Harus diingat, pengguna cadar bukan hanya di Indonesia, tapi ada di seluruh belahan dunia. Mereka ada di Amerika, Inggris, Prancis, Australia, Afrika, China, dan lain sebagainya.
Kemarin waktu saya sedang melakukan pencarian, melintas status lama ini, saya klik dan sekian detik saya sempat blank, saya shock! Kalian bisa membayangkan bahwa saya yang nenulis status itu? Saya saja nggak, bener itu tulisan gue? OMG! Gue!
Sebenarnya pingin nulis kepsyen panjang, mungkin berbagi cerita, supaya bahan tertawa kalian makin banyak tapi jujur saya masih shock, dan masih sedang merewind memori, fase perjalanan rohani seperti apa yang sedang saya lalui di tahun itu..
Saya ingat tahun 2010-2011 adalah puncak pergolakan batin saya, antara ingin resign dari kantor, sebuah perusahaan swasta di bidang agrobisnis, atau bagaimana. Tentu saya harus mempersiapkan diri dulu untuk rencana ke depan jika memutuskan resign.
Intinya saya sudah merasa tidak nyaman berikhtilat (bercampur dengan non mahram) dan kadang-kadang harus berkhalwat (berduaan dengan non mahram) dengan rekan kerja di kantor (boleh kalau sudah mau ketawa).
Saya ingin segera keluar dari situasi tidak nyaman itu. Sesegera mungkin.
Tapi mungkin karena saya terus galau, Allah sendiri yang memutuskannya untuk saya. Suatu hari, di tahun 2012, saya ingat itu hari selasa tapi lupa bulannya, karena kemarinnya saya masih masuk kerja, hari itu saya bangun di pagi hari dalam keadaan zero energy dan lumpuh seluruh tubuh dari kepala hingga kaki. Seperti stroke begitu. Jangankan untuk bangun, mengangkat tangan pun tidak bisa. Hari senin itulah hari terakhir saya ngantor, bahkan saya tidak sempat berpamitan. Butuh waktu 6 bulan untuk saya kembali bisa berjalan lagi.
So, jangan meremehkan sebuah niat dan keinginan ya. Tugas manusia hanya membangun niat, ketika niatnya sudah lurus, bulat dan yang utama lillah, semesta akan bekerja mewujudkannya.
Sejak statement Menteri Agama tentang wacana pelarangan penggunaan busana yang tidak sesuai dengan aturan seragam ASN, i.e. cadar dan celana cingkrang, di lingkungan Kemenag (bukan di seluruh instansi pemerintah apalagi di seluruh Indonesia!), timbul reaksi dari netizen yang mewarnai pergeludan jagad medsos.
Dan reaksi yang paling ramai justru datang dari yang mendukung statement Menag tsb, bukan reaksi mengecam dari para pemakai cadar itu sendiri, wabil khusus yang bekerja sebagai ASN.
Berbagai tulisan, meme dan komentar tentang muslimah bercadar, yang datang dari Muslim abangan, non Muslim, dlsb, umumnya kelompok Jokower mewarnai TL saya. Dan saya pikir ini sudah pada tingkat bablas, sehingga saya merasa perlu menulis tentang ini.
Kenapa? Karena kebanyakan opini mereka tidak lahir dari sebuah pemahaman tentang kehidupan para pengguna cadar itu sendiri. Mereka tidak bergaul dengan mereka, tidak mengetahui paham dan alam pikiran mereka, bahkan pernah bertemu pun belum tentu.
Yang ramai beropini ini hanya melihat dari para pelaku "mendadak" hijrah yang makin marak sejak Pilkada DKI dan Pilpres.
Begini ya, ada perbedaan mendasar antara para "mendadak" hijrah, dan mereka yang benar-benar hijrah karena proses mengaji.
Para "mendadak" hijrah, umumnya hijrah secara instan, pendalaman ilmu agama, lebih khusus lagi mazhab yang mereka yakini kurang, sehingga saat marak kampanye politik yang menggunakan politisasi agama, menggunakan masjid selain untuk pengajian juga untuk menyampaikan pesan-pesan politik, para "mendadak" hijrah ini mudah terpengaruh mengikuti ustadz mereka.
