Beberapa teman yang mendapat gangguan jiwa disarankan istirahat dari kuliah dan tidak pernah terlihat lagi di kampus sampai saya selesai kuliah enam tahun kemudian.
TAHUN 1982 saya datang ke seorang dokter jiwa di Bandung, dengan sebuah surat pengantar, atas permintaan Sekretaris Jurusan saya di ITB. Saat itu memang beberapa mahasiswa ITB menampakkan gejala sakit jiwa akibat stres kuliah.
Saya disarankan ke dokter jiwa akibat tanda tangan saya di berkas ujian dianggap tidak wajar sebagai sebuah tanda tangan. Juga beberapa tingkah saya yang "agak nyentrik" seperti pakai celana jin yang robek-robek, makan nasi dulu baru lauk belakangan, atau memanjat tali untuk naik ke tempat tidur saya yang terletak di atas. Dengan kata lain, saat itu saya dianggap "tidak normal".
Oleh dokter jiwa yang memeriksa saya di sebuah pojok RS Hasan Sadikin, saya diminta menjawab berbagai pertanyaan. Bagian pertama dari "wawancara" itu adalah data dasar saya, seperti nama ayah, nama ibu dan latar belakang keluarga yang lain.
Kemudian, pertanyaan mengarah ke hal yang menuntut pemikiran, yaitu apa kira-kira yang membuat saya harus menemui sang dokter.
Wawancara berlangsung dengan intensitas tinggi sekali, sehingga waktu berpikir sangat singkat.
Di sela-sela pertanyaan serius itu, beberapa kali sang dokter dengan tiba-tiba menanyai saya dengan pertanyaan-pertanyaan dasar di bagian pertama "wawancara". "Eeeeh... siapa tadi nama ayahmu?".
Saya diwajibkan menemui sang dokter sekali lagi dan harus ditemani seorang teman kos dan seorang teman kuliah. Apa yang telah saya sampaikan kepada dokter dicocokkan dengan yang dikatakan kedua teman saya itu.
Hasil pemeriksaan, saya sehat jiwa raga. Walau begitu, saya diminta untuk mengubah tanda tangan saya yang sangat main-main itu.Setelah pemeriksaan, saya kuliah seperti biasa. Sementara, beberapa teman yang ternyata mendapat gangguan jiwa disarankan istirahat dari kuliah. Teman-teman ini tidak pernah saya lihat lagi di kampus sampai saya selesai kuliah enam tahun kemudian.
***
Keterangan: tulisan saya ini dimuat di Harian Kompas, 3 November 1998.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews