Korps Wartawan dalam Pusaran Kematian Ajudan

Jika merujuk pada alur cerita yang dibuat Fahmi Alamsyah, sejak awalnya, maka untuk semua kekacauan kejanggalan dan kesemrawutan informasi yang menyesatkan, dia harus dimintai pertanggung-jawaban.

Kamis, 11 Agustus 2022 | 19:39 WIB
0
468
Korps Wartawan dalam Pusaran Kematian Ajudan
Fahmi Alamsyah (Foto: Jatimmetwork.com)

Profesi kewartawanan dan awak media santer disebut sebut sebagai salah satu yang merekayasa kematian ajudan jendral di komplek Polri, 8 Juli lalu.

Fahmi Alamsyah termasuk dalam kalangan pertama yang mendapat kabar mengenai kematian Brigadir Joshua di Rumah Dinas Eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga.

Fahmi Alamsyah ikut andil dalam merekayasa kronologi kejadian awal sehingga bisa disebut “tembak menembak” antara Brigadir Joshua dan Bharada Richard Eliezer.

Nama Fahmi Alamsyah dikaitkan dengan koran “Media Indonesia” pimpinan Surya Paloh, di mana dia pernah bergabung.

Namun konfirmasi yang saya dapat dari beberapa rekan jurnalis senior di sana, membenarkan Fahmi pernah menjadi manajer koperasi karyawan (Kokarmindo) saat Muchlis Hasyim menjadi Ketua Koperasi, tetapi bukan wartawan. Bahkan tidak pernah menulis berita.

Namun dalam kasus tewasnya Brigadir Joshua, Fahmi mengakui membantu Ferdy Sambo dalam membuat rilis kepada awak media. Belakangan kronologi dalam rilis itu berbeda dengan temuan yang sebenarnya hingga menjadikan Ferdy Sambo sebagai tersangka.

Menurut CNN Indonesia, Fahmi tercatat mulai aktif menjadi penasihat ahli Kapolri sejak era Jenderal Idham Aziz. Dia mengundurkan diri usai diberikan rekomendasi oleh anggota penasihat Polri lainnya.

Penasihat Ahli Kapolri Bidang Hukum, Chairul Huda, mengatakan tindakan Fahmi Alamsyah yang diduga membantu Ferdy Sambo dalam kasus Brigadir Joshua tidak ada hubungannya dengan jabatannya sebagai penasihat Ahli Kapolri.

Fahmi diangkat menjadi Penasihat Ahli Kapolri melalui surat Keputusan Kapolri Nomor KEP/117/I/2022 yang ditandatangani pada 21 Januari 2022.

Kapolri memiliki 20 penasehat ahli, 5 orang dari purnawirawan, dan 15 dari unsur non polri. Para anggota penasihat Kapolri non purnawirawan merupakan pakar dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya bidang informasi teknologi, lingkungan, hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

Mengutip keterangannya di detik.com, Fahmi mengaku tak ingin membebani Kapolri dan para penasihat ahli karena dirinya diisukan terlibat skenario baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. "Saya di penasihat ahli dirapatkan. Saya mundur karena tak ingin membebani," imbuh Fahmi.

Bagaimanapun rilis yang dibuat Fahmi Alamsyah dijadikan rujukan Kapolres Jakarta Selatan dan Mabes Polri dalam keterangan yang kemudian menjadikannya mereka dianggap memberikan keterangan palsu dan menjadikan korps kepolisian bulan bulanan publik.

Selain itu, keterangan pers ikhwal tembak menembak itu, jadi pegangan bagi pengacara keluarga ke Dewan Pers yang dijadikan rujukan Dewan Pers untuk menggiring wartawan agar menulis sesuai keinginan keluarga Ferdy Sambo.

Dengan tersangka mencapai 4 orang sejauh ini, “kelompok pembunuh” ini merekayasa cerita yang kemudian disusun oleh Fahmi Alamsyah yang disebarkan kepada media, dan dibawa ke Dewan Pers oleh pengacara keluarga untuk dijadikan pegangan oleh Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers (2022-2025), Yadi Hendriana, agar pers menulis sesuai rilis resmi kepolisian.

Komplotan jahat itu kena batunya karena keluarga Joshua Hutabarat yang orang Batak yang tak bisa menerima jenazah putra mereka tertutup dalam peti.  

Sesuai adat istiadat Tapanuli, peti mati harus dibuka, harus diperlihatkan dan karena itu terbongkarlah skandal yang mengguncang tanah air, dan merusak korps kepolisian beberapa pekan terakhir ini.

Jika merujuk pada alur cerita yang dibuat Fahmi Alamsyah, sejak awalnya, maka untuk semua kekacauan kejanggalan dan kesemrawutan informasi yang menyesatkan, dia harus dimintai pertanggung-jawaban.

Dan harus ada tindakan lebih dari sekadar pengunduran diri atau pemecatan melainkan pemidanaan kepada pihak pihak yang mengarang cerita, menyusun dan menyebarkannya, untuk dihukum sesuai ketentuan yang berlaku.

Juga kepada Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakkan Etika Pers, Yadi Hendriana di Dewan Pers, sebagai benteng terakhir penjaga marwah pers nasional yang harus dijaga kemerdekaannya. 

Pecat!

***