Proses Menuju Impian

Di negeri ini mungkin juga kelak (andaikan ini hari kedua penciptaan), orang bisa jualan agama dengan cara ketengan, borongan, atau pakai go-pay. Itu semua mungkin lho. Jangan diambil hati.

Minggu, 27 Juni 2021 | 07:39 WIB
0
190
Proses Menuju Impian
Ilustrasi impian (Foto: guesehat.com)

Siapa yang takut mati? Kata temen saya, mati itu tiada. Tapi, ada atau tidak, kematian itu ada ‘kan? Terasa menyesakkan ‘kan? Bagi yang hidup. Bagi yang mati, mungkin justeru membebaskan. Tak pernah ada yang mewawancarai.

Mohon maaf, bukan hendak menertawakan kesedihan, apalagi yang sedang dilanda. Tapi kenyataan mesti dihadapi. Resiko satu-satunya dari makhluk hidup adalah mati. Tak ada alternatif. Tak ada pilihan lain.

Jadi? Hidup hanya menunda kekalahan, kata Chairil yang Anwar. Dan kita kayak kanak, pada kemelekatan cinta sekolah dasar. Duh, betapa kanak dan tak tumbuhnya. Sekolah dasar. Lanjutannya? Stagnan, kata Andi Widjajanto, penasihat khusus dari stafsus KSP.

Terus gimana? Cari terobosan, katanya. Terobosan bijimana? Emang bisa kita mempertahankan hidup? Terus-menerus? Tentu jawaban Andi untuk teks pertanyaan berbeda. Perjalanan manusia tak pernah melingkar. Dari kandungan, lahir, dan kemudian proses hidup menuju mati.

Ada keyakinan bernama de javu atau karma, penebusan dosa masa lampau, dan seterusnya. Saya sih hanya melekatkan pada suatu masa. Masa kesadaran saya dari sejak lahir hingga entah. Kalau saya mesti menebus dosa leluhur saya, yang pernah ikutan ngrampok waktu Ken Arok muda, enak aja. Kenal juga kagak.

Kalau mau fatalistik, jangan pakai nalar dan imajinasi. Jalani hidup sebagai wayang, terserah dalang. Biar dalang yang tanggungjawab. Kan aneh, kalau wayang disuruh tanggungjawab sementara dalangnya yang nerima honor?

Sementara jika ada orang baik karena adanya orang yang tidak lebih baik, berarti orang yang tidak baik itu punya jasa baik untuk memunculkan kebaikan liyan bukan? Jika demikian, tak apa ‘kan jadi penjahat, karena semua kehendak Sang Pencipta?

Sayangnya, entah siapa yang mencipta, di dunia ini ada makhluk hidup dengan status polisi, jaksa, hakim, sehingga kemudian ada profesi kepala lapas, sipir. Kemudian diciptakan pula sodomi, gay, lesbi, ustadz (ada yang melakukan sodomi juga). Dan ada hakim yang memotong hukuman 10 tahun menjadi 4 tahun, karena si terhukum masih punya anak kecil, dan ngasih mobil buat negara. Dan seterusnya.

Maka, ketakutan, atau kekhawatiran akan mati, menjadi aneh. Ngapain takut? Karena belum terkenal? Belum kaya? Belum jadi komisaris? Belum mencapai semua impianmu? Baru ikhlas mati kalau sudah potret bareng Jolie? Atau kalau sudah berhasil ngelus-elus surbannya Rizieq? Giliran kesambet Covid, habis deh.

Ini lho rahasia tuhan yang dibocorkan; Proses menuju impianmu itu yang akan lebih dinilai. Di situ katanya, orang miskin, penyakitan, yang masih punya utang, belum jadi komisaris, tetap bisa masuk surga. Caranya? Nah, itu rahasia. Seterah masing-masing. Yang dibocorkan cuma clue bahwa proses itu dinilai, bukan hanya hasil. Hasil itu bonus.

Kenapa? Mungkin tuhan sudah tahu, sudah menduga, atau malah yang menciptakan, di Indonesia kelak (andaikan ini hari pertama penciptaan), akan terjadi orang jujur dan baik tapi tersingkir. Sementara orang jahat, koruptor, manipulator, justeru punya banyak pengikut karena kaya.

Di negeri ini mungkin juga kelak (andaikan ini hari kedua penciptaan), orang bisa jualan agama dengan cara ketengan, borongan, atau pakai go-pay. Itu semua mungkin lho. Jangan diambil hati. Boleh diambil asal bayar. Jangan kayak waktu sekolah dulu, nyomot gorengan 5 ngakunya 3. Namanya juga tulisan di medsos, tidak ilmiah, tidak akademik. Glenyengan nggak karuwan.

Mendingan Rizieq, meski glenyengan tapi dipenjara juga. Tapi ada hikmahnya, meski dipenjara, dulu sudah sempat chattingan ama Firza Husein. Sementara saya belum sempat chattingan ama Firza. Apa saya mesti ngiri? Atau nganan? Atau lurus aja, karena lurus jalan terus?

Bagaimana kalau belok kiri jalan terus? Kita tetep belok ke kiri atau jalan terus? Atau kita akan tetep ngejogrok di situ, karena disuruh ikuti lampu APPILL? Sementara itu lampu, sampai ganti presiden 3 kali kalau belum dibongkar juga tak bakalan ke mana!

Dan kita sampai lumuten bersama kendaraan kita. Apalagi kalau perintahnya ‘belok kiri terus jalan’. Bisa-bisa, kendaraan kita tinggal di perempatan jalan. Terus kita jalan kaki. Pak dan Bu Polisi yang repot jadinya. Kan? Kan!

@sunardianwirodono

***