Menurut Mona Elthawy, perempuan dan anak perempuan harus menentang sistem patriarki yang mengukuhkan nilai-nilai lama yang dianggap "dosa" sehingga tidak patut dilakukan mereka.
Empat tahun lalu, 2015, dia menghebohkan publik dengan karyanya, HEADSCARVES AND HYMENS: Why the Middle East needs a Sexual Revolution (KERUDUNG dan SELAPUT DARA: Mengapa Timur Tengah perlu Revolusi Seksual).
Kali ini wartawati, penulis dan feminis Amerika asal Mesir itu, Mona Eltahawy, kembali menggebrak dengan buku terbarunya, THE SEVEN NECESSARY SINS FOR WOMAN AND GIRLS (September 2019).
Mona seperti melanjutkan gebrakan Nawal al-Sa'dawi, yang karyanya sudah banyak diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Nawal juga dari Mesir, seorang dokter, penulis, novelis, aktivis, dan feminis kontroversial, yang sering dijuluki "Simone de Beauvoir dari Dunia Arab".
Simone de Beauvoir, filsuf dan feminis yang juga kekasih filsuf Jean-Paul Sartre ini dikenal luas, antara lain lewat karya besarnya, THE SECOND SEX (1949), juga sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Menurut Mona Elthawy, perempuan dan anak perempuan harus menentang sistem patriarki yang mengukuhkan nilai-nilai lama yang dianggap "dosa" sehingga tidak patut dilakukan mereka.
Mona justru mendorong keberanian mereka untuk bisa melakukan "tujuh dosa" yang perlu: - "to be angry, ambitious, profane, violent, attention-seeking, lustfull, and powerful" -.
Sila disimak argumennya dalam buku terbarunya ini, yang disebut sebagai suatu "manifesto feminis paling berani dan tanpa kompromi".
Atau simak juga penuturan Mona Elthawy: "MY BODY BELONGS TO ME" di saluran video TEDxEuston....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews