Pengakuan

Sekarang banyak yang bangga Belanda mau investasi, ini apa bedanya dengan IGGI-nya Jan Pronk mau bantu dana tapi masih belagak seperti sinder tebu itu yang bikin Pak Harto dulu marah besar.

Rabu, 11 Maret 2020 | 17:12 WIB
0
308
Pengakuan
Ilustrasi (Foto: Facebook/Anton DH Nugrahanto)

Banyak sekali berseliweran di timeline orang Indonesia mengucapkan Belanda berbesar hati liat headline berita "Belanda Minta Maaf" dan soal keris itu.

Padahal dari sejak jaman selesainya KMB 1949, penolakan KMB kayak pasukan Bambu Runcing Chaerul Saleh yang bentrok sama Nasution sampai perebutan Irian Barat dan di masa masa diplomasi Suharto dari jaman Mochtar Kusumahatmadja sampai Alex Alatas adalah permintaan pengakuan Belanda mengakui kemerdekaan RI itu 17 Agustus 1945, bukan 27 Desember 1949.

Belanda baru mengakui Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 itu tahun 2005.

Kalau Belanda mengakui RI Merdeka 17 Agustus 1945, maka otomatis mulai masuknya NICA di Tanjung Priok tahun 1946 sampai perang militer di Solo dan Yogya tahun 1949 merupakan sebuah kejahatan perang dan bukan aksi polisionil.

Pengakuan ini akan berakibat pada diterimanya kasus kasus seperti Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan, kasus Rawagede dan pembantaian pembantaian lainnya merupakan sebuah kejahatan perang dimana negara asing melakukan invasi militer kepada kekuasaan yang sah bukan sebuah aksi polisionil menjalankan tertib sipil.

Maka bila itu terjadi ganti rugi atas rehabilitasi kerusakan itu bisa dilakukan termasuk ganti rugi pada anak anak korban perang yang menjadi yatim mendadak gara gara orang tuanya dibunuhi NICA. Juga berakibat pada koreksi sejarah dimana seharusnya ganti rugi KMB 1949 dibatalkan seperti tuntutan kelompok Tan Malaka.

Memang faktanya di pertengahan tahun 1950-an Bung Karno secara sepihak merobek robek perjanjian KMB dan mempertajam friksi dengan Bung Hatta dalam soal perjanjian itu, tapi pendapat Bung Karno segaris dengan kelompok Tan Malaka yang menolak Indonesia bayar ganti rugi, lha wong Jepang saja bayar pampasan perang karena pendudukan 3,5 tahun.

Sekarang banyak yang bangga Belanda mau investasi, ini apa bedanya dengan IGGI-nya Jan Pronk mau bantu dana tapi masih belagak seperti sinder tebu itu yang bikin Pak Harto dulu marah besar.

Adanya gugatan keluarga korban Westerling harus diperhatikan sebagai kegagalan dunia diplomasi Indonesia yang gagal memperjuangkan dimensi kerugian akibat invasi militer Belanda setelah Kemerdekaan RI 1945, semoga Menteri Luar Negeri 2024 lebih bisa memperjuangkan hak hak korban kejahatan militer pada masa invasi asing Kerajaan Belanda ke Republik dengan dasar hukum "pengakuan kemerdekaan 17 Agustus 1945".

Memang salah satu kelemahan bangsa ini adalah kurang pemahaman sejarah, hal ini juga ditunjukkan bagaimana ide goblok soal omnibus law itu yang sangat bermuatan nekolim berlawanan dengan tujuan Republik ini berdiri "Sosialisme Gotong Royong" bisa diajukan sebagai rencana kebijakan umum demi sebuah "arus gampang investasi" padahal dalam konsepsi Pembebasan Nasional Republik soal manusia dan keseimbangannya dalam kemakmuran yang jadi tujuan bukan nilai nilai praktis berdasarkan angka angka jangka pendek...

Anton DH Nugrahanto

***