Kalau Anda bertemu orang India dan Pakistan, dapatkah Anda membedakan mereka? Saya tidak. Itu sama saja seperti kita disuruh membedakan antara orang Jawa dengan orang Sunda, atau orang Batak dengan orang Minang. Mereka sebenarnya serumpun.
Secara lebih sepadan kita bisa bandingkan seperti Indonesia dan Malaysia. Apa yang membedakan kita dengan mereka? Nyaris tidak ada. Indonesia dan Malaysia terpisah jadi negara berbeda karena negara yang menjajahnya berbeda. Indonesia dijajah Belanda, sedang Malaysia dijajah Inggris. Ketika memerdekakan diri, masing-masing membangun identitas baru, sendiri-sendiri.
India dan Pakistan sama-sama dijajah Inggris. Para tokohnya dulu bahu-membahu berjuang bersama, untuk memerdekakan diri dari penjajahan Inggris. Mahatma Gandhi dan Muhammad Ali Jinnah dulu berjuang bersama. Tapi ketika hendak merdeka, Ali Jinnah mengatakan bahwa mereka tidak bisa bersama India. Mereka ingin negara sendiri, dengan Islam sebagai dasar negara.
Belakangan ternyata Islam pun tak cukup untuk menyatukan Pakistan. Negara ini pecah menjadi Pakistan dan Bangladesh. Keduanya sama-sama negara Islam.
Ketika hendak memproklamirkan kemerdekaan, kita menghadapi situasi yang punya kemiripan, walau tidak sama. Sebagian dari pejuang kemerdekaan dulu menginginkan negara Islam, sama seperti Ali Jinnah. Tapi sebagian yang lain menginginkan negara yang identitas utamanya bukan agama.
Sebagian yang lain, khususnya dari Indonesia bagian timur merasa tidak nyaman kalau Indonesia membawa identitas Islam. Mereka memilh untuk berpisah saja. Maka akhirnya dipilihlah Republik Indonesia, tanpa embel-embel Islam.
Kita memilih untuk bersatu, menyatukan perbedaan. India dan Pakistan memilih untuk berpisah. Kini keduanya berhadap-hadapan, siap untuk berperang. Sedangkan kita tetap bersatu dengan damai.
Tapi persatuan bukanlah sesuatu yang abadi. Ia tidak seperti lampu yang terus menyala setelah kita tekan sakelar untuk menyalakannya. Persatuan bisa rusak dan hilang seketika. Persatuan harus selalu kita rawat. Sudah terlalu banyak contoh terancamnya persatuan kita, sepanjang sejarah yang sudah kita lalui.
Bagaimana merawatnya? Sadarilah bahwa Indonesia ini adalah rumah milik bersama, tempat kita berbagi ruang hidup. Setiap orang yang hidup di sini diperlakukan sama, sebagai anak bangsa, sebagai warga negara. Itu syarat mutlak. Tanpa itu tidak akan ada persatuan.
Bayangkan, bagaimana mungkin seseorang mau tinggal dengan damai salam suatu rumah, kalau di dalam rumah itu hak-haknya dirampas. Kau tak akan mau, aku pun tak. Maka jangan rampas hak orang lain.
Tidak boleh ada satu individu maupun kelompok di masyarakat yang boleh merasa bahwa mereka lebih berhak dari yang lain, tak peduli berapa besar pun kelompok itu. Negeri ini tidak memberi keistimewaan apapun kepada mayoritas, baik mayoritas suku maupun agama. Sekali lagi, setiap orang sama kedudukannya.
Jadi tidak boleh ada suku mayoritas yang merasa punya hak lebih. Tidak pula boleh ada agama mayoritas yang merasa punya hak lebih atau dilebihkan. Tidak boleh ada minoritas yang dirampas haknya.
Setiap orang berhak hidup, bekerja mencari nafkah, mendapat pendidikan, mendapat perlindungan, dan beribadah menurut keyakinan mereka masing-masing. Kalau ada yang merampasnya, ia sedang merusak dan menghancurkan persatuan.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews