Kultum Tarawih [11] Tawassuth

Belilah keperluan kita dengan rasional, memenuhi keperluan kita dan cadangan untuk keadaan tidak terduga, bukan dengan panik memborong banyak barang.

Kamis, 7 Mei 2020 | 05:20 WIB
0
307
Kultum Tarawih [11] Tawassuth
Ilustrasi (Foto: Voxpop.id)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita memasuki malam kesebelas. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.

Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.

Salah satu sikap yang penting dalam beragama adalah tawassuth. Tawassuth dapat diartikan sebagai berada di tengah-tengah. Kita berada di golongan yang tengah, tidak ekstrem ke sebelah manapun. Ibaratnya garis bilangan, tawassuth itu adalah di angka 0 tepat. Tidak bergeser ke angka negatif, tidak bergeser ke angka positif. Ini sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, Surah Al Baqarah ayat 143, bahwa umat Islam itu dijadikan umat yang pertengahan.

Pembahasan sikap tawassuth sejak pertengahan dekade 2010-an berfokus pada sikap bertawassuth dalam ajaran agama, khususnya dalam menanggapi isu radikalisme. Menjalankan ajaran agama dengan tidak ekstrem, karena itu dapat membawa kita kepada aliran Islam radikal.

Ajaran Islam radikal ini harus dijauhi karena tidak sesuai dengan tujuan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, juga tidak sesuai dengan prinsip Islam yang menjunjung toleransi. Dengan bertawassuth pun kita juga tidak jatuh pada aliran yang tidak sesuai dengan aqidah umat Islam. Ini adalah bertawassuth dalam hal agama.

Namun, apakah tawassuth hanya tentang agama? Tentu saja tidak. Contoh paling nyata adalah apa yang dapat kita lihat dalam respons kita terhadap pandemi COVID-19.

Saat COVID-19 mulai merebak di China, dan kemudian menyebar ke seluruh dunia, banyak yang panik. Awal Januari, kita saksikan banyak manusia bebal yang memborong masker bedah, hand sanitizer, sarung tangan medis, dan semacamnya. Ketika kemudian Presiden Jokowi mengumumkan dua kasus pertama COVID-19 di Indonesia, ada lagi manusia-manusia bebal yang memborong bahan-bahan pangan dan semacamnya.

Kemudian terlihat ada manusia bebal lain yang menggunakan baju hazmat, yang seharusnya dikenakan oleh petugas medis untuk menangani virus corona, untuk pergi belanja di pasar dan mall. Atau seorang ketua RT yang menolak pemakaman jenazah pasien COVID-19, pemilik kos yang mengusir tenaga medis di RS rujukan COVID-19.

Di sisi lain kita melihat banyak manusia bebal yang masih berkeliaran tanpa masker, padahal WHO dan pemerintah sudah menyeru agar semua orang mengenakan masker saat di luar rumah. Masih mengadakan kumpul-kumpul, nongkrong, di saat pemerintah mengumumkan agar kita semua bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Ada juga kelompok bebal lainnya yang meskipun sudah diperintahkan agar tidak mudik, namun tetap berusaha mudik, berusaha mengakali petugas dengan berbagai cara. 

Semua itu merupakan sikap berlebih-lebihan atau ekstrem. Sikap tersebut jelas tidak dicontohkan dalam ajaran agama, yang menjunjung sikap tawassuth atau berada di tengah-tengah. Jadi bertawassuth tidak hanya dalam perkara menjalankan ajaran agama, namun juga dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam menanggapi krisis seperti pandemi COVID-19.

Jadi, bagaimana cara kita bertawassuth dalam menghadapi pandemi? Ikuti anjuran pemerintah untuk tidak keluar rumah kecuali penting, pakai masker, tidak mudik, dan anjuran pemerintah yang lain. Jangan menyebarkan hoaks mengenai corona, apalagi dengan sengaja membuat resah.

Belilah keperluan kita dengan rasional, memenuhi keperluan kita dan cadangan untuk keadaan tidak terduga, bukan dengan panik memborong banyak barang. Waspadalah akan bahaya COVID-19, namun jangan panik, dan jangan menyepelekan pandemi ini.

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengizinkan kita untuk menjadi orang-orang yang bertawassuth.

Wallahu a'lam, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

***