Memikirkan Kata

Saya membaca tuntas buku setebal 500 halaman ini. Selain kontennya menarik, desainnya luar biasa apik.

Sabtu, 10 September 2022 | 06:20 WIB
0
205
Memikirkan Kata
Buku

Setiap buku punya kisah kepemilikannya masing-masing, serupa semua buku punya kisah kepenulisannya sendiri-sendiri.

Kisah kepemilikan saya atas buku berjudul "Memikirkan Kata: Panduan Menulis untuk Semua" berawal di satu kafe." Bakoel Koffie namanya. Di Cikini, Jakarta, lokasinya.

Satu petang di akhir 2021 saya menyambangi Bakoel Koffie, kafe favorit saya, bersama staf saya. Saya memilih lantai atas. Seraya menanti pesanan saya disiapkan, saya melihat-lihat deretan buku di rak buku yang terletak di semacam "ruang eksekutif" kafe tersebut. Ruang itu biasa dipakai untuk pertemuan atau diskusi. Untuk memakai ruang itu, pengunjung biasanya dikenakan pembelian makanan dan minuman dalam jumlah minimum tertentu. 

Mata saya tertumbuk pada buku lumayan tebal bersampul dominasi warna kuning. Saya menerka-nerka ini buku yang diterbitkan secara independen. Mungkin tidak dijual di toko buku dan hanya bisa dibeli daring. Saya membaca halaman belakang berisi kutipan pernyataan perempuan penulis hebat Virginia Wolf. Judul buku ini kiranya dinukil dari pernyataan Wolf itu.

"Kata-kata seperti halnya kita, untuk dapat hidup dalam ketenangannya, membutuhkan wilayah pribadi mereka. Kata-kata menginginkan kita untuk berpikir, dan mereka menginginkan kita merasa; sebelum kita menggunakannnya; tetapi mereka juga ingin kita berhenti sejenak; untuk menjadi tak sadar. Ketidaksadaran kita adalah wilayah pribadi mereka; kegelapan kita adalah cahaya bagi mereka". Begitu Wolf berkata-kata.

Saya kembali ke meja saya, menyeruput vietnam drip yang susu kental manisnya saya minta dikurangi, juga mengunyah pisang goreng. Saya meninggalkan Bakoel Koffie dihantui keinginan kuat memiliki "Memikirkan Kata."

Pekan depannya saya kembali ke Bakoel Koffie, memilih lantai atas. Pula seraya menunggu pesanan makanan dan minuman disajikan, saya melongok rak buku. Kali ini saya menjumpai dua eksemplar "Memikirkan Kata". Satu yang saya baca-baca pekan sebelumnya dan satu lagi masih terbungkus plastik.

Didorong hasrat kuat memilikinya, saya bertanya kepada pramusaji, apakah saya bisa membeli satu di antaranya, yang masih terbungkus plastik. Sang pramusaji awalnya mengatakan tidak bisa.

Sejurus berikutnya ia mengatakan akan menanyakan kepada bosnya. Dia meminta nomor telepon selular staf saya.

Beberapa hari kemudian sang pramusaji menghubungi staf saya, menyampaikan bosnya mengijinkan saya membelinya. Sopir saya kemudian ke Bakoel Koffie untuk membeli buku terbitan Galeri Buku Jakarta itu. Harganya, seingat saya, Rp200-an ribu.

Untuk apa memikirkan kata? Senior saya di Metro TV dan Media Indonesia Saur Hutabarat mengajarkan kepada para penulis editorial, termasuk saya, untuk menulis serupa "buang angin." Lepaskan dan lampiaskan saja kata-kata. Jangan terlalu dipikirkan. Toh Anda bisa mengeditnya kelak, seusai kata-kata tuntas terlampiaskan.

Seirama dengan Saur, penulis Natalie Goldberg memberi tips menulis: teruskan tanganmu bergerak menulis; menulislah serupa kehilangan kendali; jangan berpikir; tak perlu mengkhawatirkan tanda baca; Anda bebas menuliskan kata-kata, kata-kata sampah sekalipun. 

"Memikirkan Kata" memuat tips menulis Wolf dan Goldberg. Wolf dan Goldberg hanyalah dua dari begitu banyak kisah kepenulisan penulis-penulis hebat dunia yang termuat di buku ini. Sebutlah di antaranya George Orwell, Gabriel Garcia Marquez, , Ernest Hemingway, Haruki Murakami, Orhan Pamuk, termasuk penulis Indonesia seperti Rendra, Afrizal Malna, Joko Pinurbo. Terserah pembaca tips menulis atau kisah kepenulisan mana yang akan diadopsi. 

Saya membaca tuntas buku setebal 500 halaman ini. Selain kontennya menarik, desainnya luar biasa apik. 

"Memikirkan Kata" buku kedua bagi saya yang kisah kepemilikannya berawal dari kafe. Buku pertama, "Kisah Pendekar Kopi", kisah kepemilikannya berawal dari rak buku di satu kafe di Bogor, Jawa Barat.

***