Jika Terlalu Tegang dalam Beragama

Beragama itu mudah dan asyik kok. Nggak serem dan tegang.

Jumat, 8 April 2022 | 10:54 WIB
1
227
Jika Terlalu Tegang dalam Beragama
Damai (Foto: infoyunik.com)

Saya sedih melihat kawan-kawan yang terlalu tegang dalam beragama. Dikit-dikit neraka... dikit-dikit neraka. Di tangan mereka agama menjadi seram dan Allah serta Kanjeng Nabi seakan-akan sangat kejam. 

Padahal Kanjeng Nabi justru diutus untuk menyempurnakan akhlak, memperbagus attitude umat. Yang kejam menjadi baik. Yang ngeselin menjadi sosok menyenangkan. Yang semula keras menjadi lembut dan penuh kasih sayang kepada siapapun. Menjadi berkah dan anugrah di manapun dia berada, bukan sebaliknya.

Beragama itu mudah dan asyik kok. Nggak serem dan tegang. Kalau Ramadhan gini, jadi ingat kisah seorang sahabat saat era Kanjeng Nabi. Kisah ini diceritakan guru mengaji saya, Pak Karno saat saya kecil. Hampir tiap Ramadhan tiba, kisah ini diceritakan. Kami biasanya ngakak-ngakak mendengarnya. Padahal nggak sekali dua kali kisah ini diceritakan. Sampai hapal. 

Suatu ketika di Bulan Ramadhan, sahabat Nabi tersebut tidak bisa menahan nafsu. Bercumbu dengan pasangan dan kebablasan, melakukan hal-hal yang diinginkan di siang hari.

Itu memang bukan hil yang mustahal sih. Mungkin setiap pasangan juga mengalami. Tergoda melakukan hal yang dilarang saat puasa. Kalau sesuatu dilarang, memang malah jadi semangat melakukan hehehee...

Nah, sahabat yang saya ceritakan ini orang yang jujur. Oleh karena itu, dia pun melapor kepada Kanjeng Nabi, siap-siap dimarahi. "Kanjeng Nabi, saya dan istri kebablasan melakukan sesuatu yang dilarang saat puasa Ramadhan," ujar dia menyesal.

Apakah Kanjeng Nabi marah? Nggak tuh.

Beliau malah tersenyum. Sahabat itu memang melanggar syariat. Tapi Kanjeng Nabi juga menyadari pada satu sisi dia hanya mengikuti fitrah sebagai manusia. 

Akhirnya Kanjeng Nabi menawarkan solusi kepada sahabat itu untuk menebus dosanya. "Apakah kalian mampu memerdekakan budak?" tanya Nabi.

"Tidak mungkin, Kanjeng Nabi. Di sekitar saya tidak ada budak. Kalaupun ada kami juga tidak mampu."

Kanjeng Nabi manggut-manggut. "Apakah kalian mampu puasa dua bulan berturut-turut?"

Sahabat langsung kemringet. "Waduh, Kanjeng Nabi... Puasa sebulan saja kami tidak tahan sampai melanggar syariat. Mana mungkin kami mampu melakukannya dua bulan?"

Kanjeng Nabi pun memaklumi. "Oke oke... bagaimana kalau memberi makan 60 orang fakir dan miskin?" 

Sahabat Nabi itu garuk-garuk kepala. "Duh, kami tidak mampu, Nabi. Untuk makan sehari-hari saja kami kesusahan."

Kanjeng Nabi kemudian dminta sahabat yang lain membawakan dua keranjang kurma segar nan ranum yang baru dipetik dari kebun. "Baiklah kalau begitu, bagikanlah dua keranjang kurma ini kepada kaum fakir-miskin di sekitarmu."

Sahabat Nabi itu mengingat-ingat, lalu berkata, "Kanjeng Nabi, mohon ampun. Tapi di sekitar tempat kami tinggal, semua orang kaya dan tak kekurangan sesuatu apapun. Hanya saya saja yang miskin." 

Nabi pun tersenyum lagi. "Baiklah kalau begitu semua kurma ini untukmu." 

Betapa kaget sahabat Nabi itu. Ternyata melaporkan kesalahannya, bukan membuat mendapat amarah dari Kanjeng Nabi karena melanggar syariat. Malah mendapat berkah dua keranjang kurma. 

Betapa mudah dan asyiknya beragama, bukan? Bukan kaku dan tegang.

***