
1. Australo- Melanesoid, pendatang dr Afrika Timur yang sudah menetap sejak zaman es terakhir (sekitar 50 ribu SM). Setelah zaman es, kelompok ini berdiversifikasi jadi Veddoids, Negritos, dan Papua-Melanesia.
2. Austronesia (Malayo-Polynesia) dari Asia Tenggara/Timur, yang tersebar di kepulauan Nusantara sekitar 3.500 SM.
Sebagai perantau dan penjelajah di lautan, kelompok Austronesia hidup dengan budaya pesisir yang egaliter dan demokratis. Hidup dlm satuan keluarga (marga), dimana produksi dikerjakan semua untuk kepentingan semua, dengan institusi musyawarah dlm mengambil keputusan. Beberapa keluarga berdekatan membentuk entitas kesukuan.
Dengan terbukanya lalu lintas perdagangan dengan China Selatan (sejak 2000 SM), dan dengan India (sejak 400 SM), kelompok-kelompok suku mulai terkonsolidasikan sebagai kekuatan politik. Namun, dengan tradisi egalitarianisme, perluasan pengaruh kekuatan suku itu jarang mengarah pada penaklukan militer thd suku yang lain.
Peningkatan kekuatan ekonomi mengarah pada ambisi perluasan pengaruh. Demi mendapatkan kesetiaan dari suku-suku lainnya, kepala-kepala suku yang kuat merasa perlu mendapatkan legitimasi teologis.
Dalam konteks itu, mereka tertarik mengadopsi keyakinan keagamaan dari India yang melegitimasi raja sebagai representasi keilahian. Maka sejak abad pertama masehi, muncullah kerajaan-kerajaan awal di Nusantara, dengan corak Indianisasi.
Persaingan antara pengaruh Hindu dan Buddha di India menjalar dalam bentuk pendirian kerajaan-kerajaan bercorak Hinduisme dan Buddisme di kepulauan ini. Dalam konteks Hinduisme, kerajaan awal di Nusantara banyak yang menganut paham Wisnuis (yang lebih menopang pemeliharaan/ kemapanan/ stabilitas).
Dalam perkembangannya, putra-putra mahkota yang tak sabar menanti giliran berkuasa lebih tertarik menganut paham Siwais (yang lebih mendukung perubahan/pembaruan).
Demikianlah, sejak zaman baheula, politik dan agama berkelindan dalam perjuangan passion kemanusiaan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews