Dan, tiba-tiba, bersama Fadli Zon kita mengutuk Agnez Mo, yang diam-diam jadi duta keberagaman 'negara' Indonesia?
Apakah engkau lebih menyukai Anggun, yang lebih anggun ketimbang Agnez Mo? Tapi, kenapa engkau juga tak menyukai Agnez Mo, ketika engkau membela-bela nama Ahok? Itulah, dulu Pram tak mengajak kita adil sejak dalam kentut. Karena masing-masing hidung punya otak dan rasa. Itu kalau masing-masing punya.
Kalau tak punya? Tentu saja repot. Itu pun kalau repot. Kalau tak repot? Ya, gpp. Gitu aja kok repot. Karena itu, Gus Dur tenang saja ngaku dalam dirinya mengalir darah Cina. Dan kau yang akan repot, mengomentarinya terus di medsos.
Karenanya, entah bagaimana, beberapa orang yang biasanya berseberangan dengan Fadli Zon, bisa sependapat. Gegara Agnez Mo. Seruannya sama. Karena tak menghargai negara Indonesia, tak nasionalis, durhaka, go to hell. Artinya, secara verbal, darahnya halal. Bukankah neraka dan sorga hanya bisa tercapai setelah mati?
Tapi, hidup sebagai minoritas di Indonesia, meski pun sudah WNI dan memang lahir di Indonesia, menjelaskan soal neraka itu. Setidaknya neraka dunia. Apalagi, bagi keturunan Cina. Bandingkan keturunan Portugis, Belanda, India, apalagi Arab. Sejak politik asimilasi, Soeharto memperlakukan politik diskriminatif yang membekukan otak bangsa.
Walhal jika membaca sejarah abad 16-17, banyak raja-raja Islam di Banten membangun klenteng untuk penganut Khonghucu. Atau raja Islam Makasar yang membangun gereja Katholik. Jaman Hindu-Buddha di Majapahit, pluralisme atau multikulturalisme sudah terbangun. Raja Mataram Hindu Karangasem, membangun masjid sampai Mekkah, untuk memfasilitasi rakyatnya yang beragama Islam naik haji.
Fanatisme agama, politik identitas, membuat peradaban mundur.
Adakah darah Indonesia? Persis sebagaimana etnis Betawi, yang lebih merupakan “manusia politis”, dengan perkawinan campur etnis. Sebuah imagine community dibangun untuk sebuah konsensus. Karena dari awal, betapa aneka-ragam darah dan wajah bangsa Indonesia itu, yang dibayangkan sejak 1908, 1928, hingga proklamasi sebagai negara kesatuan 1945.
Mana tuh, yang teriak mati-matian NKRI harga mati? Bukankah kita memang negara kesatuan, karena berbagai-bagai? Tak sebagaimana wajah bangsa Jepang, China, atau Korea. Indonesia adalah konstruksi politik. Identitas kebangsaan tidak dibangun berdasar darah biologis. Indonesia ada karena konsensus bermacam ras dan etnis. Bukan karena homogenitas.
Emangnya ada ras atau darah Indonesia? Emangnya ada pribumi dan non-pribumi? Kenapa politik model Soeharto kita bawa-bawa terus?
Tentu saja, dari sisi komunikasi kita boleh berdebat. Agnez Mo culun, tak lembah manah? Sebagai public figure nggak tactfull nyerocos ke media? Nggak peka politesness strategies dalam komunikasi? Bijimana jika pernyataannya dimanipulasi?
Tapi, kenapa kita marah ketika Ahok dibilang kasar, tak tahu etika, cablak, apa sih hebatnya seperti dibilang Si Zon? Dan tiba-tiba, bersama Zon kita mengutuk Agnez Mo, yang diam-diam jadi duta keberagaman 'negara' Indonesia?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews