Bolehkah Orang Kristen Memberikan Kritik kepada Pendeta?

Jadi apakah kita kualat kalau meluruskan ajaran yang salah? Tentu tidak. Karena Tuhan melihat hati manusia. Apakah motivasinya benar atau tidak.

Rabu, 20 Mei 2020 | 09:43 WIB
0
758
Bolehkah Orang Kristen Memberikan Kritik kepada Pendeta?
ilustrasi pixabay

Ini adalah tulisan ke dua saya tentang dunia kekristenan. Beberapa waktu saya yang lalu saya menulis Pendeta Kristen Saling Serang karena Corona, Berbahayakah? Masih ada hubungannya dengan fenomena pada tulisan tersebut, tapi kali ini saya mau membahas sisi lainnya.

Media sosial seperti youtube, facebook, blog hingga instagram turut dipakai oleh gereja-gereja di Indonesia untuk mengabarkan injil yang adalah kabar baik.

Namun tampaknya tak semua pengabaran itu adalah injil yang sesuai Alkitab, sehingga menimbulkan pro kontra dikalangan pengajar dan pengkotbah kristen.

Misalnya pengakuan Pendeta Niko Njotorahardjo yang disuruh secara langsung oleh Tuhan untuk menghentikan Corona, dan pendeta Yakub Nahuway yang bilang bahwa corona virus punya mata dan hanya menyerang orang yang tidak percaya (tidak beriman kepada Yesus Kristus). Untuk lebih jelasnya silahkan baca tulisan saya yang saya sebut di atas.

Saya tambahkan, bahkan ada pendeta bernama Iin Tjipto yang mengaku disuruh Tuhan untuk berperang melawan Corona ke kutub utara. Namun dalam kesaksiannya yang cukup bikin heboh, ditemukan banyak kejanggalan.

Akhirnya kejanggalan itu dibongkar dan menuai polemik, ada yang tetap percaya, ada yang mengecam kok orang masih percaya dengan ajaran yang tidak sesuai fakta serta Alkitab.

Muncullah peringatan dari orang-orang yang menganggap pendeta itu adalah orang yang diurapi Tuhan, jadi jangan macam-macam nanti kita bisa "ditampar" Tuhan. Bisa kualat, begitu kurang lebih.

Dalam Efesus 4:11-12 yang berbunyi:

"Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus." Memang Tuhan memakai jabatan-jabatan tertentu untuk menyampaikan pesannya.

Jika di perjanjian lama menggunakan para Nabi, maka di perjanjian baru para Rasullah yang menyampaikan pesan Tuhan. Rasul dalam pengertian ini adalah kedua belas murid Yesus Kristus yang menemaniNya selama Dia melayani di bumi sebelum naik ke Sorga.

Jika nabi menyampaikan pesan Tuhan dengan berkata, "Allah berkata.." Maka saat Yesus, yang adalah Allah yang mahatinggi turun menjadi manusia ke bumi, Dia langsung berkata, "Aku mengatakannya kepadamu."

Contohnya, dalam Keluaran 3:14,"Firman Allah kepada Musa: "AKU ADALAH AKU ." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU  telah mengutus aku kepadamu." Musa dipakai Tuhan sebagai perantara pesannya.

Tapi saat Yesus datang ke dunia dia berbicara dengan cara seperti ini, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum;  siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama  dan siapa yang berkata: Jahil ! harus diserahkan ke dalam neraka  yang menyala-nyala."(Matius 5:22)

Dalam hal ini Yesus berbicara dengan penuh otoritas karena dia adalah Allah (Allah anak dalam konsep tritunggal).Kini semua perkataan Yesus sudah tercatat di dalam Alkitab.

Hanya satu sebenarnya perintah Yesus, yaitu menyelamatkan banyak jiwa. Artinya memberitakan kematian dan kebangkitannya sampai ke ujung bumi. Agar banyak orang yang percaya dalam nama-Nya memperoleh keselamatan.

Inilah amanat agung yang tertulis dalam Matius 28:19-20: Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah  mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. 

Maka muncul kontroversi saat ada orang kristen yang mengajarkan sesuatu di luar Alkitab. Bukan secara peristiwa saja, tapi secara prinsip-prinsipnya. Misalnya seperti pengakuan Iin Tjipto yang berkata disuruh Tuhan utnuk melakukan peperangan rohani melawan corona ke kutub utara.

Peperangan rohani sendiri sejatinya adalah perjuangan melawan dosa, bukan hal lain apalagi corona. Maka muncul tokoh-tokoh kristen yang coba mengcounter ajaran tersebut. Seperti pendeta Muriwali Yanto Matalu dan pendeta Esra Soru dalam channel youtubenya.

Saya sendiri sebenarnya setuju agar umat kristiani tidak mudah melabeli seseorang sesat hanya karena perbedaan. Sebab konon di masa lalu kata sesat sudah banyak memakan korban lewat pertumpahan darah. Tapi apakah mendiamkan suatu ajaran yang tidak sesuai Alkitab adalah baik? 

Coba kita membaca Efesus 4:13-14," sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan."

Dari ayat ini , dan masih banyak ayat lainnya .Alkitab sendiri sudah memperingatkan akan adanya penyesat-penyesat. Maka kalau tidak ada orang kristen yang meluruskan berbahaya jugakan. Lalu benarkah pendeta itu adalah sosok yang diurapi Tuhan sehingga tak boleh dikoreksi atau kritik? 

Inilah fatalnya jika ada tokoh-tokoh yang mengaku paling dekat dengan Tuhan. Bersaksi bahwa Tuhan pernah membawanya ke sorga, ke neraka, hingga bersaksi pernah bertemu Tuhan secara langsung. Jemaat jadi takut karena merasa pendeta tersebut sangat dekat sama Tuhan.

Bersyukur jika kita masih boleh mendengar pengajaran yang murni yang berasal dari Alkitab.Gereja sendiri pernah memasuki masa kegelapan pada abad pertengahan. 

Semua orang, tanpa terkecuali, dituntut untuk selalu berpegang pada dogma-dogma gereja, dan terdapat larangan untuk bertanya mengenai berbagai hal.  Jika pihak gereja tidak mampu untuk menjawab pertanyaan dari masyarakat, maka orang yang bertanya akan dianggap sesat dan akan disingkirkan.

Apakah kita mau kembali ke jaman itu? Tentu tidak. Bukan pula kita mau berdebat dengan setiap pengajar, beda-beda sedikit adalah hal yang wajar, gak usah diributin.

Itulah yang dilakukan bapak-bapak gereja seperti Martin Luther, Erasmus Desiderius Roterodamus, Ulrich Zwingly hingga John Calvin. Mereka menggerakkan reformasi gereja saat penyelewengan sudah bersifat fundamental dan mengarahkan umat pada hal yang tidak diajarkan Alkitab 1 Samuel 16 : 7  berkata, "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."

Jadi apakah kita kualat kalau meluruskan ajaran yang salah? Tentu tidak. Karena Tuhan melihat hati manusia. Apakah motivasinya benar atau tidak.Kalau kita melawan ajaran yang benar barulah kita berdosa.Hanya saja, sebagai orang kristen kita tetap harus menjaga etika, dan jadi berkat.

Yang tidak boleh adalah menghakimi secara tidak adil. 2 Timotius 3:16 berkata,"Segala tulisan yang diilhamkan mAllah   memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.Tuhan memberkati.

Penikmat yang bukan pakar.

***