Orang-orang kreatif ini mampu menciptakan "ikon" baru dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Contohnya Citayam Fashion Week.
Selalu ada pasangan fenomenal di dunia ini, nyata maupun maya, khususnya menyangkut pasangan asmara; mulai cerita klasik Romeo-Juliet, Sampek Eng Tay, Laila-Majenun, Arok-Dedes, Srintil-Rasus, Galih-Ratna, sampai sekarang Roy-Jeje.
Siapa gerangan Roy-Jeje itu? Mungkin tidaklah penting. Tetapi, ya merekalah pasangan anak muda; laki dan perempuan. Yang cowok biasa dipanggil Roy, yang cewek biasa disapa Jeje. Mereka inilah pasangan yang mendadak viral berkat SCBD.
SCBD yang Sudirman Center Business Distrik itu? Bukan, ini SCBD yang lain, yaitu Sudirman Citayam Bojonggede, Depok!
Hah, apalagi ini? Ya itu, SCBD yang ada unsur Citayam di dalamnya mendadak "hype" dan viral akhir-akhir ini berkat sebuah kreativitas yang disebut Citayam Fashion Week (CFW). Konon unjuk fashion jalanan ini dipuji beberapa pengamat busana dari luar negeri. Kurang hebat apa tuh Citayam, Bro!
Saya yang terbiasa berpikir "mind mapping" sampai juga pada satu "bubble"; bukankah Citayam-Bojonggede-Depok itu secara administratif dan geografis masih menjadi bagian Jawa Barat? Bukankah SCBD yang pusat bisnis itu adanya di DKI Jakarta?
Saya jadi berpikir konspiratif; bukankah Gubenur Jabar itu Ridwan Kamil alias Kang Emil, sementara Gubernur DKI itu Anies Baswedan alias Wan Abud?
Jangan-jangan terjadi persaingan terselubung jelang Pilpres 2024 di mana elektabilitas Ridwan Kamil yang terseok-seok berusaha mengejar elektabilitas Anies yang sudah menclok di urutan ketiga besar setelah Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Diam-diam ada pergerakan massa yang terdiri orang-orang kreatif Jabar menginvasi SCBD, sebuah ruang publik yang cocok dijadikan arena untuk mencuri perhatian orang yang lalu-lalang maupun melalui media sosial. Salah satunya melalui kegiatan CFW tadi.
Bukankah seharusnya CFW galibnya dilakukan di lapangan Gasibu Bandung atau di Jalan Asia Afrika Bandung, lalu mengapa harus di SCBD Jakarta?
Oh ya barangkali soal jarak saja. SCBD bisa ditempuh melalui jalur KRL Bogor-Tenabang kurang lebih satu jam saja, sementara untuk ke Gasibu atau Jalan Asia Afrika Bandung perlu waktu 4 bahkan hingga 6 jam. Sampai di sini, wajarlah...
Selaku penulis, menarik bagi saya mengupas fenomena ini yang membuat SCBD punya makna ganda (ambigu).
Percayalah, sebuah nama atau kata itu akan hidup jika terus-menerus digunakan. Jika SCBD sebagai pusat bisnis tidak banyak dikatakan dan bahkan dilupakan, maka SCBD yang lain, yaitu Sudirman-Citayam-Bojonggede-Depok yang akan lebih dikenal.
Kalau toh ada orang yang mengorkestrasi kegiatan CFW sehingga orang menyebut-nyebut SCBD, dipastikan orang ini dari jenis manusia kreatif, yang bisa "menghidupkan" sebuah kuburan sepi menjadi keramaian luar biasa. Di jaman politis menuju Pilpres 2024 ini, kelak orang-orang kreatif seperti inilah yang paling banyak dilirik politikus, khususnya yang bakal mejeng menjadi balon presiden maupun wapres.
Orang-orang kreatif ini mampu menciptakan "ikon" baru dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Contohnya CFW. Bahwa kemudian SCBD yang lebih dikenal, itu karena "locus" sendiri punya nilai berita dan itulah yang dibicarakan banyak orang.
Bukankah politikus seperti Muhaimin Iskandar dan Puan Maharani yang belum beranjak dari "Baskom" (barisan satu koma) seharusnya meniru cara orang-orang Citayam dalam berkreasi sehingga membuat nama Citayam mendua.
Saya tidak tahu caranya bagaimana Muhaimin atau Puan (saya mengambil contoh dua politikus ini dengan "tone" positif, ya, jangan salah paham!) bisa viral dan namanya disebut-sebut khalayak ramai.
Apakah mungkin -ini yang baru saya bayangkan sekilas- Muhaimin dan Puan berlenggak lenggok di atas "catwalk" jalanan SCBD memamerkan busana mereka, sementara ratusan mata kamera mengabadikan aksi mereka berdua, setelah itu orang-orang membagikan dan memviralkannya.
Mungkin ini cara terbaik buat mereka berdua atau balon capres/cawapres lainnya seperti Airlangga, AHY, Sandiaga, Erick Tohir dll daripada memasang baliho-baliho raksasa di setiap sudut kota yang belum tentu juga dilirik massa.
Kemudian buatlah replika spot-spot "SCBD" lainnya di berbagai kota dan atraksi itu bukan hanya sekadar berjalan di atas "catwalk" jalanan, tetapi mungkin dijadikan acara curhat-curhatan antara politikus dengan calon pemilihnya.
Oh ya jangan lupa, ciptakan juga pasangan "ikonik" seperti Roy dan Jeje itu untuk semakin menghidupkan acara dan suasana. Kalau susah mencarinya, ya saya pribadi bersedia menjadi "Roy"-nya. Tetapi tolong tanya dulu Luna Maya apa dia mau dijadikan "Jeje"-nya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews