Dampak Ambyar Syair Lagu

Terbaring sendirian di atas ranjang sempit. Dengan penyakit paru-paru. Wage Rudolf Supratman melewatkan sakaratul maut dengan masih menggenggam naskah lagu di tangan.

Rabu, 13 Mei 2020 | 13:01 WIB
0
226
Dampak Ambyar Syair Lagu
Menyanyi (Foto: hellosehat.com)

Pada hari-hari omong kosong dulu, menyanyikan lagu patah hati bisa dituding anti pembangunan. Jauh sebelumnya, Bung Karno pernah memenjarakan grup musik yang disebut ngak-ngik-ngok budaya Barat. Tapi kenapa kini ada pahlawan Lord Didi, yang dibanggakan sad boys ‘n sad girls?

Jaman berubah, sudut lelucon berpindah. Demikian juga framing. Tapi intinya, perlawanan terhadap simbol. Hanya itu yang dikuasai masyarakat kalah, dari apapun. Humor, sebenarnya adalah sebuah pameran daya tahan. Survivalitas. Hingga perlawanan itu menemukan jalan tikusnya; Yakni munculnya panggung sobat ambyar. Dan kapitalisme mengemasnya dalam komodifikasi. Siapa pemenang sejati?

Ada yang menyebut kata adalah doa. Doa adalah energi yang menggerakkan. Ingat omongan Wiji Thukul, kata-kata menajamkan realitas! Ehm, tak usah mengutip kata-kata psikolog atau para moralis.

Kini, dari WA ke WA, sedang beredar kajian keren soal dampak syair lagu pada kehidupan nyata. Bunyi tulisan itu, seperti biasanya tak pernah jelas siapa namanya; Nia Daniati dan Betharia Sonata contoh nyata. Bagaimana kata-kata yang dinyanyikan berdampak pada kehidupan mereka.

Lebih jauh dituliskan, Ariel NOAH terbongkar kasusnya, dengan Luna Maya karena lagu “Buka saja topengmu,…!” Badhalah.

Tanpa bermaksud meledek, Glen Fredy yang barusan mangkat, juga karena lagu; Akhir Cerita Cinta Kita. Atau lagu grup Seventeen, yang vokalisnya menyanyikan kesendirian, mengenang yang dikasihi. Yang terjadi kemudian, anak-isterinya, temen satu grupnya, tergulung tsunami di Banten, saat grup itu mentas di tepi pantai.

Duh, gawat! Saya nyari padanan kata dalam syair lagu-lagu Leo Kristi. Nggak ketemu, lagu yang mana. Semuanya patriotik, kadang romantik. Tapi hidup Leo berakhir karena gaya hidup bohemian rhapsody-nya. Beda dengan Tony Koeswoyo, yang bikin lagu cem-macem, dan jumlahnya ratusan.

Kayak Maia Estianty, bekas isteri Ahmad Dhani. Ia dulu ngehit dengan ‘Buaya Darat’ dan ‘Teman Tapi Mesra’. Sementara Ahmad Dhani bikin lagu tentang perempuan paling sexy, Mulan Jameela. Dan begitulah kejadiannya.

Tapi saya beritahu, WR Soepratman, salah satu ikon Soempah Pemoeda 1928, meninggal dalam usia 35, tepat 7 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Syair lagu-lagunya, penuh semangat patriotisme dan nasionalisme. Kematiannya tragis.

Terbaring sendirian di atas ranjang sempit. Dengan penyakit paru-paru. Wage Rudolf Supratman melewatkan sakaratul maut dengan masih menggenggam naskah lagu di tangan. Biola kesayangan, tersandar di kursi. Menyaksikan kematian sang komponis lagu kebangsaan Indonesia Raya itu.

Nah, sampai di sini, bagaimana Sobat Ambyar, dengan sihir kata-kata marhum Didi Kempot? Yang dipameri bojo anyar, cidra, ora bisa merem, cendol dawet? Akan bernasib sama dengan lagu-lagu Bapak Patah Hati Nasional itu? Atau mesti minta bantuan ahli tafsir dan mistikus doa? Kalau menurut Sintya Marisca, ya dinikmati saja, enak untuk goyang!

@sunardianwirodono

***