"Copas Journalism", Berita Iklan Pesanan Balaikota untuk Coronavirus

Kita melihat sekarang ini berita-berita konferensi pers seorang pejabat bisa menjadi berita iklan (advertorial atau pariwara) sesuai pesanan PR Agency. Dan itu, sudah pasti, ada harganya.

Kamis, 2 April 2020 | 16:54 WIB
0
997
"Copas Journalism", Berita Iklan Pesanan Balaikota untuk Coronavirus
Copy paste (Foto: tatkala.co)

Di kantor Balaikota hampir tiap hari Gubernur DKI Jakarta bikin konferensi pers untuk melaporkan informasi terbaru terkait soal coronavirus (Covid-19) di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya.

Maklum saja. Sejak wabah coronavirus merebak dalam satu bulan ini, menurut data resmi dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Provinsi DKI Jakarta selalu berada di posisi puncak untuk kasus jumlah warga terbanyak dan jumlah warga yang meninggal dunia karena positif terinfeksi coronavirus.

Data resmi terakhir per Rabu 1 April 2020 kemarin tercatat warga ibukota yang positif terinfeksi coronavirus 808 orang dari total 1677 orang warga negara Indonesia yang positif terinfeksi coronavirus (48,18%). Selain itu tercatat 85 orang warga ibukota meninggal dunia dari 157 orang warga negara Indonesia yang meninggal dunia karena coronavirus (54,14%).

Fenomena yang sangat menarik dari konferensi pers Gubernur DKI Jakarta di Balaikota tentang coronavirus adalah judul berita (headline) yang nyaris sama persis di hampir semua media online yang memberitakan hasil konferensi pers itu.

Sebagai contoh judul-judul headline di media-media online hasil konferensi pers Gubernur DKI Jakarta di Balaikota pada hari Senin (30/3) dan Selasa (31/3) lalu.

Judul headline media-media online pada hari Senin lalu seperti wajib mencantumkan kalimat “Suaranya Bergetar....” dan pada hari Selasa lalu dengan kalimat “Akan Bagikan Masker Gratis”.

Dan isi tubuh berita laporan hasil dua konferensi pers Gubernur DKI Jakarta di Balaikota itu pun nyaris sama. Seperti hasil tulisan yang di-copy paste. Kalaupun ada perbedaan penulisan di media-media online itu cuma beda-beda tipis.

Belakangan, sudah menjadi rahasia umum, dalam perkembangan industri media di Indonesian dikenal dengan istilah “Copy Paste Journalism”.

Banyak wartawan dari berbagai media, terutama media online, yang bekerja cukup dengan meng-copy paste siaran pers (press release) dari public relations agency (PR Agency), perusahaan kehumasan yang ditunjuk mewakili kepentingan kliennya. Biasanya pada praktek “copy paste journalism” ini ada wartawan yang kalau agak rajin kerjanya masih mau mengotak-atik judul dan isi siaran pers. Tapi kalau malas lagi datang ada wartawan yang menaikkan berita sama persis dengan yang dibuat PR Agency.

Bagi sebagian media yang independesi dan integritas redaksinya masih kuat berita-berita dari siaran pers biasanya tak layak muat sesuai kaidah jurnalistik. Tapi mereka memberi peluang ruang kavling pada halaman iklan berita yang kita kenal sebagai halaman advertorial atau pariwara.

Dan halaman advertorial atau pariwara itu, karena itu masuk kategori iklan, PR Agency harus bayar sesuai harga (rate) yang ditetapkan bagian iklan sebuah media. PR Agency pun harus melakukan pemesanan placement media beserta frekuensinya jauh-jauh hari.

Kini, dengan serbuan media online yang sangat gencar tiap detik selama dua puluh empat jam tiap harinya, ada pola pergeseran penempatan halaman advertorial atau pariwara ini.

Kita melihat sekarang ini berita-berita konferensi pers seorang pejabat bisa menjadi berita iklan (advertorial atau pariwara) sesuai pesanan PR Agency. Dan itu, sudah pasti, ada harganya.

Meminta media-media online semuanya secara khusus memberi judul headline yang “Suaranya Bergetar....” dan “Akan Bagikan Masker Gratis” sama persis untuk sebuah berita hasil konferensi pers pasti ada sebuah perjanjian khusus antara PR Agency dengan media-media online.

Zaman saya dulu jadi wartawan, 1988 - 1994, tak semua undangan dari PR Agency harus didatangi. Kalaupun hadir ke sebuah acara konferensi pers biasanya hanya untuk mendapatkan data atau informasi dari pihak pengundang saja. Untuk siaran pers dari PR Agency kalau yang dianggap penting masuk dokumentasi perpustakaan redaksi tapi kalau tidak langsung dibuang ke dalam keranjang sampah.

***