Pembalasan dan Keseimbangan

Pada ruang yang transendental, doktrin semua agama dan kepercayaan juga mempercayai dan berlaku konsep pembalasan.

Kamis, 15 Agustus 2019 | 08:52 WIB
0
178
Pembalasan dan Keseimbangan
Ilustrasi pembalasan (Foto: Pixabay)

Atas kematian Santino (Sonny) Corleone yang dihabisi oleh kelompok Barzinni, dan Luca Brasi dibunuh oleh kelompok Tataglia, Don Vito Corleone berbicara kepada Michael dan orang-orang kepercayaannya, “Pembalasan dendam adalah hidangan yang paling lezat kalau disajikan dalam keadaan dingin.” Pada waktunya, Barzinni dan Tataglia pun dibantai habis.

Setelah peristiwa penyanderaan dan pembantaian atlet-atlet Israel peserta Olimpiade Munchen 1972 oleh Kelompok Black September pada 5 September 1972 di Munchen, Perdana Menteri Israel, Golda Meir berseru, “Tak seorangpun bisa lari dari lengan keadilan kami yang panjang lagi kokoh.” Mulai tanggal 8 September, Israel menggelar Operasi Wrath of God, satu per satu anggota Black September dibunuh.

Karena pangkalan militer Amerika Serikat di Filipina diserang Jepang, pada Maret 1942 Jenderal MacArthur dan pasukannya menyingkir ke Australia. Ketika meninggalkan Pulau Bataan, MacArthur mengucapkan kalimat yang kemudian menjadi sangat legendaris, “I shall return...!” Tahun 1944 pasukan Amerika dan sekutunya menghancurkan Jepang di semua medan pertempuran Pasifik.

Dari tiga kisah, dan mungkin ribuan bahkan jutaan cerita, selalu ditandai dengan pembalasan. Kata ‘pembalasan’ memang sering terdengar jahat, kejam, atau buruk. Tapi itulah cara semesta, dan merupakan mekanisme tunggal dalam setiap proses menuju keseimbangan baru. Tidak perlu alergi atau resisten dengan kata pembalasan.

Kehidupan selalu mencari keseimbangan. Gerak alami semesta seperti gerak lempeng bumi, gempa, angin, banjir, longsor, atau jatuhnya benda langit menghantam bumi, semua adalah proses mengenyahkan beban ketidakseimbangan, untuk sampai pada keseimbangan yang diam dan hening.

Begitu juga dengan aktivitas umat manusia, interaksi antar manusia atau antar kelompok manusia, dilakukan untuk menemukan keseimbangan yang lebih kokoh. Revolusi, perang, bekerja, dan seterusnya, adalah proses untuk mereduksi ketidakseimbangan, menciptakan hidup yang lebih nyaman.

Semua proses pergerakan atau perubahan menuju keseimbangan yang diinginkan, ditandai dengan ‘pembalasan’. Karena tekanan udara di satu tempat sangat tinggi, maka udara bergerak ke tempat lain yang tekanannya lebih rendah, lalu terjadilah angin. Setelah tekanan di ruang yang berhubungan itu seimbang, merata, maka ruang menjadi tenang. Itu hukum yang tak akan terpatahkan.

Dalam semua drama, film, atau dongeng tentang kemenangan, puncak thriller-nya adalah pembalasan. Demikian halnya dengan kehidupan sehari-hari, tidak lepas dari ‘pembalasan’. Hukum yang dibuat untuk mengatur hak, kewajiban, serta perilaku masyarakat, pada dasarnya mengacu pada konsep pembalasan: yang bersalah dihukum.

Bukankah semua sepakat bahwa hakim sebagai pengadil dalam persidangan adalah atas nama Tuhan dan negara dipercaya memegang otoritas untuk membalas tindak melanggar hukum dari terdakwa?

Memang banyak hakim yang karena keteguhannya atas keadilan, mati dibunuh. Tapi deretan hakim-hakim lain akan mengetukkan palu keadilannya, agar hukum tetap tegak: memberikan sesuatu yang seharusnya diberikan.

Pada ruang yang transendental, doktrin semua agama dan kepercayaan juga mempercayai dan berlaku konsep pembalasan.

Apakah itu namanya karma, surga – neraka, atau apapun, adalah ‘manifestasi’ dari konsep pembalasan. Karena memperlakukan Musa dengan tidak adil, Fir’aun gabener ditenggelamkan Tuhan di Laut Merah. Kenpa ketawa? Emang apa yang dilakukan Fir’aun terhadap Musa itu bener? Ketika Namruz dengan Pasukan Gajahnya menyerang Mekkah, Tuhan mengirim Burung Ababil untuk membalasnya.

Artinya, Tuhan pun percaya dan memakai konsep pembalasan sebagai keniscayaan untuk menyamankan manusia dengan sense kemanusiaannya, agar kondisi yang tidak seimbang menjadi seimbang, yang tidak adil kembali jadi adil.

Pembalasan adalah jawaban, keniscayaan. Kapanpun.

***