Sukses Jos Soetomo Bangun Empat Masjid Muhammad Cheng Ho di Kaltim

Senin, 26 November 2018 | 16:45 WIB
0
1402
Sukses Jos Soetomo Bangun Empat Masjid Muhammad Cheng Ho di Kaltim
Masjid Muhammad Cheng Ho di Kota Samarinda yang dibangun oleh HM Jos Soetomo. (Foto: @dewan_masjid)

Pada 2017, pengusaha kondang asal Kalimantan Timur H. Muhammad Jos Soetomo tercatat dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia versi Globe Asia. Tepatnya, ia berada di urutan ke-93.

“Pak Dahlan (Dahlan Iskan, pemilik Jawa Pos Group) lebih kaya dari saya. Saya di urutan 93,” katanya merendah. Ia bersyukur, dirinya dianugerahi kekayaan. Namun, kekayaan itu, lanjutnya, harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Globe Asia merilis, harta kekayaan Jos Soetomo setelah tax amnesty berada di kisaran 430 juta Dollar Amerika atau setara Rp 5,5 triliun. Selama ini, pengusaha yang akrab dipanggil Ayah Jos itu, dikenal sebagai pengusaha di bidang perkayuan.

 “Tuhan mengangkat saya, supaya bisa dilihat orang. Tapi, apa perbuatan kita? Jangan hanya nama yang hebat, tapi kakinya lumpuh,” kata Ayah Jos berfilsafat. Namanya itu mulai tenar sebagai pengusaha kondang, saat era bisnis kayu di Kaltim.

Ia mendirikan PT Sumber Mas, di bidang perkayuan. Perusahaan ini menjadi induk dari lima perusahaan perkayuan yakni, PT Kayan River Industries Plywood (KRIP), PT Meranti Sakti Indah Plywood (MSIP), PT Meranti Sakti Indonesia (MSI), PT Dirga Rimba, dan PT Estetika Rimba.

“Harta itu ibarat darah. Uang jangan disimpan, justru jadikan Itibar (pelajaran). Karena sebentar lagi saya juga kembali ke Beliau (Tuhan),” katanya, seperti dilansir berbagai media. Era kayu meredup, Ayah Jos akhirnya melirik bisnis perhotelan.

Dua hotel bintang lima yakni Gran Senyiur di Balikpapan dan Bumi Senyiur di Samarinda, didirikannya. Belum termasuk hotel di daerah Jawa. Hotel Royal Senyiur, di kaki Gunung Welirang, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur.

Ayah Jos juga membangun beberapa usaha properti di Samarinda dan beberapa daerah di Kaltim. Tak hanya itu. Ayah Jos juga berinvestasi di bidang pendidikan, melalui Yayasan Fastabiqul Khairat. Ia juga berencana membangun rumah sakit.

“Semoga nanti bisa bangun universitas,” katanya, seperti dilansir TribunKaltim.co, Jumat (28/4/2017). Menurutnya, manusia bukan dikenal dan diingat dari hartanya. Melainkan dari perbuatan. Dengan berbuat baik, ia dan keturunannya akan dikenang banyak orang.

“Mudah-mudahan bukan jadi orang kaya, tapi jadi keluarga kaya. Karena, orang kaya itu seperti pohon rengas. Besar dan gatal. Tapi kalau keluarga kaya itu, seperti pohon beringin, siapapun aman, bisa berteduh,” katanya lagi.

Pada Senin, 26 November 2018, Ayah Jos meresmikan tiga Masjid Muhammad Cheng Ho di Kota Samarinda, Kaltim. Masjid berarsitektur Tionghoa ini memang didirikan dan dibangun oleh Ayah Jos. Peletakan batu pertamanya pada 28 April 2017.  

Masjid Muhammad Chong Ho ini dibangun di atas lahan Yayasan Sumber Mas Group, yang dipimpin Jos Soetomo. Perjalanan hidup Jos teramat panjang dan penuh dengan perjuangan. Berkat kegigihannya dalam menjalani kehidupan.

Setelah bisnis perkayuan agak lesu, ia merambah bisnis perhotelan. Berdirilah Hotel Bumi Senyiur di Samarinda dan Hotel Gran Senyiur di Balikpapan. Bahkan, ia membangun Hotel Royal Senyiur, di kaki Gunung Welirang, Kecamatan Prigen, Pasuruan.

Ayah Jos lahir di Desa Senyiur, Kecamatan Kembang Janggut, Kutai Kartanegara, pada 4 April 1945. Pada 4 April 2019, Ayah Jos tepat berusia 74 tahun. Kegigihannya dalam usaha dan bisnisnya itu membuahkan hasil.

Setelah sukses mendirikan PT Sumber Mas, dan bisnis perhotelan, Ayah Jos juga melirik bisnis perumahan di Samarinda dan Balikpapan. Nama perusahaannya PT Sendawar Indah Permai dan PT Karang Joang Estate di Balikpapan.

Apa resepnya sehingga ia mampu membangun gurita bisnis di wilayah Kaltim? Apa filosofi hidupnya? Banyak ilmu yang ia bagikan kepada pembaca, agar bisa dipetik dan melahirkan spirit.

Jos Soetomo berharap semua manusia bisa sukses dalam meraih apa yang diinginkannya.
“Apa filosofi kehidupan saya sehingga dikatakan berhasil seperti ini? Bismillah... Dengan bismillah... kita harus menyadari, semua itu (prestasi),” ujarnya.

“Hakekatnya adalah talenta. Kita lihat jika kita mensyukuri talenta, kalau di Kristen kan diberi nama kesaksian. Sedangkan di Islam namanya syiar itibak. Syiar itibak itu, Yaa... Allah ya Tuhanku... tujuan kita semua kun,” lanjut Ayah Jos.

Menurutnya, hakekatnya kita ini mudah-mudahan menjadi kesaksian. Pemasaran inilah yang paling penting. Ada pemasaran agama, suku, dan pemasaran bagaimana kita lain syakartum laaziidannakum, wa lain kafartum inna 'adzaabii lasyadiid,” ujarnya.

“Jika kamu bersyukur akan nikmat yang Aku berikan kepada-Mu, niscaya akan Aku tambah nikmat tersebut kepadamu, namun jika kamu kufur akan nikmat-Ku, ingatlah bahwa azab-Ku sangat pedih,” ungkap Ayah Jos menerjemahkan ayat Qur’an tersebut.

Masjid Cheng Ho

Empat buah Masjid Muhammad Cheng Ho yang selesai pembangunannya di Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Balikpapan, diresmikan pemakaiannya oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Gubernur Kaltim Isran Noor, Senin (26/11/2018).

Keempat masjid itu dibangun oleh Jos Soetomo. Masjid Muhammad Cheng Ho yang berdiri di tiga kota itu telah menambah jumlah Masjid Muhammad Cheng Ho yang sebelumnya juga berdiri di beberapa kota di Indonesia selama ini.  

Menurut Masa Lalu dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia (2009), “Masjid Muhammad Cheng Ho yang didirikan oleh PITI dibangun dengan gaya Cina, mencontoh Masjid Niu Jie di Beijing. Struktur atapnya membentuk pagoda yang sesungguhnya.”

“Bangunan (Masjid Cheng Ho) ini sebagai pengenang jasa beliau (Cheng Ho), sebagai penghormatan,” ujar Ahmad Haryono Ong alias Ong Kiem Shui, Ketua Takmir Masjid Muhammad Cheng Ho Surabaya.

Masjid ini adalah Masjid Cheng Ho yang paling awal berdiri di Indonesia pada 2002. Cheng Ho adalah Laksamana asal Tiongkok yang tercatat pernah singgah ke Surabaya. Cheng Ho adalah muslim yang taat.

Menurut Hembing Wijayakusumah, “Cheng Ho sudah pasti mengambil inisiatif untuk menyebarkan agama Islam di negara-negara yang dikunjunginya, termasuk di kawasan Nusantara. Tercatat Cheng Ho melakukan tujuh kali pelayaran besar.”

Sebelum tiba di Jawa, pada 1405, Laksamana Cheng Ho terlebih dahulu singgah di Samudra Pasai. Ia menemui Sultan Zainal Abidin Bahian Syah untuk membuka hubungan politik dan perdagangan.

“Pada 1407, Laksamana Cheng Ho mampir di Palembang dan menumpas perampok Hokkian. Lalu ia membentuk masyarakat Tionghoa Islam pertama di Nusantara,” tulis Benny Setiono dalam Tionghoa Dalam Pusaran Politik (2008).

Tak hanya di Palembang, tapi juga di Sambas. Juga Semarang, kota di Jawa yang terkenal disinggahi Cheng Ho. Di sini terdapat kuil atau kelenteng bernama Sam Poo Kong. Nama lain Cheng Ho digunakan untuk menghormatinya.

Tak aneh jika Cheng Ho terkait pula dengan kelenteng, tempat ibadah orang Buddha dan Tao beribadah, karena banyak anak buahnya menganut dua kepercayaan itu. Menurut Daradjadi dalam Geger Pecinan: Persekutuan Tionghoa-Jawa melawan VOC (2013), orang-orang Jawa mengenali Cheng Ho sebagai Dompo Awang.

Cheng Ho meninggal dunia pada 1433. Ratusan tahun setelah muhibahnya ke Indonesia, ia masih diingat dan dikenang. Organisasi Islam Tionghoa, Pembina Iman Tauhid Islam (PITI), aktif membangun masjid bernuansa negeri tirai bambu di beberapa kota di Indonesia.

Masjid ini dinamai dengan nama Cheng Ho atau Cheng Hoo. Salah satu pendiri PITI, Haji Abdul Karim Oey alias Oey Tjeng Hien, dikenal berkat membangun masjid-masjid Lautze pada dekade 1990-an.

Dan, kini sudah berdiri empat buah Masjid Muhammad Cheng Ho atas prakarsa HM Jos Soetomo di Bumi Borneo.

***