Bagaimana Menyikapi Perbedaan Sumber Sejarah?

Sudah dapat dipastikan memasuki Masjid itu saya sangat kagum. Masjid itu terawat dengan baik, bersih dan berlapiskan cahaya lampu.

Minggu, 21 Februari 2021 | 23:46 WIB
0
474
Bagaimana Menyikapi Perbedaan Sumber Sejarah?
Sebuah Penelitian

Sumber penelitian merupakan hasil karya manusia. Boleh jadi di masa hidupnya, tidak ada lagi yang melakukan penelitian tentang apa yang ditemukannya, sehingga hasil penelitiannya bolehlah dikatakan akurat dan bisa dipercaya.

Tetapi jangan lupa, setiap generasi melahirkan generasi berikutnya. Ternyata generasi berikutnya ini menemukan hasil yang sama dengan peneliti terdahulu, hanya bedanya, hasil yang sama itu ditemukan di negara lain. Bagaimana menyikapinya ?

Inilah yang ingin saya kemukakan ketika berkunjung ke Irak untuk kedua kalinya pada tahun 2014. Saya bersama staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Baghdad berziarah ke makam Nabi Ayub Alaihisalam yang terletak di Babilon.

Saya sempat juga berdoa di samping makam dan sudah tentu siapa pun tahu sejarah kehidupan Nabi yang separuh hidupnya dicoba Allah dengan sakit dan tersingkir dari masyarakatnya. Nabi Ayub Alaihisalam menggambarkan sosok yang tabah dan redha akan cobaan sang pencipta. Tidak pernah mengeluh bahkan imannya semakin kuat.

Berziarah ke makam Nabi Ayub Alaihisalam merupakan perjalanan panjang saya dari Baghdad, ibu kota Irak menuju Masjid Al-Kufa (Al-Kufah) dan terus ke Padang Karbala, dan ketika akan kembali pulang  ke Baghdad, saya singgah di pemakaman Nabi Ayub Alaihisalam.

Ayyub atau Ayub adalah tokoh dalam Al-Qur'an, Alkitab, dan Tanakh. Dia kerap dijadikan sosok teladan dalam menghadapi ujian. Ketika melihat tempat dilahirkan kita sepakat, sang nabi utusan tuhan tersebut lahir di Yordania. Tetapi yang berbeda adalah bahwa meninggalnya, ada mengatakan di Irak, tetapi ada yang merujuk, meninggalnya di Kota Salalah, Oman. 

Ya, inilah yang saya maksud, adanya perbedaan tempat makam, yang satu di Irak dan satunya di Oman. Sudah tentu karena perbedaan sumber penelitian di dua tempat. Boleh jadi di kurun waktu yang juga berbeda.

Hanya yang mungkin kita sepakati adalah perjalanan saya dan staf Kedubes RI di Baghdad untuk berziarah ke pusat aliran Syiah, Najaf dan Karbala. Najaf terletak di luar Kota Baghdad. Atau empat jam perjalanan dengan mobil.

Najaf, di sanalah terletak makam Sayidina Ali bin Abi Thalib. Dialah sahabat utama Nabi Muhammad SAW yang menjadi khalifah ke-4 pada zaman Khulafaur-rasyidin. 

Masjid Al-Kufa, di Kufa, Irak adalah perjalanan berkesan saya selama di Irak, September 2014, tepatnya hari Sabtu,20 September 2014. Sebuah masjid yang dibangun Abad VII yang luasnya 11.000 persegi. Kufa atau Kufah merupakan sebuah kota di Irak. Jaraknya 170 km di selatan Baghdad.

Sudah dapat dipastikan memasuki Masjid itu saya sangat kagum. Masjid itu terawat dengan baik, bersih dan berlapiskan cahaya lampu. Di samping itu, saya bersama beberapa staf Kedutaan Besar RI di Baghdad, diajak berkeliling dan juga diperlihatkan di mana Sayidina Ali  sahabat Nabi Muhammad SAW berkantor di dalam sebuah ruangan selama di sana.

Staf kedutaan menyuruh saya melakukan sholat di sebuah tempat yang dianggap dekat makam sahabat Rasulullah tersebut.

Setelah berkeliling,  saya pun kembali ke penginapan. Besok, pada Hari Minggu, 21 September 2014, setelah beristirahat di Kufah, kami melanjutkan perjalanan ke Karbala. Dulunya sebuah padang pasir di mana Hussein, anaknya Ali terbunuh secara mengenaskan. 

***