Sehingga 'pendapat agama' mereka bisa dikatakan tidak murni, bahkan tidak jarang menyalahi ajaran agama itu sendiri.
Ini blundernya bagi pendengar (Jokower) yang tidak memahami mazhab yang dianut sobat hijrah ini. Lalu para Jokower mengira apapun yang dikatakan para "mendadak" hijrah ini, adalah sebuah mazhab agama.
Dan perkiraan dan asumsi yang salah kaprah ini menjadi pengetahuan umum bagi kelompok Jokower ini.
Pengguna cadar yang benar-benar berhijrah karena proses mengaji, akan benar-benar berperilaku dengan berpegang pada tuntunan agama yang mereka pelajari.
Meskipun saya tidak mengenal mereka semua, tapi saya punya keyakinan mereka bukan kelompok yang berteriak adzan akan hilang ketika Jokowi kembali berkuasa, yang mengatakan Jokowi dan pemerintah anti Islam, Indonesia negeri thoghut, dst..
Saya cuma melihat 2 kelompok yang sering mengatakan ini, pertama "mendadak" hijrah yang sudah terkontaminasi politisasi agama, dan kedua kelompok penganut khilafahisme, entah di level radikal atau setengah radikal.
Yang kedua ini di medsos umumnya juga berperan sebagai buzzer, agen hoax, atau tukang troll dan pembuat gaduh yang memang secara sengaja mereka lakukan untuk membuat negeri ini terus dalam keadaan tidak damai dan tentram. Salah satu tujuannya tentu untuk mengganggu pemerintahan Jokowi.
Jadi kesimpulan akhir saya adalah, saya sangat sangat prihatin ketika para Jokower ini melakukan resistensi kepada pengguna cadar, dengan mendasar pada penganut khilafahisme di atas.
Gess, untuk menjadi pengetahuan saja, para pengguna cadar yang berhijrah karena tuntunan agama, niat mereka adalah karena 'lillah'.
Tanpa perlu aturan larangan apapun, mereka sudah sadar betul segala konsekuensi yang harus mereka tanggung, saat pertama membangun niat. Seperti yang saya tuliskan di atas dari pengalaman saya sendiri.
Buat para pelaku hijrah, tuntunan mereka adalah agama. Jadi semisal mereka bekerja, dan pekerjaan tsb menghalangi mereka melakukan ajaran agama yang mereka yakini, dengan sukarela mereka akan melepaskannya. Tidak perlu disuruh-suruh, apalagi dilarang-larang.
Apakah sudah pernah menyaksikan pengguna cadar ASN melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah? Jika ada, maka patut diduga ia sudah terpapar paham radikalisme/khilafahisme.
Tapi jika belum pernah menyaksikan pengguna cadar ASN yang melakukan kecaman, stop beropini yang kalian tidak ada pengetahuan atasnya. Kalian mengada-ada...
Phobia cadar kalian kebablasan...
Harus diingat, pengguna cadar bukan hanya di Indonesia, tapi ada di seluruh belahan dunia. Mereka ada di Amerika, Inggris, Prancis, Australia, Afrika, China, dlsb..
Jika di negara non Muslim saja tidak terjadi kegaduhan seperti di sini, tidak terjadi paranoia segala macam, maka sangat memalukan dan memprihatinkan di negara 90% Muslim, pengguna cadar dan celana cingkrang tidak dapat hidup dengan tentram tanpa judgement dan diskriminasi.
Kita masih ingat setelah peristiwa penembakan di mesjid New Zealand, warga non Muslim di berbagai negara menunjukkan toleransi dengan ikut menjaga umat Muslim, yang di sini disebut dengan cynical berjenggot, celana cingkrang, berjilbab lebar, dst..
Apa kabar toleransi, inklusifisme dan pluralisme di NKRI ? Sekedar slogan? Manis di bibir lain di tindakan alias Jarkoni?
Gess... Yang sedang kita perangi adalah radikalisme, ekstrimisme dan terorisme.
Bukan pakaian!
Buat "mendadak" hijrah yang kemarin menyebut saya murtad, kafir, munafik, komunis, antek oseng-oseng... Awas ya kalau berani songong lagi di depan eyk, akutu udah lebih dulu mengalami fase "keculunan" yang kalian lewati sekarang, tauk! Hih.Kzl.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews