15 Pegiat Literasi Nasional Berbagi Ilmu di Pelosok Perbatasan Indonesia-Malaysia

Semoga semangat literasi terus berkobar, karena hanya negeri dengan tingkat literasi tinggi, yang mampu mencapai cita-cita nasionalnya: Menjadi negara yang adil, makmur, dan sejahtera.

Senin, 7 November 2022 | 08:21 WIB
0
91
15 Pegiat Literasi Nasional Berbagi Ilmu di Pelosok Perbatasan Indonesia-Malaysia
Foto: dokumentasi Tantri Sulastri

Sebanyak 15 pegiat literasi nasional dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Selatan, Yogya, Solo, dan Pontianak, berbagi ilmu kepada siswa, guru, ASN, perangkat desa & kecamatan, serta warga di Krayan Tengah, perbatasan Indonesia – Malaysia di Kalimantan Utara. Mereka membagikan pengetahuan tentang membaca dan menulis, menulis buku populer, menulis buku teks pelajaran, menulis puisi, membaca puisi, fotografi, dan yoga, selama sepekan (27 Oktober – 3 November 2022) dalam acara Batu Ruyud Writing Camp I 2022.

 

Menurut penggagas acara literasi berskala nasional ini – Dr. Yansen T.P., M.Si., kegiatan tersebut dalam rangka meningkatkan semangat literasi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya warga di perbatasan, yang selama ini kurang tersentuh. Padahal, mereka juga warga negara Indonesia yang punya hak sama dengan warga lainnya. Tingkat literasi di Indonesia masih rendah, sehingga pihaknya akan terus menggelorakan semangat tersebut, dimulai dari wilayah pelosok perbatasan. Di pelosok perbatasan saja bisa melakukan hal seperti ini, seharusnya di wilayah lain pun bisa menggelorakan literasi untuk kemajuan bangsa.

Wilayah Krayan Tengah kabupaten Nunukan masih terisolasi dari jalur darat dan air. Warga setempat hanya bisa keluar dan masuk wilayah menggunakan pesawat terbang kecil melalui beberapa bandara mini. Maskapai penerbangan perintis seperti Susi Air dan MAF, terbang seminggu dua kali mengangkut penumpang dan barang dari dan ke kota-kota di sekitarnya yaitu Malinau (waktu tempuh 25 menit), Tanjung Selor (45 menit), Nunukan (1 jam), dan Tarakan (1 jam). Tentu dengan biaya yang tidak murah.

Warga Krayan Tengah pun belum pernah merasakan subsidi energi listrik sepanjang hidup mereka, karena PLN, perusahaan listrik negara itu, belum mampu melayani mereka. Tidak ada jaringan PLN di sana. Warga memanfaatkan peralatan tenaga surya atau genset berbahan bakar solar untuk penerangan di malam hari, yang harganya juga tidak murah. Selama 77 tahun Indonesia merdeka, untuk urusan energi listrik dan BBM, mereka belum merasakan kemerdekaan tersebut.

 

Kehadiran 15 pegiat literasi di sana, memberikan kebahagiaan tersendiri. Mereka senang karena pegiat literasi nasional yang berasal dari kota, mau datang ke sana dan berbagi ilmu serta inspirasi. Warga juga senang karena bisa menyampaikan banyak hal yang selama ini tak terucapkan, apalagi tertuliskan. Di pikiran dan perasaan para pegiat literasi nasional, suara-suara mereka semoga dapat mencapai atap-atap tertinggi istana negeri dan gedung wakil rakyat.

 

Tidak mudah untuk datang ke sana dari ibukota negara Jakarta. Para pegiat literasi harus terbang berganti 3 kali pesawat (Jakarta – Balikpapan, Balikpapan – Malinau, dan Malinau – Krayan Tengah). Menggunakan pesawat besar (200 penumpang), pesawat sedang (40 penumpang), dan pesawat kecil (8 penumpang). Mereka juga harus melewati jalan tanah serta jembatan gantung di atas Sungai Krayan, yang mulai dikenal itu.

Tidak banyak orang yang mau dan mampu membuat acara literasi semacam ini di pelosok negeri. Melibatkan banyak orang dan mendatangkan pegiat literasi nasional secara bersamaan selama satu pekan. Menguak dan menjelajahi misteri perbatasan negara.

Semoga semangat literasi terus berkobar, karena hanya negeri dengan tingkat literasi tinggi, yang mampu mencapai cita-cita nasionalnya: Menjadi negara yang adil, makmur, dan sejahtera.  

***