Jembatan Suramadu (2): Tertunda Karena Krisis Moneter

Rabu, 31 Oktober 2018 | 06:35 WIB
0
770
Jembatan Suramadu (2): Tertunda Karena Krisis Moneter
Jembatan Suramadu (Foto: Kabar Riau)

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997, menunda sejumlah proyek besar, salah satunya Jembatan Suramadu. Namun, malang tak dapat ditolak. Semangat berletup untuk segera mewujudkan proyek besar ini harus redup sesaat.

Krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara, juga menerpa Indonesia. Kondisi ekonomi pun menjadi carutmarut. Krisis yang tak mampu ditepis membawa efek domino yang berakibat langsung pada rencana pembangunan jembatan Suramadu.

Dengan kondisi ini, dalam sidang kabinet 16 September 1997, pemerintah memutuskan untuk menunda pelaksanaan pembangunan beberapa proyek besar termasuk rencana pembangunan Jembatan Suramadu.

Penundaan tersebut diperkuat dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1997, pada 20 September 1997, tentang Penangguhan/Pengkajian kembali proyek pembangunan BUMN dan swasta yang berkaitan dengan Pembangunan/ BUMN.

Penundaan tersebut dimaksudkan untuk mengamankan kesinambungan perekonomian dan jalannya pembangunan nasional. Proyek Jembatan Suramadu termasuk dalam daftar proyek yang ditangguhkan. Namun bukan berarti proyek ini berhenti.

Dalam Keppres Nomor 8 Tahun 1998 tentang prioritas program infrastruktur, dinyatakan apabila pembangunan Jembatan Suramadu akan dilanjutkan, maka kegiatan tersebut harus masuk daftar prioritas infrastruktur yang dikoordinasikan Bappenas.

Sebuah perubahan kemudian terjadi. Bahwa Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Juni 1998, menyatakan pelaksanaan proyek pembangunan Jembatan Suramadu tidak lagi melibatkan PT DMP. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi kembali tentang adanya konsorsium baru, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Diambil Pemprov

Semangat desentralisasi yang tertuang dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, pada 7 Mei 1999, memberikan kewenangan kepada daerah dalam hal ini Provinsi Jatim untuk berperan dalam Pembangunan Jembatan Suramadu.

Pada Desember 1999 dilakukan rapat koordinasi antara Pemerintah Daerah Jawa Timur, PT Jasa Marga, dan Koordinator Proyek di Surabaya. Kesepakatan yang didapat pada pertemuan tersebut adalah:

Pemda Jatim bermaksud untuk mengambil alih tanggungjawab pelaksanaan proyek Jembatan Suramadu dari Departemen Pekerjaan Umum pada September 2000. PT Jasa Marga akan bertindak sebagai fasilitator dalam melakukan evaluasi biaya investasi dan penyelenggaraan jalan tol untuk Pemda Jatim.

Untuk itu PT Jasa Marga akan membantu mengevaluasi aspek investasi dengan skema Special Yen Credit, Soft Loan atau Modifikasi Investasi. Sesuai dengan semangat reformasi masyarakat Madura menginginkan dilaksanakannya redesign terhadap Jembatan Suramadu.

Engineering Design Jembatan beserta hasil pengujian dan studi pendukung lainnya yang telah ada, akan diminta dari BPPT dan Departemen Pekerjaan Umum untuk memudahkan dalam kegiatan Kaji Ulang Studi Kelayakan (Review Feasibility Study) dan redesign jembatan.

Melalui Surat Gubernur Jatim Nomor: 602/1746/201/2001, pada 11 Oktober 2001 dan Nomor: 602/2332/201.3/2001, pada 26 November 2001, Pemda Jatim mengajukan Permohonan Inisiasi Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Suramadu dan Pencabutan Keputusan Presiden RI nomor 55 Tahun 1990.

Selain itu, 14 Januari 2002 dilakukan sosialisasi pembangunan Jembatan Suramadu oleh Gubernur Jatim Imam Utomo di depan alim ulama dan tokoh masyarakat Madura di Pamekasan.

Rencana melanjutkan kembali pembangunan Jembatan Suramadu ini direspon dan mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat Madura. Mereka juga mengharap kesungguhan pemerintah pusat dalam rencana pembangunan Jembatan Suramadu.

Selain itu Bupati/DPRD diharapkan mengantisipasi selesainya pembangunan jembatan ini dengan tata ruang, perencanaan ekonomi, serta rencana induk pembangunan Pulau Madura dengan tepat.

Langkah Pemprov Jatim ini dijawab oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT kepada Presiden RI, No: 07/M/I/2002, pada 23 Januari 2002, perihal Inisiasi Pelaksanaan Pembangunan Jembatan Suramadu, yang menyatakan dukungan penuh atas langkah nyata yang diambil oleh Pemprov Jatim.

Melalui surat tersebut juga dinyatakan perlunya diterbitkan Keputusan Presiden baru untuk menyatakan, proyek Jembatan Suramadu adalah termasuk proyek prioritas dan sekaligus mencabut Keppres Nomor 55 Tahun 1990.

Keppres Nomor 79 Tahun 2003 merupakan titian awal dimulainya kembali pembangunan Jembatan Suramadu. “Di sini ada usaha penghilangan peran Pak Noer (Moh. Noer, mantan Gubernur Jatim),” ungkap Harun Al Rasyid.  

