Ditangkapkah Waloni Jika Tak Ada Kasus Kece?

Kepolisian harus mulai bertindak "firm dan educated" kepada semua warga dan terutama kepada diri mereka sendiri, bagaimana keadilan dan toleransi itu begitu mulia dan berharga dibanding apapun.

Jumat, 27 Agustus 2021 | 09:47 WIB
0
434
Ditangkapkah Waloni Jika Tak Ada Kasus Kece?
Ditangkapkah Waloni Jika Tak Ada Kasus Kece

Polisi menangkap  pendakwah  Yahya Waloni setelah sebelumnya menangkap Youtuber Muhammad Kece, keduanya sama-sama disangkakan  dalam kasus penistaan agama.

Waloni, sebut aja singkatnya begitu, ditangkap Bareskrim Polri kemarin sore di Cibubur, 26 Agustus 2021, ia dinilai menista agama Kristen dalam ceramah yang menyebut kitab" Bible" itu palsu. Sedangkan Kece ditangkap dua hari sebelumnya di Bali, 24 Agustus 2021. Ia dianggap  menghina agama Islam karena dalam  unggahannya menyebut Nabi Muhammad dekat dengan  jin dan ajarannya tidak benar sehingga  harus ditinggalkan

Salut! dan angkat jempol   kepada   kepolisian yang telah menangkap kedua terduga penista agama dan perusak tatanan    kerukunan beragama di Indonesia tersebut. 

Meski demikian, tak  salah seandai  dalam benak ini  masih terganjal   oleh pertanyaan    terkait penangkapan itu. Misalnya,  kenapa  rentang waktu penangkapan Waloni  sangat berdekatan dengan penangkapan  Kece? Apakah Polisi sengaja  mencari momentum yang tepat untuk menangkap seorang Waloni?.

Pertanyaan lain, mengapa  Kece yang lebih dulu ditangkap daripada  Waloni? Padahal laporan terhadap  Waloni oleh  Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme lebih dulu dilakukan. Laporan itu tertuang dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/0287/IV/2021/BARESKRIM tertanggal 27 April 2021.  Sedangkan laporan  kepada  Kece setahu saya hanya  berupa  kecaman dari Majelis Ulama Indonesia dan ormas Islam lainnya mulai  tanggal 21 Agustus lalu.

Apakah memang benar,  aparat lebih  sigap meringkus terduga penghina agama Islam dibandingkan  menindak penghina agama lain? Atau, jangan- jangan si  Waloni tidak akan pernah ditangkap seandainya tidak ada kasus si Kece.

Pertanyaan- pertanyaan itu wajar aja ada dipikiran kita, karena memang selama ini aparat sangat gamang menindak pelaku penistaan agama minoritas di Indonesia.

Pasal penodaan agama sebenarnya berlaku untuk semua penista agama di negeri ini, tapi pada praktik penegakan hukumnya cendrung hanya  dipengaruhi  tekanan  dan kecaman dari pengikut agama mayoritas,  akibatnya   pelaku penistaan terhadap agama minoritas sulit tersentuh. Meski disadari, tekanan yang didapat oleh aparat tentunya berbeda jika terkait penodaan agama Islam, sehingga laporan, tekanan dan kecamannya cepat diproses.

Terlepas dari, misalnya penangkapan ini adalah strategi polisi, yang menggunakan momentum penangkapan Kece untuk dapat mengamankan Waloni, dan terbukti  saat ini  berhasil meredam gejolak atau reaksi yang berlebihan dari kelompok-kelompok pendukung Waloni. 

Seolah-olah  Kece itu tumbal atau sebagai "kompensasi"  dari penangkapan   Waloni, agar terkesan di masyarakat ada keseimbangan  penegakan  hukum kepada  penista agama Islam dan non Islam.

Seandai  cara- cara absurb  seperti itu benar adanya, maka sangat berat kita berharap ada  keadilan di negeri ini " faith in justice restored". Untuk menangkap oknum penista agama non Islam, maka kita harus menunggu adanya penista agama Islam yang  ditangkap dulu. Jangan sampai orang menjadi Kece-Kece yang lain untuk bisa menangkap Waloni-Waloni lainnya.

Maka itu, kepolisian  harus mulai bertindak "firm dan educated" kepada semua  warga dan terutama kepada  diri mereka sendiri, bagaimana keadilan dan toleransi itu begitu mulia dan berharga dibanding apapun di negeri ini, tidaklah ada artinya mayoritas, tekanan dan kecaman publik dibandingkan menempatkan keadilan dan toleransi sebagai pondasi kita dalam  bertanah air Indonesia.Bravo Keadilan dan Toleransi !

***