Mendengar fitnah tersebut, Pak Harto dan keluarga Cendana marah. Tanpa melakukan Tabayyun pada Prabowo, mereka melarang beliau menginjak Cendana.
Ternyata ada sebuah cerita dan fakta yang belum diketahui publik secara luas menjelang Pak Harto turun tahta dari jabatan Presiden RI. Fakta inilah yang membuat Siti Hediati Hariyadi yang akrab dipanggil Mbak Titiek berpisah dari Prabowo Subianto.
Berpisah, bukan bercerai!
Secara hukum Islam pun Mbak Titiek dan Prabowo itu statusnya masih suami-istri. Namun, yang tersiar selama 20 tahun sejak “berpisah” itu, keduanya telah diisukan bercerai. Banyak cerita yang terkait “pengusiran” Prabowo.
Seperti ditulis James Luhulima di PepNews.com, Selasa (2 April 2019 | 06:25 WIB). James menulis, pada 20 Mei 1998, 21 tahun yang lalu, setelah Maghrib, usai bertemu Wapres BJ Habibie, Prabowo datang ke Cendana.
Di ruangan dalam, Prabowo melihat Presiden Soeharto duduk bersama anak-anaknya dan Menhankam/Pangab Jenderal TNI Wiranto. Semula Prabowo ingin bergabung, namun putri bungsu Pak Harto, Siti Hutami Endang Adiningsih alias Mbak Mamiek mengusirnya.
Mbak Mamiek menghampirinya dengan marah dan mengatakan, ”Kamu pengkhianat. Jangan injak kakimu di rumah saya lagi.” Akhirnya, Prabowo tidak jadi bergabung, dan pulang ke rumahnya. Keesokan harinya, Presiden Soeharto mundur.
Prabowo mengisahkan, pada 22 Mei 1998, sehari setelah Pak Harto mundur, ia mendapat kabar seorang Kolonel, atas perintah KSAD Subagyo HS datang ke Markas Kostrad untuk mengambil pataka (panji-panji) Kostrad.
Prabowo kaget karena itu berarti kedudukannya sebagai Panglima Kostrad akan berakhir. Ia menghubungi KSAD, dan ia diminta untuk menghadap. Prabowo lantas menemui Presiden BJ Habibie untuk meminta penjelasan mengapa ia diganti.
Dari Presiden Habibie, Prabowo menerima penjelasan bahwa pergantian itu dilakukan atas permintaan Soeharto, mertuanya. Lalu oleh Pak Harto, ia bahkan didorong untuk tinggal di luar negeri. Prabowo pun akhirnya tinggal di Yordania.
Kisah tersebut dikutip James dari tulisannya (Hari-hari Terpanjang Menjelang Mundurnya Presiden Soeharto, dan beberapa peristiwa terkait, James Luhulima, Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2008).
James pun menulis, “Yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana bisa Prabowo yang menjadi musuh besar keluarga Cendana, kini menjadi sahabat keluarga Cendana?” Apalagi, setelah Debat Capres ke-4 di Hotel Shangri-La, Mbak Titiek memuji Prabowo.
Dalam tulisan di PepNews.com ini, James masih menyebut Prabowo sebagai “eks” suaminya. Benarkah Prabowo memang berpisah alias cerai dengan Mbak Titiek? Pernyataan seperti ini juga sempat terlontar di kalangan habaib dan ulama di Jawa Timur.
Prabowo sendiri sempat bingung bagaimana harus menjawabnya. Pasalnya, secara hukum Islam pun, mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad ini tidak pernah menceraikan Mbak Titiek. Karena saat itu Prabowo “dipaksa” meninggalkannya.
Difitnah Jenderal
Prabowo Subianto dan Mbak Titiek diminta para pendukungnya, juga habaib dan ulama Jatim untuk rujuk. Impian itu untuk menyempurnakan tugas berat yang akan diemban Prabowo itu dalam memimpin Indonesia periode 2019-2024.Memang impian para pendukung tersebut sangat mulia. Tapi, impian rujuk itu kemungkinan tidak bisa terjadi. Sebab, Prabowo dan Mbak Titiek tidak pernah bercerai. Keduanya hanya berpisah sebagai korban politik, korban fitnah seorang jenderal pada 1998.
Jenderal itu melaporkan pada Almarhum Pak Harto bahwa Prabowo menemui Amien Rais dan Gus Dur menyusun strategi menjatuhkan Pak Harto. Padahal yang terjadi tidak demikian. Prabowo menemui kedua inspirator reformasi itu, untuk sebuah kabar yang diketahuinya.
Sebuah kabar yang berpotensi akan membawa korban jiwa banyak dan negara berada dalam kondisi chaos, sehingga militer berhak melakukan pengamanan represif. Itulah yang tidak dikehendaki Prabowo. Karena, rakyat yang menjadi korban.
Mendengar fitnah tersebut, Pak Harto dan keluarga Cendana marah. Tanpa melakukan Tabayyun pada Prabowo, mereka melarang beliau menginjak Cendana. Dus, fitnah untuk menyingkirkan Prabowo berhasil dilakukan Jenderal tersebut.
Dengan kondisi yang terjadi itu, secara Islam antara Prabowo dan Mbak Titiek belum cerai. Mereka masih terikat dalam tali perkawinan suami istri sah. Fakta itu dibuktikan dengan keduanya yang tidak pernah menikah. Kedua sama setia menjaga tali perkawinan mereka.
Karena itu, yang bisa dijalani Prabowo dan Mbak Titiek bukan proses rujuk sebagaimana aturan Islam terhadap pasangan suami isteri yang bercerai. Yang dapat dilakukan Prabowo dan Mbak Titiek adalah Mbangun Nikah.
Sebuah proses yang dianjurkan Islam untuk dilakukan pasangan suami isteri setiap tahun, sehingga hubungan kian erat dan kuat. Demikian pula terhadap Prabowo dan Mbak Titiek yang sekitar 20 tahun tak pernah tinggal dalam satu atap rumah pernikahan.
Kabar terakhir, Insya’ Allah proses Mbangun Nikah tersebut bisa segera terlaksana dalam. Prosesnya hanya menunggu restu dari Siti Hardiyanti Rukmana yang akrab dipanggil Mbak Tutut sebagai saudara sulung.
Mbak Tutut juga sekaligus mewakii kebijakan dan keputusan dari almarhum Pak Harto dan almarhumah Ibu Tien. Sumber PepNews.com menyebutkan, pada malam ini perwakilan dari habaib dan ulama Jatim dijadwalkan bertemu dengan Mbak Tutut.
Jika malam ini Mbak Tutut sudah clear, Prabowo dan Mbak Titiek akan Mbangun Nikah paling lambat Selasa, 16 April 2019. Dan, kabar terbaru, dari Ustadz Muhammad Ali yang turut dalam pertemuan dengan Mbak Tutut itu, hasilnya positif.
“Sekarang ini kami sedang menuju Hambalang ke kediaman Pak Prabowo. Semoga lancar,” ujar Ustadz Ali kepada Pepnews.com. Selain Ustadz Ali, setidaknya ada 5 ulama dan habib yang secara khusus bertemu dengan Mbak Tutut, Senin (15/4/2019).
Yaitu: KH Suyuti Thoha (Banyuwangi), KH Anshori (Madiun Mataraman), KH Rozy Shihab (Pasuruan sesepuh NU), KH Agus Solachul Aam (Wakil Muassis NU), Habib Ali Zaenal Abidin (Wakil Habaib), dan Ustadz Muhammad Ali (Sidoarjo).
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews