Terbuat dari Apakah Hatimu, Pak Jokowi?

Jokowi melakukan langkah politik “murah meriah” untuk membalikkan keadaan dan menaikkan point kepuasan masyarakat padanya.

Senin, 10 Juli 2023 | 21:41 WIB
0
171
Terbuat dari Apakah Hatimu, Pak Jokowi?
Presiden Jokowi jenguk Cak Nun (Foto: CNN Indonesia)

Begitulah netizen bertanya. Sehingga dia menyempatkan waktu untuk mengunjungi orang yang sakit, pendarahan di otak, dirawat di rumah sakit - padahal pernah menjulukinya sebagai Firaun? 

Presiden Jokowi bukan hanya berlapang dada, tapi juga punya jiwa besar untuk mengayomi semua, rakyatnya yang sehat maupun yang sakit, yang mencintai maupun yang memakinya. Rakyat yang memberikan predikat baik dan yang buruk. 

Seandainya saya yang jadi presiden - dan mendapat julukan itu, mungkin saya juga tak mengggubrisnya . 

Sebaliknya, enggan juga untuk menemuinya, mengunjunginya, menyambanginya, peduli pada sakitnya. 

Mengurus 273 juta warga Indonesia jauh lebih penting, ketimbang melayani pengamen agama yang lagi mabuk di panggung itu .  

Ada lebih 150 juta warga di seantero Nusantara yang siap menyambut dengan gegap gempita dan suka cita, mengapa repot mendatangi dia yang berkali kali meluapkan kebencian padanya, mengejek aksen bahasa Inggrisnya, merendahkan martabat dan kepresidenannya. Dan segala hal buruk lainnya. 

Terngiang kata-kata pedasnya di panggung - yang diluapkan dengan penuh kemarahan; "Sampai sekarang saya tidak bisa dipanggil presiden! Saya yang berhak panggil presiden. Karena aku rakyat, aku yang bayar! "

"Saya tidak pernah mau dipanggil ke istana. Hina kalau saya ke sana! Ini bukan kesombongan. Katanya, rakyat yang pegang kedaulatan. Katanya demokrasi, ” kata si pendakwah disambut tawa jemaahnya. 

“Presiden ‘kan ‘outsourcing’? Buruh lima tahun. Kok manggil manggil boss? Buruhnya dong yang melamar, supaya bisa ketemu boss” 

Begitu kata si pendakwah yang menyebut Presiden Jokowi sebagai Firaun itu - mengejek dengan nada jumawa . 

Umat Islam sebagian besarnya pernah mendapat dongeng tentang perempuan Yahudi tuna netra di sudut pasar Madinah. Perempuan pengemis yang selalu mencela Rasulullah kepada setiap orang yang mendekatinya - agar tidak terpengaruh ajaran nabi. Alih alih balas memaki, Muhamad SAW justru menyambangi dan menyuapinya, tiga kali seminggu. 

Namun itu adalah cerita dongeng yang diulang ulang para pendakwah di panggung. Tidak ada pendakwah yang pernah nampak mempraktikannya. Juga sosok yang oleh pengikutnya disebut “kyai” dan ”budayawan” itu.

Ironinya adalah yang mampraktikkan adalah sosok presiden yang kerap dituduh anti Islam dan dianggap meminggirkan Islam, yang sejak awal tampilnya dituding turunan China, orang Kristen, tak jelas siapa orangtuanya. Dialah yang mempraktikkan apa yang diajarin Nabi Muhammad SAW itu. 

Sahabat saya yang Kristen, mengutip Alkitab menyatakan, “Cintailah musuhmu. Kasihilah setiap orang yang memusuhimu. Berkatilah setiap orang yang mengutukmu. Berbuat baiklah kepada semua orang yang membencimu, dan berdoalah bagi setiap orang yang menghina serta menganiaya kamu”.

Kristen adalah ajaran yang memuliakan kasih. 

Sebagai muslim yang kerap mendengar dakwah, dalam kehidupan nyata, tak pernah saya dengar ada pendakwah, ustadz, ulama, yang mendatangi musuhnya, lawannya yang terkapar dan sakit. Sebaliknya, bahkan terhadap yang tak mereka kenal, terhadap isu yang tak tahu persis duduk perkaranya, para pendakwah dan mereka yang disebut “ulama” dengan enteng langsung menghakimi, “kafir!” “bidah”, “sesat”, “keluar dari islam”, “menghina ulama” , “meminggirkan Islam” dan bermacam tudingan kelam lainnya.

Maka, cara pembalasan pak Jokowi di RS Sardjito itu, kepada dia yang telah memusuhinya, sangat elegan dan sangat cerdas . Luar biasa.

“Itu gaya Solo!” kata Panda Nababan, politisi kawakan, yang pernah melihat langsung bagaimana Jokowi memperlakukan Panglima Gatot Nurmantyo, yang merendahkan kepresidenannya. 

Hadil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada April 2023 menunjukkan, tingkat kepuasan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai 82%. Angka ini merupakan kepuasan kinerja presiden tertinggi kepada Jokowi selama menjadi presiden.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, kinerja Presiden Jokowi dinilai positif oleh 82% responden. Rinciannya, 12,3% mengatakan sangat puas dan 69,7% puas. Sebaliknya, penilaian negatif oleh responden sebesar 17,5%. Terdiri dari kurang puas 15,9% dan tidak puas sama sekali 1,6%. Sisanya, 0,5% responden tidak tahu/tidak menjawab.

"Jadi tampaknya ini dalam data LSI adalah capaian tertinggi kinerja presiden, penilaian positif tertinggi kinerja presiden dari masyarakat," ujar Djayadi Hanan dalam konferensi pers virtual di kanal YouTube LSI, Rabu (3/5/2023).

Nampaknya kunjungan kepada pendakwah  yang menjulukinya Firaun itu, akan menambah poin dari 82% kepuasan rakyat, yang sudah dia capai di ujung jabatannya di periode ke dua. Capaian yang belum pernah didapat oleh presiden Indoensia selama aini.  

Sekali lagi, Jokowi melakukan langkah politik “murah meriah” untuk membalikkan keadaan dan menaikkan point kepuasan masyarakat padanya. 

Orang Jawa menyatakan: “menang tanpa ngasorake” (merendahkan), "ngampleng (menabok) tanpa tangan".

Sebaliknya, cemooh ditujukan kepada hati si penghujat, yang dianggap tidak sepercuil pun ada kemuliaan yang dia miliki, yang sebanding dengan sosok yang dihujatnya.

Seekor Singa, memang tak pernah menggubris gonggongan anjing. Seorang satria tak pernah membalas gigitan nyamuk. Sebab, setelah kenyang nyamuk pun akan terdiam sendiri - begitu kata pepatah. 

Level tertinggi dari agama adalah akhlak. Dan itu tak cukup hanya dengan didakwahkan. Dinaikan ke panggung dan dijadikan duit oleh pendakwahnya. Melainkan dipraktikkan dengan mengorbankan gengsi.

"Revenge is the best medicine, and what Jokowi did is the best revenge ever"

Kayak kuwe bahasa Ngapaknya.

***