Seiring membaiknya situasi perekonomian, maka keluarlah Keppres Nomor 79 Tahun 2003 pada 27 Oktober 2003 tentang pembangunan Jembatan Suramadu yang menyatakan bahwa pembangunan Jembatan Suramadu dapat dilanjutkannya kembali.

Dalam Keppres tersebut juga dinyatakan pembangunan Jembatan Suramadu dilaksanakan sebagai bagian dari pembangunan kawasan industri, perumahan, dan sektor lainnya dalam wilayah kedua sisi ujung jembatan.

Pelaksanaan pembangunan Jembatan Suramadu juga harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Timur dan Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) Gersik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbang Kertosusila) serta Pamekasan, Sampang dan Sumenep.

Dengan Jembatan Suramadu, yang akan menghubungkan Surabaya dengan Pulau Madura melalui jalan darat, diharapkan ketimpangan sosial bisa segera direduksi. Arus transportasi yang cepat dan efektif akan membuat perkembangan Madura segera melejit, bersaing dengan daerah-daerah lain.

Tata wilayah dan tata guna lahan juga akan terbentuk secara proporsional. Proyek ini kelak diharapkan bisa mengukir sejarah baru dalam perkembangan transportasi di Indonesia karena untuk pertama kalinya dibangun jembatan yang menghubungkan antar dua pulau, sekaligus menjadi jembatan terpanjang di Indonesia.

Satu peristiwa bersejarah bagi masyarakat Madura dan bangsa Indonesia terjadi pada Rabu (10/6/2009). Suramadu secara resmi mulai dioperasikannya sebuah jembatan antar-pulau terpanjang di Indonesia, 5.438 meter dan menelan investasi sekitar Rp 4,5 triliun.

Dalam kata sambutannya, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, Suramadu merupakan jembatan yang diimpikan selama 50 tahun untuk menghubungkan pulau Madura dan Jawa.

Ini sebuah sejarah mahakarya teknologi konstruksi yang dibangun oleh putra-putri bangsa Indonesia. Juga mengingatkan agar tidak mengganggu keluhuran aspek religius, spiritual dan adat dari masyarakat Madura yang khas.

“Setelah setengah abad (50 tahun) memimpikan jembatan yang hubungkan pulau Jawa dan Madura, akhirnya tercapai. Mengukir sejarah baru mahakarya tekhnologi konstruksi dari putra-putri Indonesia sendiri,” katanya.

Presiden SBY didampingi Menteri PU Djoko Kirmanto, Menkeu Sri Mulyani, Menko Info Muh. Nuh, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Walikota Surabaya Bambang DH, dan Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron, meresmikan Jembatan Suramadu.

Ini ditandai dengan penekanan tombol sirene dan terbukanya miniatur jembatan dan terlihat panorama Jembatan Suramadu. Acara ini dilaksanakan di Desa Sekar Bungah, Kecamatan Labang, Bangkalan. Tepatnya di utara causeway sisi Madura.

Jembatan Suramadu yang pemancangan tiang pertamanya dilakukan pada 20 Agustus 2003 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri saat ini bisa tahan terhadap guncangan gempa sampai 7 SR. Jembatan ini pun dirancang dengan sistem antikorosi pada fondasi tiang baja.

Karena menghubungkan dua pulau, teknologi pembangunan Jembatan Suramadu didesain agar memungkinkan kapal-kapal bisa melintas di bawah jembatan. Itulah sebabnya, di bagian bentang tengah Suramadu disediakan ruang selebar 400 m secara horizontal, tinggi 35 m.

Untuk menciptakan ruang gerak yang lebih leluasa bagi kapal-kapal, di bentang tengahnya dibangun dua tower (pylon) setinggi masing-masing 140 m dari atas air. Kedua tower ini ditopang sebanyak 144 buah kabel penopang (stayed cable) serta ditanam dengan fondasi sedalam 100-105 m.

Total panjang tower sekitar 240 m. Ini sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Secara keseluruhan, pembangunan Suramadu menghabiskan sekitar 650.000 ton beton dan lebih kurang 50.000 ton besi baja.

Tidak heran, DPU mengklaim Suramadu sebagai megaproyek yang menghabiskan dana total mencapai Rp 4,5 triliun. Jembatan ini dirancang kuat bertahan hingga 100 tahun atau hampir menyamai standar Inggris yang mencapai 120 tahun.

Karena berada di tengah lautan, Suramadu berpotensi terkendala faktor angin besar yang potensial terjadi di tengah lautan. Untuk memastikan keamanan kendaraan yang melintas di atas Suramadu, DPU akan membangun pusat monitoring kondisi cuaca, khususnya angin.

Jika kecepatan angin mencapai 11 m/detik atau sekitar 40 km/jam, jembatan harus ditutup untuk kendaraan roda dua demi keselamatan pengendara. Jika kecepatan angin bertambah hingga 18 m/detik atau sekitar 65 km/jam, jalur untuk kendaraan roda empat akan ditutup.

Langkah tersebut semata-mata untuk keselamatan dan kenyamanan pengendara. Adapun konstruksi jembatan akan tetap aman karena Jembatan Suramadu dirancang tetap kokoh meski ditempa angin berkecepatan lebih dari 200 km/jam.

Bukan cuma kuat dari terpaan angin, Jembatan Suramadu juga didesain mampu menopang kendaraan sesuai standar as atau axle di daratan. Dengan demikian, Suramadu diperkirakan mampu menahan beban dengan berat satu as kendaraan sekitar 10 ton.

***

(Bersambung)