Sekelumit Cerita tentang Otak

Penelitian tentang otak juga memberikan dasar kokoh bagi kita untuk memikirkan ulang konsep diri manusia, kenyataan dan kebebasan. Ia tidak lagi menjadi spekulasi kosong para filsuf.

Senin, 18 Mei 2020 | 13:58 WIB
0
310
Sekelumit Cerita tentang Otak
Ilustrasi otak (Foto: tribunnews.com)

Memahami kesadaran manusia, itulah yang mendorong saya masuk ke gerbang pintu penelitian tentang otak. Kesadaran tak bisa dilepaskan dari diri. Jati diri yang menentukan identitas manusia dalam hidupnya. Jati diri pula yang menentukan pola pembuatan keputusan, sekaligus perilakunya sehari-hari.

Panpsikisme, Jati Diri dan Otak

Dunia juga terkesima dengan panpsikisme. Inilah pandangan yang menyatakan dengan lugas, bahwa alam tak sepenuhnya materi. Yang material selalu berdampingan dengan yang spiritual. Ini mencakup seluruh alam semesta.

Ini semua mengarah pada kajian tentang otak. Benda kecil, namun amat menentukan dalam hidup manusia. Ia adalah organ biologis untuk melakukan dua hal, yakni menyimpan ingatan, sekaligus koordinasi fungsi-fungsi organ lainnya dalam tubuh.

Otak juga menentukan jati diri mausia. Ia adalah gudang ingatan. Identitas sosial kita terekam di dalam otak. Namun, yang ada dalam otak bukan hanya ingatan kita, melainkan ingatan nenek moyang kita, maupun ingatan semesta.

Otak merekam ingatan lintas generasi. Warna kulit lahir dari hormon yang terkait dengan otak. Ini merupakan turunan dari nenek moyang yang hidup ribuan tahun sebelumnya. Tak hanya itu, di dalam diri manusia, ada unsur-unsur yang menciptakan galaksi maupun bintang-bintang di alam semesta.

Ingatan juga terkait dengan kesadaran. Jika ada ingatan, lalu siapa yang mengingat? Jawabannya adalah kesadaran yang mengingat. Soal kesadaran merupakan salah satu soal yang paling sulit sekaligus menarik di dalam kajian otak. Yang pasti, kesadaran itu ada, namun ia tak memiliki tempat di dunia material.

Otak dan Kenyataan

Otak juga merupakan jembatan menuju kenyataan. Namun, manusia hanya bisa menangkap kenyataan yang diterima panca indera, dan otaknya. Ia tak bisa menangkap kenyataan pada dirinya sendiri. Ia di luar panca indera, maka tak bisa sungguh dipahami.

Jika semua terkait dengan otak, dimana kebebasan? Keputusan manusia dibuat tidak dari kebebasan. Setiap keputusan lahir dari apa yang ditangkap panca indera, kemudian digabungkan dengan ingatan yang sudah ada sebelumnya. Maka dari itu, tanggapan setiap orang unik, karena pengalaman dan ingatan setiap orang juga unik.

Namun, di balik ingatan dan cerapan inderawi, siapa yang ada? Apa yang ada? Kehidupan atau kesadaran, itulah jawaban yang sekarang muncul. Ia tak memiliki letak di dunia materi, maka ia masih terus menjadi misteri bagi para ahli.

Dalam arti ini, kehidupan adalah tarian antara fisik dan non fisik. Kehidupan adalah campuran yang terus berubah antara cerapan inderawi, ingatan dan kesadaran. Berbicara tentang kesadaran, kita kembali ke panpsikisme. Apakah seluruh alam semesta adalah kesadaran? Ini soal lain yang bisa dibahas di kajian berikutnya.

Penelitian tentang otak juga memberikan dasar kokoh bagi kita untuk memikirkan ulang konsep diri manusia, kenyataan dan kebebasan. Ia tidak lagi menjadi spekulasi kosong para filsuf. Ia tidak lagi hanya teori abstrak, tanpa dasar yang kokoh di kenyataan.

Sesuai dengan semangat ilmu pengetahuan modern, penelitian tentang otak memberikan dasar pengalaman nyata dan terukur bagi filsafat yang terus mencoba memahami pengalaman hidup manusia yang semakin kompleks.

***