Kalau Anda periksa dalam sejarah bangsa ini, sirkulasi kekuasaan di Indonesia ditentukan oleh konflik hak konsesi atas tanah.
Panembahan Senopati hantam Prabu Hadiwijoyo atau Jaka Tingkir karena persoalan ijin hak konsesi hutan Mentaok yang tidak turun turun, dan selama 10 tahun tertahan di Kantor Mangkubumi Pajang. Sehingga Panembahan Senopati melakukan politik menolak kunjungan Paseban yang berujung pada peristiwa Prambanan dimana Sultan Hadiwojoyo jatuh dari gajah tunggangannya saat ingin bertempur dengan Laskar Mataram di sekitaran Klaten.
Diponegoro soal penolakan patok tanah, karena Pangeran Diponegoro justru mendapat laporan dari intel bahwa setelah pengerjaan jalan akan ada pencaplokan lahan lahan untuk perkebunan.
Insting politik Diponegoro benar, kemudian setelah selesai perang Van Den Bosch melakukan politik tanam paksa. Kemudian Jawa menjadi lautan perkebunan, sebuah kantong kapitalis terbesar di bumi selatan.
Hampir 80% persiapan perencana kemerdekaan sebelum Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon, adalah pembicaraan Hatta dalam melakukan rencana pengambilalihan perkebunan perkebunan ke tangan kaum Republik. Wilayah perkebunan oleh Hatta disebut wilayah produksi, namun operator perebutan wilayah produksi malah dilakukan kelompok Tan Malaka, utamanya ketika Tan Malaka pidato di Purwokerto, 1946.
Dengan jargon politik "Merdeka 100%" seperti sebuah antitesis dari jargon politik Sjahrir "Perdjoangan Kita" yang lebih diplomatis, Merdeka 100% adalah sebuah ungkapan Tan Malaka dengan menyatakan "Tidak ada waktu perundingan dengan Maling" jelas Van Mook murka dengan ini.
Jatuhnya Bung Karno juga diawali soal politik land reform selain bocornya niat Bung Karno yang dibaca intel intel Amerika dan Inggris, bahwa setelah Pertempuran Ganjang Malaysia, Bung Karno akan mengambil alih paksa seluruh ladang ladang minyak di Indonesia dan selain itu memperluas pengaruh Indonesia di seluruh Asia Tenggara.
Jadi walaupun sekelebat, ucapan Jokowi soal tanah itu justru bermakna dinamika sejarah yang tinggi...
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews