Kunci Menulis di Medsos, Jangan Baper!

Kamu mau protes dan teriak-teriak di medsos untuk menanggapi itu semua? Percuma, itu berarti kamu sudah masuk perangkap mereka. Kamu sudah kena troll, sebagaimana barracuda.

Kamis, 17 September 2020 | 07:59 WIB
0
321
Kunci Menulis di Medsos, Jangan Baper!
Marah di medsos (Foto: femalesia.com)

Jangan menganggap semua orang penghuni jagat maya Internet itu suka sama kamu. Jangan berharap orang-orang menyukai apa yang kamu lakukan sekalipun yang kamu kerjakan itu baik. Jangan pula bawa perasaan (baper) kalau karyawamu di medsos "dibecandain", dihina, direndahkan, padahal kamu menganggap itu karya terbaikmu.

Heeemmm... jadi sikapku mesti bagaimana ketika karyaku di medsos dikritik dan dinyinyirin orang? Demikian kamu bertanya.
Yang harus kamu lakukan adalah belajar membedakan mana kritik yang berguna dan kritik yang tidak berguna. Selalu begitu. Setiap hari. Setiap kamu bermedsos. Serap kritik yang berguna dan abaikan kritik yang tidak berguna. "Take it or leave it".

Ketahuilah, karakter orang di dunia maya sesungguhnya sama saja dengan di dunia nyata. Saya menyebutnya "paralel" atau beriringan. Hanya saja, dunia maya dalam wujud media sosial (medsos) kadang sering digunakan sebagai alat memanipulasi diri untuk berbagai kepentingan.

Sikap hormat, bijak, welas asih di dunia nyata kadang menjadi berkebalikan jika sudah memasuki dunia maya. Atau malah sebaliknya, orang yang sangar, begajul, kasar di media sosial, malah hatinya selembut Rinto jika sudah bertemu di dunia nyata.

Jadi, saya semakin meyakini kebenaran kata-kata Jean Baudrillard, bahwa media itu cuma sekadar simulasi (simulacra), hyperreallity atau bahasa kekinian "bohong-bojongan", apalagi media sosial yang penggunanya bisa berubah menjadi siluman, anonim.

Di dunia maya, termasuk medsos, ada orang yang kerjanya trolling, mancing-mancing kerusuhan/kemarahan, menghina, meledek, merendahkan, sok pintar, sampai-sampai Tom Nichols membuat buku "Matinya Kepakaran". Ini karena dominasi netizen dengan "kemahatahuan"-nya itu, sehingga suara pakar menjadi terdengar lamat-lamat, lalu hilang.

Tidak dipungkiri, kita juga menghadapi kenyataan banyaknya pakar yang baperan. Ini sekaligus kritik saya kepada Nichols; netizen merajalela karena pakar tersingkir -tepatnya menyingkirkan diri. Alasannya bisa macam-macam; bisa karena menganggap medsos sekadar sampah, bisa juga tidak punya nyali mempertahankan argumen melawan argumen liar netizen.

Di medsos, tidak terhitung orang yang memang berniat untuk trolling. Kadang mereka memancing dengan sebuah percakapan tentang kamu. Tentu saja tentang keburukanmu. Ketahuilah, kebaikanmu jarang menarik perhatian orang untuk menulis tentang dirimu dibanding jika kamu melakukan kesalahan atau keburukan.

Jadi, siap-siap saja gambarmu dijadikan meme menyakitkan, gambar videomu dipenggal-penggal untuk direkayasa, fotomu dimanipulasi sehingga menjadi 180 derajat dengan yang sebenarnya.

Kamu mau protes dan teriak-teriak di medsos untuk menanggapi itu semua? Percuma, itu berarti kamu sudah masuk perangkap mereka. Kamu sudah kena troll, sebagaimana barracuda. Sekuat-kuatnya ikan ganas itu kalau sudah kena pancingan troll tetap tak berdaya, mengikuti saja ke mana kapal melaju membawa pancingan.

Terus, harus bagaimana dong? Mesti diapakan?

Jawabannya: diamkan saja!

Terus?

Terus... kamu segera menulis lagi di medsos, sampai orang itu capek sendiri menyinyirimu!

***