Jika semua orang membaca buku-buku yang dianggap suci dengan tepat, maka tidak akan ada kebodohan dan konflik atas nama agama. Dunia akan jauh lebih baik.
Kita beranggapan, ada yang disebut sebagai buku atau kitab suci. Buku tersebut ditulis oleh orang-orang suci. Bahkan, buku tersebut dianggap turun langsung dari Sang Pencipta. Isinya dianggap kebenaran mutlak, dan tidak boleh dipertanyakan lagi.
Anggapan ini salah besar. Tidak ada buku suci di dunia ini. Semua buku, tanpa kecuali, adalah karya manusia. Ia ditulis pada satu waktu dengan tujuan tertentu.
Maka, tidak ada buku suci. Yang ada adalah “buku yang dianggap suci”. Kesuciannya tergantung pada kesepakatan kita saja. Kita, dengan kekuatan niat dan pikiran kita, yang memberikan kesan kesucian pada buku-buku itu.
Anggapan Berbahaya
Anggapan, bahwa sebuah buku adalah karya langsung dari Tuhan, tidak hanya naif, tetapi juga berbahaya. Buku tersebut dijadikan satu-satunya panduan hidup, sehingga membenarkan kebodohan kita. Kita jadi malas menggunakan akal sehat dan sikap kritis kita. Kita juga jadi tuli pada hati nurani kita.
Kita juga kerap menggunakan buku tersebut untuk kekerasan. Kita membunuh orang yang berbeda pendapat. Kita bersikap tidak adil pada masyarakat luas. Kita membawa bom, hanya karena isi dari buku (sesat) tersebut.
Maka, berbagai “buku yang dianggap suci” tersebut haruslah dibaca dengan tepat. Ia tidak boleh dibaca sembarangan. Ia tidak boleh dibaca secara harafiah. Ia tidak boleh dimengerti mentah-mentah.
Semua buku, termasuk “buku-buku yang dianggap suci” haruslah dibaca dengan akal sehat. Ia harus dibaca dengan sikap kritis. Ia tidak boleh membuat orang menjadi tuli pada suara nurani. Untuk itu, ada empat hal yang perlu diperhatikan.
Empat Prinsip
Pertama, kita harus paham bahasa asli dari buku tersebut. Kita juga harus paham makna asli dari bahasa tersebut di jaman buku itu ditulis. Jika kita hanya membaca karya terjemahan, kita dengan mudah terjatuh pada salah paham. Akhirnya, kita bisa menyakiti diri sendiri, atau orang lain, karena salah paham tersebut.
Dua, kita juga harus paham keadaan, ketika buku itu ditulis. Kita harus mengerti keadaan politik, sosial, ekonomi dan budaya pada masa, ketika buku itu ditulis. Dengan cara ini, kita paham betul tujuan utama dari kehadiran buku tersebut. Kita tidak terjatuh pada salah paham yang berujung pada kebodohan, ataupun konflik dengan orang lain.
Tiga, kita juga harus sadar, bahwa dunia terus berubah. Membaca sebuah buku yang dianggap suci juga harus memperhatikan perubahan jaman tersebut. Makna yang kita tangkap juga harus berubah, seturut dengan perkembangan jaman dan kesadaran manusia.
Sebuah teks dari “buku yang dianggap suci” haruslah berdialog dengan jaman yang semakin kompleks. Hanya dengan cara ini, buku tersebut bisa menawarkan nilai-nilai kebaikan yang sesuai dengan perubahan jaman.
Empat, isi di dalam “buku yang dianggap suci” tersebut tidaklah boleh membuat kita berhenti berpikir dengan akal sehat, sikap kritis dan nurani. Buku tersebut tidak boleh menjadi pembenaran bagi kebodohan. Ia juga tidak boleh jadi dasar untuk kekerasan, apapun bentuknya. Pembacaan terhadap buku yang dianggap suci tersebut haruslah melestarikan dan mengembangkan semua ekspresi kehidupan, tanpa kecuali.
Spiritualitas yang Sejati
Pada akhirnya, kita harus sungguh sadar, bahwa “buku-buku yang dianggap suci” tersebut adalah jalan menuju Tuhan. Ia adalah sekedar alat. Isi dari buku-buku itu tidaklah boleh dituhankan, atau dipercaya secara buta. Jika isinya justru menjauhkan kita dari cinta kasih dan kebijaksanaan, maka buku tersebut haruslah dibaca dengan cara berbeda, atau disingkirkan.
Kita juga tak boleh lupa, bahwa perjalanan spiritual haruslah melampaui semua bentuk buku. Kita harus menyentuh yang melampaui kata dan konsep, yakni Tuhan itu sendiri. Inilah puncak tertinggi perjalanan spiritual. Jangan sampai buku-buku yang dianggap suci membuat kita melekat dan tersesat, sehingga tak mampu menyentuh Tuhan secara langsung.
Menyentuh Tuhan berarti menyentuh cinta universal itu sendiri. Kita bersentuhan dengan kedamaian dan kebahagiaan yang sejati. Lalu, kita bisa bertindak sesuai dengan kebutuhan. Jika perlu tegas dan keras, demi keadilan dan kemanusiaan, kita akan melakukannya. Jika perlu lembut dan penuh kehangatan, kita juga akan melakukannya.
Jika semua orang membaca buku-buku yang dianggap suci dengan tepat, maka tidak akan ada kebodohan dan konflik atas nama agama. Dunia akan jauh lebih baik. Agama bisa membawa berkah kebahagiaan dan kedamaian yang sejati. Bukankah itu yang kita semua inginkan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews