You'll Never Know

Tanpa menunggu jawaban si wanita, si lelaki melanjutkan pertanyaan berikutnya. Hatinya sudah mantap. Ia harus bisa berkenalan dengan si wanita.

Minggu, 29 Maret 2020 | 07:36 WIB
0
293
You'll Never Know
Ilustrasi netizen dan media sosial (Foto: Okeline.com)

Dini hari, lelaki itu terlihat memasuki laundry shop yang buka 24 jam. Dari penampilannya bisa diperkiraan ia salah seorang eksekutif muda ibukota yang sudah mapan dan mungkin sedang lembur mengerjakan tugas kantornya yang harus ia selesaikan segera. Kantornya mungkin di salah satu tower di sekitaran lokasi laundry shop ini berada.

Dengan cekatan si lelaki membuka pintu mesin cuci, lalu memasukkan beberapa helai kemeja putih, menutup pintunya kembali dan menyalakan mesinnya. Si lelaki pasti sudah biasa menghabiskan malam di kantornya dan menjadi pengunjung tetap laundry shop yang menyediakan mesin-mesin cuci otomatis tanpa operator ini.

Sembari menunggu cuciannya selesai, ia melangkahkan kaki ke salah satu kursi tunggu yang memang disediakan oleh laundry shop tersebut bagi para pengunjung yang menunggu cuciannya selesai dikerjakan oleh mesin-mesin cuci otomatis milik mereka.

Deretan meja berjajar rapi beserta 4 kursi kayu mengelilinginya, sekilas orang mungkin mengira laundry shop ini adalah sebuah coffee shop karena begitu nyaman & cozy suasananya. Di pojok ruangan ada mesin kopi dan minuman kaleng otomatis serta camilan sebagai teman menunggu para pengunjung.

Si lelaki memilih sebuah meja dengan dua kursi yang letaknya di pojok ruangan dan berjauhan dengan jendela muka toko. Tidak ada apa-apa di tangannya kecuali sebuah tablet. Rupanya ia ingin menyendiri agar bisa berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaan kantornya.

Sebenernya si lelaki bukan pemilih kursi tunggu. Ia biasa duduk di kursi sebelah manapun tanpa memilih. Karena di jam-jam tengah malam seperti ini biasanya tidak ada lagi pengunjung laundry shop kecuali dirinya. Saat pekerjaan kantor menumpuk dan memaksanya harus tinggal di kantor hingga larut malam, ia tidak merasa perlu pulang ke apartemennya.

Ada lemari pakaian di ruang kerjanya dengan beberapa stel pakaian kerja, sepatu dan stok kaos kaki yang cukup untuk sekian hari jika ia sedang tidak ingin pulang. Dan ia cukup membawa pakaian kotornya ke laundry yang tidak jauh dari gedung kantornya. Cukup praktis dan menghemat waktu daripada ia harus bolak-balik pulang ke apartemennya untuk berganti pakaian. Bagi seorang eksmud yang hari-harinya penuh dengan hectic, waktu adalah segalanya.

Malam ini terasa ada yang berbeda bagi si lelaki. Ia tidak sendirian di laundry shop tersebut. Di kursi terdekat dengan pintu masuk ada seorang wanita yang menundukkan kepala cukup dalam menekuri buku bacaannya, sehingga saat si lelaki memasuki toko tadi, wajahnya sama sekali tidak terlihat. Ia hanya sekilas terheran ada pengunjung lain di jam seperti ini, apalagi seorang wanita. Namun karena si lelaki harus mengurusi cuciannya terlebih dahulu, ia mengabaikan kehadiran pengunjung lain tersebut.

Kini setelah duduk di kursinya yang berseberangan dengan kursi si wanita, baru terlihat lebih jelas sosoknya. Rasa penasaran membuat si lelaki mengalihkan pandangan dari tabletnya ke arah si wanita. Siapakah perempuan ini berada di laundry shop dini hari? Apakah ia juga pegawai yang bekerja di kantor sekitar laundry shop seperti dirinya?

Tapi busana yang dikenakannya tidak menunjukkan seperti pegawai kantoran. Ah mungkin yang si wanita cuci adalah baju kantornya dan ia tidak memiliki ganti pakaian kecuali baju yang dikenakannya sekarang. Kehadiran laundry shop 24 jam di komplek perkantoran memang sangat membantu ketika menghadapi situasi kerja yang membutuhkan fleksibilitas seperti ini.

Tanpa sadar si lelaki terus mengamati si wanita. Wajahnya biasa saja, tidak dapat dikatakan cukup cantik sehingga mampu menarik perhatian pria berkelas seperti dirinya secara fisik, namun jelek juga tidak. Rambutnya panjang ikal berantakan dengan sebagian rambut menutupi wajahnya yang tanpa make up, jauh dari kesan 'glowing' seperti umumnya wanita masa kini, menambah kesan berantakan dan "biasa" penampilan si wanita. Mungkin jika rambut ikalnya diikat akan terlihat lebih rapi, begitu pikir si lelaki.

Dari baju cardigan dan rok terusan selutut yang dikenakannya si wanita, si lelaki meneruskan pandangannya ke bawah. Sandal jepit kulit tipis menghiasi kakinya. Sesuai dengan perkiraannya. Si wanita terlalu "biasa" untuk menjadi salah satu pegawai kantor di kawasan perkantoran elit tempat si lelaki bekerja. Siapakah si wanita ini?

Tapi entah bagaimana ada aura lain dari si wanita, yang si lelaki sendiri tidak dapat menjelaskan, sehingga tanpa disadari membuatnya ingin terus mengamatinya. Ada perasaan 'hommy' yang ia rasakan saat memandang si wanita. Rasa damai, tenang, dan syahdu, yang sudah lama tidak pernah dirasakan lagi oleh si lelaki.

'It feels like a home', si lelaki coba menerka-nerka rasa yang tiba-tiba menggelayuti hatinya. Si wanita tiba-tiba mengingatkannya pada bau masakan ibunya, harum kopi yang biasa diseduh ayahnya di sore hari sambil bercengkerama dengan dirinya, dengan adik perempuan satu-satunya dan tentu saja bersama ibunya lengkap dengan kudapan sore buatan tangan ibu yang sangat menggugah selera.

Menatap wanita itu tiba-tiba membuatnya kangen rumah orang tuanya, tempat si lelaki tumbuh besar dengan penuh curahan kasih sayang dari kedua orang tuanya, termasuk keusilan-keusilan adik perempuan semata sayangnya yang sangat ia kasihi.

Sudah lama ia tidak pulang. Komunikasi dengan keluarganya hanya ia lakukan melalui telepon, sesekali melalui video jika ayah ibunya begitu kangen ingin melihat wajah anak lelaki satu-satunya mereka. Apa kabar adiknya sekarang, ia lupa kapan terakhir kali adiknya menelopon dirinya. Terbersit rasa malu dan bersalah pada dirinya, mengapa harus adiknya yang selalu meneleponnya terlebih dahulu. Sebagai kakak laki-laki harusnya ia yang lebih sering menanyakan kabarnya.

Berbagai rasa berkecamuk dalam hatinya. Ia merasa bersalah karena tidak cukup usaha untuk meluangkan waktu bagi keluarganya. Pekerjaan kantornya yang begitu padat dan memaksanya harus mobile dari satu tempat ke tempat lain, membuat sulit untuk mengambil cuti. Tapi sebetulnya itu bukan alasan.

Si lelaki yang memilih sendiri membenamkan hidupnya pada pekerjaan. Waktunya hanya diisi dengan kerja, kerja dan kerja. Pagi-pagi sekali untuk menghindari macet ia sudah harus berangkat ke kantornya. Lalu pulang larut malam dan langsung ke pembaringan dalam keadaan lelah tanpa sempat memikirkan apa-apa lagi.

Begitu rutinitasnya setiap hari. Tapi selama ini ia merasa tidak bersalah. Ia pikir semua anak muda seusianya yang sedang mengejar kemapanan hidup juga menjalani kehidupan bak mesin robot seperti dirinya. Kongkow bersama kawan-kawan saat weekend adalah selingan rutinitasnya saat jenuh melanda. Selama ini merasa nyaman saja dengan ritme kehidupannya. Ia tidak merasa ada yang salah dan kurang pada hidupnya. Segala kemapanan yang didambakan semua lelaki sudah ia raih.

Namun memandang wanita yang duduk di depannya, membuat ia merasa telah melewatkan sesuatu. Si lelaki tiba-tiba menyadari ada ruang menganga di hatinya dan hanya dengan menatapnya dari jarak 5 meteran, seolah-seolah si wanita sedang menawarkan sesuatu untuk mengisi ruang hampa tersebut. Tapi siapakah si wanita sehingga bisa melakukan itu pada dirinya ? Mendadak jantungnya berdegup kencang. Oh ada apa dengan diriku, si lelaki semakin terheran dan penasaran mengapa ia menjadi seperti ini. Ia sudah tidak dapat menahan diri lagi.

Dengan meneguh hati, si lelaki berdiri dari duduknya dan mulai melangkahkan kaki menuju tempat si wanita duduk. Makin mendekati si wanita hatinya semakin bergemuruh. Oh tenanglah, kau! Aku mesti fokus dan tidak boleh mempermalukan diri di depan si wanita, batin si lelaki mengumpati degup jantungnya sendiri.

"Ehm.. Hai. Halo.. Maaf mengganggu." Mendengar ada suara di depannya, si wanita mengangkat kepala dari bukunya dan menoleh ke arah sumber suara. Mata mereka bertemu, namun si wanita tidak bersuara menunggu si lelaki melanjutkan sapaannya.

"Apa mbak bekerja di salah satu gedung perkantoran di sini ? Oh maksud saya, saya hanya penasaran saja ada wanita jam segini di tempat laundry ini. Saya rutin ke sini, dan biasanya saya selalu sendiri, tidak ada pengunjung lain haha.." Si lelaki mencoba tertawa untuk mencairkan kekakuannya sendiri. Semoga si wanita tidak menganggapnya tolol, harap si lelaki.

Tanpa menunggu jawaban si wanita, si lelaki melanjutkan pertanyaan berikutnya. Hatinya sudah mantap. Ia harus bisa berkenalan dengan si wanita.

"Boleh saya ikut duduk di sini ? Ah saya tidak bermaksud mengganggu bacaan mbak. Tapi saya pikir daripada saya duduk di pojok sana sendirian, kita mungkin bisa mengobrol ? Itu jika tidak mengganggu mbak." pungkas si lelaki sambil melirikkan matanya ke tempat duduknya sendiri di pojok ruangan.

"Oh ya silakan. Tidak apa-apa. Saya membaca untuk menunggu waktu saja." jawab si wanita membuat si lelaki lega bukan kepalang.

Ia kembali mengutuki dirinya yang bertingkah seperti anak remaja yang berhasil menyapa gadis idaman yang ditaksirnya setelah susah payah mengumpulkan keberanian.

Si wanita sendiri tidak kalah penasaran dengan kehadiran si lelaki. Tadinya terbersit untuk mengacuhkan si lelaki. Apalagi dalam suasana tengah malam yang sepi seperti ini. Membaca buku untuk menghindari komunikasi dengan orang asing adalah jalan paling aman bagi seorang wanita. Tapi memperhatikan sosok di depannya ia juga menjadi penasaran.

Lelaki dengan penampilan seperti dia biasanya tidak ingin membuang waktu untuk berkenalan dengan orang asing di tempat umum. Si wanita juga sadar ia tidak sedemikian atraktif untuk bisa menarik perhatian pria-pria ganteng hanya dengan sekilas pandang. Tiba-tiba si wanita menyadari berapa berantakan penampilannya sekarang. Ya ampun bagaimana kesan si lelaki ini melihat dirinya. Tanpa disadarinya, si wanita mulai mempedulikan kesan si lelaki asing melihat dirinya. Ia tidak menyangka akan berada dalam situasi ini.

Sebelum berangkat ke laundry shop, si wanita berpikir ia tidak akan menjumpai banyak orang, bahkan mungkin tidak ada pengunjung lain di laundry shop ini, sehingga ia tidak merasa perlu terlalu memedulikan penampilannya. Mendadak si wanita disergap perasaan grogi. Buru-buru si wanita membereskan rambutnya yang berantakan sambil mempersilakan si lelaki duduk.

Dari satu perkenalan di malam itu di sebuah laundry shop, berlanjut ke pertemuan berikutnya. Dan pertemuan berikutnya. Dan berikutnya. Hingga akhirnya mereka mantap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

Singkat cerita, entah bagaimana kisahnya, pasangan pengantin baru ini viral di sosial media dan mendapatkan banyak komentar dari para netizen yang budiman.

"Gak serasi banget! Njomplang! Cowok nya ganteng banget ceweknya biasa aja. Matanya keculek kali yaaa.."

"Masih jauh cantikan gue kemana-mana!"

"Ganteng-ganteng tapi seleranya rendah haha.."

"Dipelet kali tu cowok!"

"Duuuuh.. Mending sama gue kali! Cowok bego! Kayak gak ada cewek lain aja!"

"Apa sih bagusnya tuh cewek bisa ngegaet cowok ganteng & tajir kaya dia?!"

"Gue pikir kisah Cinderella cuma ada di dongeng & drama Korea. Tapi Cinderella juga cantik kaliiii gak kaya dia. Ih gemes lihatnya. Goblok!"

"Pasti ceweknya tajir. Orang tajir juga ada yang penampilannya biasa aja."

"Kalau ceweknya gak tajir, Gak mungkin si cowok mau. Halah hari gini ada kisah Cinderella."

Bla bla bla bla bla bla bla bla bla....

Masih ada ribuan komentar yang hampir semuanya datang dari wanita di akun IG si lelaki.

Tapi tentu saja Netizen Maha Benar dengan segala komentarnya.

Karena sejatinya setiap komentar yang mereka lontarkan kepada orang-orang asing di sosial media, tidak sedang mengomentari objek yang dikomentari.

Netizen sedang menceritakan kehidupan diri mereka sendiri... 

***