Ciputra, Tempo dan Netizen Tantrum

Tapi sekali lagi, kedekatan dan persahabatan tak harus menumpulkan daya kritis. Hal itu diperlihatkan Tempo tak lama setelah Jokowi resmi menjadi Presiden.

Selasa, 8 Oktober 2019 | 20:26 WIB
0
1578
Ciputra, Tempo dan Netizen Tantrum
Cover majalah Tempo (Foto: Dok. pribadi)

Pada April 2002, majalah Tempo menurunkan hasil liputan investigas soal Pantai Indah Kapuk (PIK). Perumahan elit hasil reklamasi yang dituding menjadi biang kerok banjir di sebagian ruas jalan tol menuju Bandara Soekarno-Hatta. Berdiri di atas lahan 830 hektare perumahan PIK dibangun pengusaha properti Ir Ciputra pada 1992. Padahal Ciputra lewat Yayasan Jaya Raya termasuk pendiri Tempo pada 1971.

Saat investigasi itu terbit, Pak Ci, begitu pengusaha kelahiran 24 Agustus 1931 biasa disapa, masih tercatat sebagai Komisaris PT Tempo Inti Media, penerbit Majalah Tempo. Dia memiliki 25% saham Tempo. Tapi semua kenyataan itu tak membuat Tempo ewuh pakewuh menurunkan laporan investigasinya, sejauh tim redaksi yakin memiliki data dan fakta yang didapat sesuai dengan kaidah dan kerja jurnalistik.

Redaksi Tempo selalu berprinsip, hanya karena kedekatan atau persabahatan dengan satu orang, tidak bisa data tidak dikeluarkan bila itu menyangkut kepentingan publik.

Di kali lain, Tempo menurunkan laporan ikhwal proyek reklamasi yang kemudian dianggap menyerang dan menyudutkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Padahal para awak redaksi seperti paham betul Goenawan Mohamad, pendiri dan pernah lama menjadi Pemimpin Redaksi berteteman baik dengan Ahok. Sejumlah awak redaksi juga saya tahu bersimpati kepada Ahok.

Bagaimana dengan Jokowi?

Sejak masih menjadi Wali Kota Solo, Jokowi sudah menjalin hubungan baik dengan Tempo. Ketika Jokowi akhirnya diusung PDI Perjuangan sebagai calon presiden, Tempo bersama media utama lainnya termasuk yang secara terbuka menyatakan keberpihakannya, ketimbang kepada Prabowo.

Tapi sekali lagi, kedekatan dan persahabatan tak harus menumpulkan daya kritis. Hal itu diperlihatkan Tempo tak lama setelah Jokowi resmi menjadi Presiden. Bukankah teguran sahabat lebih berarti daripada sanjungan musuh?

Tapi bagi para pendukung fanatik Ahok dan Jokowi, juga pendukung klub sepak bola sekalipun, kritik biasa dinilai sebagai kebencian. Karena itu, kritik kemudian dibalas dengan argumen-argumen yang serampangan. Membalas dengan serangan-serangan berdasarkan halusinasi masing-masing, asalkan emosinya terpuaskan.

Di media sosial, netizen pendukung Jokowi umumnya menulis kekecewaan dan kemarahan karena Tempo membuat cover Jokowi ala Pinokio. Ada juga yang menuding bahwa liputan-liputan Tempo itu dibuat atas sponsor pihak tertentu.

Saya pernah lebih dari 10 tahun menjadi keluarga Tempo. Meski keuangannya morat-marit media ini tidak pernah mau menggadaikan ingtegritas untuk menghamba soal itu. Bila di media lain, bagian iklan bisa lebih berkuasa ketimbang redaksi, di Tempo redaksi adalah panglimanya.

Pada April 2006 Tempo menurunkan hasil liputan investigasi tentang rencana pendirian Kota Baru Bandar Kemayoran. Eh, di edisi berikutnya tim iklan Tempo menurunkan advertorial belasan halaman yang isinya seperti menapikan hasil investigasi tim redaksi Tempo.

Ada ‘persidangan’ terhadap tim iklan yang diikuti berbagai lapisan karyawan. Hasilnya, iklan tersebut harus dinyatakan tidak pernah ada dan uang ratusan juta itu harus dikembalikan.

Saya tidak pernah membayangkan hal serupa terjadi di media lain. Karena yang terjadi mungkin sebuah pemberitaan sengaja dibuat justru untuk ‘memancing’ iklan. Atau, redaksi yang harus mengalah sebab uang sudah masuk.

“Jurnalisme majalah ini bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba,” begitu kredo yang diajarkan di Tempo.

Toh begitu, bukan berarti Tempo selalu benar. Sama sekali tidak. Entah berapa kali majalah ini dilaporkan ke Dewan Pers dan dinyatakan bersalah. Juga pernah beberapa kali digugat ke pengadilan.

Kembali ke soal cover yang dipersoalkan, Tempo telah menyampaikan klarifikasi bahwa Pinokio itu bayangan bukan Jokowinya. Beda dengan ketika Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR Akbar Tanjung yang dibuat ala Pinokio langsung, tanpa bayangan. Atau Sekjen Golkar yang juga Menteri Sosial Idrus Marham, lewat cover ‘Mangkus Meringkus Idrus” edisi September 2018.

Tapi karena mungkin terlanjur fanatik, para netizen pendukung Jokowi itu terus mencaci-maki dan mendiskreditkan Tempo. Sikap semacam ini juga pernah ditunjukkan oleh para pendukung fanatik Prabowo, juga FPI dan PKS.

“Sikap dan perilaku mereka itu gak beda jauh dengan anak yang lagi tantrum,” kata seorang teman membaca serangan ugal-ugalan yang ditujukan ke Tempo.

***