Anak Dulu Jauh Lebih Jujur, Anak Sekarang Suka Ngibul dan Hoax

Selasa, 13 November 2018 | 17:53 WIB
0
433
Anak Dulu  Jauh Lebih Jujur, Anak Sekarang Suka Ngibul dan Hoax
Ilustrasi anak berbohong (Foto: Dunia Belajar Anak)

Dulu ada anggapan kalau anak kecil atau bocah menceritakan sesuatu pasti dianggap benar, bukan berbohong. Apa yang diomongkan oleh anak kecil atau bocah dianggap benar atau jujur, bukan sesuatu yang mengada-ada atau karangan. Karena anak kecil atau bocah tidak bisa mengarang cerita atau berbohong. Anak kecil atau bocah ucapannya menjadi simbol kejujuran.

Akan tetapi kondisi sekarang sudah berubah, bocah dulu dan bocah sekarang sangat berbeda.

Bocah sekarang sudah pinter berbohong, tentu tidak semua bocah berbohong. Dan anak-anak sekarang pandai mengarang cerita. Kalau berbohong anak-anak atau bocah sekarang sudah menyiapkan alibi atau alasannya. Bahkan gesture atau mimik mukanya benar-benar meyakinkan. Kalau pun ketahuan berbohong, anak-anak atau bocah itu masih tetap tidak mengaku berbohong.

Baru-baru ini di media sosial marak berita penculikan kepada anak-anak. Sampai-sampai Mabes Polri  harus turun tangan untuk menyelidiki maraknya pemberitaan penculikan anak. Dan ternyata "hoax" atau berita bohong. Akhirnya Mabes Polri menangkap penyebar berita bohong atau hoax untuk menghindari keresahan dari masyarakat.

Nah, di Mojokerto ada seorang anak SD kelas V usia 9 mengaku diculik oleh dua orang pria waktu pulang dari mengaji. Tempat kejadiannya di di Dusun Tegalsari, Desa Jabon, Kecamatan Mojoanyar, Mojokerto pada Minggu (4/11/2018) sore.

Anak itu mengaku dibawa pelaku ke rumah kosong di blok A 2 No 34, Perumahan Griya Permata Meri, Kelurahan Meri, Kecamatan Kranggan, Kota Mojokerto.Rumah ini sebenarnya rumah kosong yang tidak ditempati.

Terus, anak itu mengadu ke ibunya. Bersama ibunya, ia melapor ke kantor polisi atas kasus penculikan tersebut. Dan anak itu menceritakan dengan urut peristiwa kejadian tersebut dihadapan polisi. Bahkan sampai ia bisa lolos dari sekapan penculik juga diceritakan kepada polisi. Menurut pengakuan anak itu, ia bisa melarikan diri karena sang penculik lengah.

Akan tetapi, setelah pihak kepolisian melakukan penyelidikan terkait penculikan tersebut menemukan fakta atau bukti-bukti adanya kejanggalan atau tidak kesesuaian antara fakta di lapangan dengan cerita sang anak tersebut.

Berdasarkan bukti CCTV, polisi menduga kejadian penculikan tersebut bohong atau tidak ada penculikan. Sekalipun polisi sudah menemukan bukti di lapangan, bahwa tidak ada penculikan, tetapi polisi masih berhati-hati untuk menentukan proses selanjutnya. Karena ini menyakut anak yang masih usia 9 tahun. Bahkan polisi meminta bantuan kepada psikolog untuk mengetahui kejiwaan anak tersebut.

Kalau pun terbukti anak itu berbohong dan mengarang cerita penculikan, tidak mungkin di proses hukum layaknya anak dewasa.

Kasus anak SD mengaku diculik dan ternyata itu hanya karangan atau bohong, bukan kali ini terjadi.

Beberapa tahun yang lalu anak SD (wanita) di Jakarta juga mengaku mau diculik oleh pengendara mobil. Dan ia bersama gurunya melaporkan ke polisi. Oleh polisi setelah dilakukan penyelidikan dan dari bukti CCTV ternyata tidak ada upaya penculikan seperti pengakuan anak tersebut. Sampai akhirnya pihak sekolah meminta maaf kepada pihak polisi.

Kalau anak kecil atau bocah sudah tidak bisa menjadi simbol kejujuran, masih ada satu lagi simbol kejujuran yang masih terisa, yaitu ocehan atau ucapan orang mabuk.

***