Gerakan yang Memantik Perlawanan

Apapun "ideologi" jangan dijadikan sebuah movement betapa pun "mulia" ideologi tersebut. Movement ini akan memicu counter dan perlawanan dari pihak lain, karena sesuatu yang besar itu adalah ancaman.

Selasa, 31 Mei 2022 | 09:36 WIB
0
222
Gerakan yang Memantik Perlawanan
Ilusrasi LGBT (Foto: law-justice.co)

Setiap pergerakan (movement) yang membesar apa pun "ideologi" yang diusung, pasti akan menimbulkan konflik. Mengapa? Karena ada pihak lain yang merasa terancam oleh besarnya movement itu.

Kita ambil contoh gerakan LGBT. Sebelum ada gerakan ini, publik menyikapi fenomena homoseksualitas ini biasa-biasa saja. Mereka juga tidak dipersekusi atau didiskriminasi. Tapi kemudian muncul gerakan membela LGBT yang sangat masif sehinga seperti kita lihat sekarang gerakan ini menjadi maha digdaya.

Apa yg terjadi? Ada segmen masyarakat yang merasa terancam dengan eksistensi movement ini. Padahal secara prinsipiil mereka bisa mentolerir homoseksualitas. Tapi setelah menjadi movement yang super power, timbullah perlawanan yang gigih.

Contoh lain adalah movement Partai Komunis Indonesia di tahun 1960an yang sedemikian dominan sehingga disebutkan sebagai partai komunis terbesar ketiga di dunia. Ini memicu kecemasan dan rasa terancam dari segmen masyarakat lainnya. Memicu resistensi dan konflik terbuka dalam masyarakat. Dan kita semua sudah mafhum tragedi yang mengikutinya.

Ada contoh lain yang sangat relevan tentang sebuah gerakan yang membesar luar biasa di dunia. Gerakan ini adalah gerakan suatu agama (saya tidak perlu menyebutkan apa namanya).

Sebelum ada gerakan yang sangat dahsyat ini, hubungan antar umat beragama akur-akur dan guyup aja. Tapi begitu ada movement yang mengusung agama ini, maka terjadilah konflik yang tajam. Mengapa? Karena movement yang membesar itu menjadi ancaman bagi segmen masyarakat yang bukan menganut agama itu.

Konflik Rusia-Ukraina pun bisa dibaca dengan paradigma ini. Hegemoni AS dgn NATO nya adalah suatu movement yang sangat menakutkan bagi Putin.

Bayangkan saja, dari 16 negara yang memisahkan dari Uni Sovyet di tahun 1991, 14 negara sudah bergabung dengan NATO. Dan Ukraina yg tetangga sebelah rumah juga berancang-ancang mau masuk NATO. Jadi, mau tak mau Putin harus bereaksi. Gerakan Amerikanisasi yang makin lama makin membesar tdk bisa dibiarkan.

Inilah kesimpulan saya. Bahwa apa pun "ideologi" jangan dijadikan sebuah movement betapa pun "mulia" ideologi tersebut. Movement ini (apalagi kalo menjadi besar dan maha digdaya) akan memicu counter dan perlawanan dari pihak lain. Karena sesuatu yang besar itu adalah ancaman.

Ini naluri manusia yang mendasar. Tapi repotnya manusia ini justru ingin membuat movement unuk meneguhkan "ideologi"nya.

***