Kemunafikan Membuat Nalar Buntu

Indonesia juga tak perlu meniru bangsa lain. Kita tak perlu menjadi Arab atau Amerika. Kita perlu menengok ke dalam rahim peradaban kita sendiri, karena keunggulan dan keluhuran sudah selalu ada di sana.

Selasa, 4 Januari 2022 | 13:20 WIB
0
167
Kemunafikan Membuat Nalar Buntu
Kemunafikan (Foto: rumahfilsafat.com)

Sekitar jam 10 malam, bilangan Tanah Abang Jakarta, saya berjalan. Baru saja selesai berjumpa dengan seorang teman dari jauh. Saya kaget, karena ada sosok berjalan di kegelapan. Ia tidak menyerupai manusia.

Ternyata, ia adalah seorang perempuan. Tubuhnya ditutupi oleh kain dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ia berjalan biasa, namun tampak menyeramkan, karena pakaian yang ia gunakan. Saya teringat film Sundel Bolong yang saya tonton sewaktu saya kecil.

Saya perhatikan, semakin hari, semakin banyak wanita berpakaian seperti itu. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, ia mengenakan kain. Sama sekali tak ada keindahan di dalamnya. Katanya, mereka berpakaian seperti itu untuk menghindari tatapan penuh nafsu pria.

Rupanya, pria Indonesia berotak kotor. Namun, perempuan yang harus kena getahnya. Di negeri tropis yang panas dan lembab ini, mereka terkurung di balik kain. Mereka bahkan tak lagi menyerupai manusia.

Kemunafikan Total

Budaya lokal pun hancur. Pakaian tradisional, yang begitu indah dan memukau, terlupakan dari ingatan. Semua demi mencegah membangkitkan nafsu para pria bodoh berotak kotor. Pria yang bodoh, namun perempuan yang harus dipenjara. Itulah Indonesia jaman now.

Bersamaan dengan itu, pelacuran tersebar di berbagai tempat. Karena dianggap ilegal dan tak sesuai agama, pelacuran dilarang. Namun, pelanggannya semakin banyak, justru karena ia terlarang. Sekarang, pelacuran menjadi liar, dan tersebar di berbagai penjuru tempat, tanpa kontrol.

Walaupun sudah dilarang tegas oleh pemerintah, konten pornografi tetap tersebar. Selalu ada cara baru untuk mendapatkannya. Larangan dari Pemerintah hanya terkesan himbauan tanpa makna. Tak hanya orang dewasa, anak kecil usia sekolah dasar pun kini bisa mendapatkan akses ke konten pornogorafi, nyaris tanpa usaha.

Kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual juga terus meningkat. Pemerintah dan para wakil rakyat diam membisu. Himbauan moral agamis terus dinyanyikan.

Namun, pelaku pemerkosaan dan pelecehan seksual justru kerap bersembunyi di balik agama kematian yang merusak peradaban. Janji para penegak hukum untuk menindak pelaku dengan tegas hanya menjadi janji kosong belaka.

Kemunafikan memang menjadi udara di Indonesia. Agama begitu luas tersebar. Namun, orang-orang yang mengaku beragama pulalah yang menjadi biang kerok banyak masalah.

Yang menjadi korban adalah perempuan yang dipaksa harus terus hidup dalam penindasan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Di titik ini, ada lima hal yang penting untuk dicatat.

Represi Berbuah Nestapa

Pertama, di Indonesia, seksualitas ditekan. Ekspresi seks dianggap tabu, dan tak sesuai agama. Perempuan dipaksa hidup dalam penjara kain yang menyiksa. Wacana seksualitas yang bersifat ilmiah dan terbuka diancam oleh kerusuhan dari kelompok berotak udang.

Dua, seks adalah kebutuhan manusia. Tanpa seks, kita semua tak akan lahir. Mengapa seks tak dipahami dengan akal sehat dan sikap terbuka? Mengapa seks ditekan, dan dianggap barang kotor? Hanya bangsa terbelakang yang melihat seks secara sempit.

Tiga, jika seks ditekan, maka hidup akan menjadi pincang. Hidup akan menjadi tak seimbang. Kemunafikan lalu muncul dan tersebar di udara. Di balik kamar-kamar gelap, seks yang ditabukan justru dirayakan dengan penuh bahaya.

Empat, salah satu yang cukup pincang adalah soal nalar. Akal sehat redup diterkam agama kematian. Nalar menjadi pincang, karena energi seks yang ditekan oleh kemunafikan. Ketika nalar sehat kacau, maka hidup berbangsa juga menjadi kacau. Para pemimpin menjadi korup dan bodoh, sementara rakyat hidup dalam kemiskinan tak berkesudahan.

Lima, bangsa dengan nalar pincang tak akan mampu membangun dirinya. Inilah yang kiranya terjadi di Indonesia. Pendidikan kita adalah salah satu pendidikan bermutu terendah di dunia. Politik kita hancur oleh korupsi, radikalisme agama dan krisis kepemimpinan di berbagai bidang. Negara yang penuh potensi untuk menjadi besar ini dipasung oleh pemimpinnya sendiri.

Revolusi Seksual

Indonesia perlu melakukan revolusi seksual. Seks perlu dilihat dengan akal sehat dan sikap terbuka. Ekspresi seksual perlu diberi tempat. Perempuan tidak boleh ditindas, karena otak kotor para pria. Justru para prialah yang harus mulai melatih nafsunya.

Karena merupakan bagian penting dari hidup manusia, ketika seks dipandang secara sehat, maka hidup akan menjadi seimbang. Fungsi-fungsi nalar sehat manusia juga kembali seperti semula. Hidup bersama bisa ditata dengan hukum-hukum yang masuk akal dan tercerahkan. Ini semua tentunya dimulai dengan mengubah pandangan kita tentang seks, dan tentang peran perempuan di dalam masyarakat.

Indonesia juga tak perlu meniru bangsa lain. Kita tak perlu menjadi Arab atau Amerika. Kita perlu menengok ke dalam rahim peradaban kita sendiri, karena keunggulan dan keluhuran sudah selalu ada di sana.

Semua itu diangkat, dibaca dengan nalar sehat serta sikap kritis, lalu diterapkan dalam hidup bersama.

Dengan mengangkat keluhuran budaya sendiri, Indonesia akan memiliki jati diri yang kuat. Kita bisa menjadi teladan untuk bangsa-bangsa lain. Kita bisa mengembalikan kehebatan kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia yang begitu agung, tentu dengan beberapa catatan yang sesuai dari sudut pandang abad 21. Ini semua bisa dilakukan, asal kita memiliki akal sehat yang digunakan untuk menata hidup bersama. Melatih akal sehat dimulai dengan menempatkan seks di ruang yang sehat dan terbuka.

,***