Coba ada mahasiswa yang berani demontrasi di kampus karena menolak kenaikan SPP atau uang pangkal yang selangit itu. Pasti akan dikenai sanksi atau malah bisa dikeluarkan.
Mengapa harga "ayam kampus" lebih mahal dari "ayam kampung"? Apakah karena disepuh atau dilapisi emas? Padahal rasanya dan bentuknya sama dan daya cengkramnya juga sama.
Yang membuat "ayam kampus" lebih mahal tak lain dan tak bukan adalah karena "merk dan brandingnya". Apalagi yang memakai jasanya kalangan menengah dan atas.
Ayam kampung boleh turun terjun bebas tapi jangan harap ayam kampus akan turun harga, yang ada malah naik terus. Peternak ayam boleh menjerit karena turunnya harga ayam. Tapi ayam kampus tidak akan pernah menjerit, tapi akan selalu mendesah dan menggigit.
Nah, dalam demontrasi kemarin, para mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai kampus turun ke gedung DPRD dan DPR menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK.
Dan dalam demontrasi tersebut berakhir ricuh antara aparat dan mahasiswa/wi. Agresif dibalas represif. Fasiltas umum rusak,kendaraan dibakar dan korban tidak bisa dihindarkan, baik dari aparat atau dari para mahasiswa. Bahkan di daerah ada demonstran atau mahasiswa ada yang meninggal.
Kebrutalan dan kebringasan demontran yang berbaju almamater dari berbagai kampus yang merusak fasilitas umum tidak ada yang berani mengecam.
Malah cenderung dibenarkan atau ditoleransi sebagai akibat revisi UU KPK dan rencana pengesahan RUU KUHP. Bahkan tidak ada rektor atau dosen dan akademisi yang mengecam tindakan merusak fasilitas umum yang dilakukan oleh mahasiswa.
Mengapa kalau ada masyarakat umum yang melakukan demontrasi dan melakukan perusakan fasilitas umum, bahkan timbul korban jiwa seperti demontrasi 21-22 Mei-akademisi dan pengamat, aktivis, Komnas HAM cenderung diam dan mendukung tindakan refresif atau tindakan tegas dari aparat?
Mengapa kalau ada demontrasi dengan memakai baju almamater kampus yang dilakukan para mahasiswa dan melakukan perusakan fasilitas umum dan timbul korban jiwa, reaksi dari akademisi, pengamat, aktivis dan Komna HAM begitu lantang dan menuntut penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat?
Kalau yang demontrasi masyarakat umum dan timbul kerusuhan atau merusak-dapat label "perusuh", sedangkan kalau mahasiswa demontrasi dan timbul kerusuhan dan merusak fasilitas umum-dapat label-agen perubahan.
Karena nilai tawar atau nilai jual dengan merk dan brading mahasiswa lebih menjual dibanding demontrasi yang dilakukan oleh masyarakat umum. Sekalipun sama-sama merusak dan timbul korban jiwa. Makanya jangan heran kalau "ayam kampus" juga lebih mahal dibanding "ayam kampung". Sekalipun sama rasanya dan sama bentuknya atau pelayanannya.
Bahkan suatu rezim atau pemerintahan bisa jatuh oleh suatu gerakan mahasiswa. Suatu pemerintahan atau rezim lebih takut oleh gerakan demontrasi mahasiswa. Tapi mahasiswa juga takut sama sanksi dari kampus atau rektornya
Coba ada mahasiswa yang berani demontrasi di kampus karena menolak kenaikan SPP atau uang pangkal yang selangit itu. Pasti akan dikenai sanksi atau malah bisa dikeluarkan.
Harga bensin atau bahan bakar naik Rp1000 mahasiswa seluruh Indonesia bisa turun ke jalan menolak kenaikannya. Tapi ketika kampus-kampus menaikkan uang pangkal dan SPP yang setiap tahun selalu naik itu-tidak ada mahasiswa yang melakukan demontrasi menolak kenaikannya.
Begitulah sifat dan karakter mahasiswa zaman sekarang.
Jadi tahukan kenapa harga "ayam kampus" lebih mahal dari "ayam kampung"? Merk dan Brand!!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews