Benarkah Micin Sejahat Itu?

Surat ilmiah Robert Ho Man Kwok adalah hoax. Penulisnya diduga menjadi korban stereoptype identitas China yang sangat kental pada masa itu.

Selasa, 15 Februari 2022 | 19:59 WIB
0
268
Benarkah Micin Sejahat Itu?
Prof Ikeda (Google Arts & Cultures

Kemungkinan besar teman-teman pembaca pernah mendengar atau membaca kata-kata ejekan "generasi micin" untuk menyebut generasi muda yang gak kreatif, yang daya pikirnya lemah alias bodoh, atau menyebut seseorang kebanyakan makan micin karena telmi, lemot.

Kemungkinan besar juga sering membaca bahwa micin tidak baik bagi kesehatan di seabrek-abrek artikel gaya hidup sehat. Selain itu, bebas micin sering dijadiin frasa iklan untuk menaikkan citra sehat produk-produk makanan tertentu.

Micin sudah puluhan tahun mengalami demonisation, dijadikan sebagai momok jahat bagi kesehatan.

Dituding sebagai biang kerok penyebab obesitas, sakit kepala, sakit perut, mual, badan lemah, rasa tegang di bagian belakang leher, jantung berdebar-debar, radang tenggorokan, bahkan dituduh sebagai penyebab kanker dan degradasi kemampuan otak. Produk yang menjadi pemicu lahirnya istilah Chinese Restaurant Syndrom.

Citra negatif tersebut tersebar luas di berbagai jenis media hingga tertanam begitu dalam di benak masyarakat umum. Padahal, sebenarnya micin itu tidak jahat, tidak berifat toksik bagi kesehatan.

MSG

Micin atau vetsin adalah sebutan umum untuk Mono Sodium Glutamate (MSG). Produk yang digunakan untuk meningkatkan cita rasa berbagai jenis makanan.

MSG pertama kali ditemukan pada tahun 1909 oleh Profesor Kimia Imperial University of Tokyo, Kikunae Ikeda.

Beberapa tahun sebelumnya, Ikeda kuliah di Leizig University of Germany. Pada saat itu, ia kagum dengan kualitas gizi masyarakat Jerman. Sehingga timbul hasrat Ikeda yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas gizi plus rasa makanan rakyat Jepang. Iapun mencoba berbagai jenis makanan khas Jerman, seperti olahan daging, asparagus dan keju.

Ketika Ikeda kembali ke negerinya, ia tiba-tiba menyadari adanya suatu rasa khas dalam masakan konbu dashi istrinya, yaitu sup tahu yang diolah dengan rumput laut dari jenis alga cokelat. Rasa khas yang mengingatkannya pada rasa berbagai makanan ketika ia di Jerman.

Melalui berbagai penelitian yang bermula dari masakan istrinya tersebut, Ikeda berhasil mengekstrak zat aktifnya, senyawa asam glutamat, dan diberi nama "Umami" yang secara harfiah berarti "saripati kelezatan".

Berdasarkan saran dari kolega/partner bisnisnya, Sanrosuke Suzuki, Ikeda berhasil mensintesis MSG sebagai produk seasoning yang ideal berbasiskan asam glutamat dalam bentuk tepung kristal halus, tahan lembab, larut air dan tidak mengganggu rasa makanan.

Pada tahun 2000, melalui teknik biologi molekuler, sejumlah ilmuwan menemukan reseptor umami yang merupakan rasa ke lima (fifth taste) setelah manis, asam, asin dan pahit. FYI, signal rasa yang diterima struktur papillae yang tersebar merata di permukaan lidah, diteruskan ke otak melalui cranial nerve dan diterjemahkan di gustatory cortex yang letaknya berada di frontal lobe of the cerebral cortex.

MSG Korban Hoax

Citra buruk micin berawal dari "surat ilmiah" yang dibuat oleh Robert Ho Man Kwok, et al. dan dipublikasikan oleh New England Journal of Medicine (NEJM) pada tahun 1968. Setahun kemudian surat tersebut didukung oleh hasil penelitian J.W. Olney yang dipublikasikan oleh jurnal Science.

Hasil investigasi Jennifer LeMesurier, asisten profesor di Colgate University of New York, yang dilakukannya antara tahun 2013 sampai 2018, menyimpulkan bahwa surat ilmiah Robert Ho Man Kwok adalah hoax. Penulisnya diduga menjadi korban stereoptype identitas China yang sangat kental pada masa itu.

Sedangkan keakuratan hasil penelitian Olney diragukan atau tidak fair, karena menginjeksi (tidak melalui sistem pencernaan) larutan MSG ke bagian dalam kulit mencit dengan dosis yang relatif sangat tinggi.

Ada sejumlah penelitian ilmiah yang sifatnya memojokkan MSG dan ada juga sejumlah penelitian yang menyimpulkan bahwa konsusmsi MSG tidak mengganggu kesehatan.

Intinya, sampai detik ini tidak ada bukti konkrit bahwa MSG bisa membahayakan kesehatan.

Hasil penelitian-penelitian terbaru malah memunculkan ragam pertanyaan mengenai keakuratan penelitian-penelitian yang menyimpulkan bahwa MSG buruk bagi kesehatan.

Umumnya lembaga-lembaga resmi kesehatan/keamanan pangan mengkategorikan MSG sebagai generally safe.

Catatan Penting

1.)

Asam glutamat adalah asam amino, salah satu building block-nya protein. Relatif banyak di dalam daging hewan, ikan, udang-udangan, susu/ASI (6-9 kali lebih banyak daripada susu sapi), jamur, dan beberapa jenis sayur-sayuran.

Sedangkan Mono Sodium Glutamat terdapat secara alamiah dalam tomat-tomatan dan keju. Secara komersil diperoleh melalui proses fermentasi gula tebu, gula bit atau molase. Proses fermentasinya sama persis dengan fermentasi keju atau vinegar.

Perlakuan metabolisme tubuh terhadap asam glutamat dengan MSG, sama.

2.)

Konsumsi normal MSG menurut FAO dan WHO sekitar 30 mg/kg berat badan/hari (setara 15 gram/50 kg). Sebagai perbandingan, gulai satu ekor ayam biasanya diberi sekitar satu gram MSG. Menariknya, masakan malah jadi gak enak jika kadar micinnya terlalu banyak.

3.)

Efek placebo/prasangka buruk terhadap MSG. Faktor ini bisa mempengaruhi kesehatan orang yang mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG. Dengan kata lain, timbulnya gejala sakit dikarenakan faktor psikologis, bukan karena MSG-nya.

4.)

Secara individual, dalam jumlah yang relatif sangat kecil, memang ada yang alergi terhadap MSG. Sebagaimana ada orang alergi terhadap kacang kedelai atau asam laktat dalam susu.

Setelah membaca uraian ini, apakah teman-teman pembaca masih menganggap micin sebagai tokoh jahat?

Saya sendiri sih, sedari dulu tidak mempermasalahkan micin dalam makanan. Dengan memegang prinsip, segala sesuatu yang berlebihan selalunya bersifat tidak baik.

(- Rahmad Agus Koto -]