Antara Anto Kasihanto, Saya dan Dahlan Iskan

Selain Pak Dahlan Iskan, perlakuan serupa terjadi pada Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga punya akun di PepNews.

Jumat, 13 September 2019 | 19:57 WIB
2
772
Antara Anto Kasihanto, Saya dan Dahlan Iskan
Dahlan Iskan (Foto: inews.id)

Kok nama Dahlan Iskan dibawa-bawa? Lha ini tulisan tentang apa, ya, kok kesannya mengikuti pepatah Arab bul 'alaa zamzam fatu'raf, ingin terkenal dengan berbuat yang aneh-aneh, dengan mengencingi sumur zamzam, misalnya?

Ga ke sana arahnya sih, ini sebuah tulisan pemompa semangat, bukan pula pemompa adrenalin. Sekadar pemompa semangat untuk menulis itu sendiri, bagi mereka yang mau menulis.

Siapa Dahlan Iskan? Di jagat jurnalistik, media dan kepenulisan, nama ini adalah seseorang (someone). Nama ini sudah berkibar-kibar, melampaui nama-nama jurnalis beken dan bahkan para pengusaha ternama media lainnya. Dia adalah pemimpin sekaligus pendiri Jawa Pos, koran daerah terbesar di Indonesia yang melahirkan jumlah anak-anak koran terbanyak pula. Seseorang yang pernah jadi Dirut PLN dan kemudian Menteri BUMN di zaman SBY berkuasa.

Di PepNews boleh dibilang dia adalah penulis tamu, bukan penulis mandiri yang menulis dan mengunggah tulisannya ke CMS secara mandiri. Atas kebaikan dan izinnya, Admin-lah yang justru dipersilakan menayangkan ulang tulisannya --istilahnya mirroring-- di PepNews.

Adalah Mas Joko Intarto, anak buah Pak DI yang pada saat blog pribadi Dahlan Iskan diluncurkan, sayalah manusia pertama yang mendarat di Bulan.... oh bukan, sayalah manusia pertama yang berkirim surat ke alamat surat elektroniknya untuk meminta izin tulisan-tulisan Pak DI ditayang ulang tanpa perubahan isi.

Lho kok bisa? Ya bisalah, pasalnya saat itu Pak DI mengumumkan; siapa saja boleh menayangkan ulang tulisannya di media online berbeda asalkan minta izin terlebih dahulu dan mendaftarkan domain media online yang menayangkannya. Persis seperti pengumuman kerajaan mencari jodoh buat putera mahkotanya. Ya ga gitu-gitu amatlah.

Tidak banyak media yang setia sampai titik darah penghabisan memuat ulang tulisan-tulisan Pak DI yang sangat bergaya "strorytelling" itu, kecuali PepNews ini. Boleh dibilang, tidak ada tulisan bernas Pak DI yang luput dari pantauan PepNews.

Pernah juga sih media-media yang sempat dibesarkan Pak Dahlan Iskan memuat beberapa tulisannya, mungkin berbilang bulan saja memuat ulang tulisan-tulisannya, boleh dibilang berjuang sampai titik darah yang pertama saja. Tetapi setelah itu kedodoran sendiri. Boleh jadi menganggap tulisan Pak DI ga penting. Pun saya kadang beranggapan tulisan Pak DI itu juga ga penting, tapi menarik... sangat menarik, pake banget!

Selain Pak Dahlan Iskan, perlakuan serupa terjadi pada Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga punya akun di PepNews. Soal bagaimana saya membujuk Pak Jokowi melalui orang-orang terdekatnya agar tulisannya bisa ditayangkan di PepNews, sepertinya akan saya ceritakan tersendirilah ya...

Mau tahu berapa jumlah tulisan Dahlan Iskan yang sudah dimuat di blog pribadinya dan ditayang ulang di PepNews? 570!

Sekarang, siapa Anto Kasihanto? Dia bukan siapa-siapa (no one) dalam dunia tulis-menulis. Wartawan bukan, peneliti pun tidak. Dia warga biasa. Warga yang selain senang memelihara burung dan ikan di rumahnya serta fesbukan, dia adalah penulis mandiri di PepNews ini. Disebut mandiri, karena ia menulis sendiri, mengunggahnya ke CMS (memilih tidak langsung ditayangkan) sendiri, dan membiarkan tulisan ditayangkan Admin kemudian. Selesai.

Ingin tahu berapa jumlah tulisan yang dihasilkannya sampai tulisan ini diturunkan? 506 artikel!

Siapa saya? Malu sendiri kalau harus bercerita tentang diri sendiri. Ga enak hati.

Tetapi baiklah... saya perkenalkan ulang, saya ini sekadar wartawan yang belum purnatugas dari sebuah harian ternama yang menjadi pesaing korannya Pak Dahlan Iskan, tetapi sudah menyatakan pensiun dini dari dunia persilatan jurnalistik. Saya lebih memilih berkiprah sendiri saja. Toh menulis tidak memerlukan tempat khusus, di mana saja. Itu yang saya lakukan sekarang. Sebentar... orang selama ini mengenal saya sebagai pendiri Kompasiana yang hebring itu.

Terkait PepNews, saya memang pendiri media online berdikari, dibantu oleh Kang Riki Kurniadi selaku CTO, CFO, sekaligus CMO, atau apa sajalah. Mulai menguadara pada 9 September 2016 (sama dengan kelahiran SBY kalau ga salah cuma beda tahun) dan belum dua mengudara bulan sudah diganjar sebagai "Blog Terbaik tingkat Nasional" oleh PADI. Ya PADI, sebab domain pertama sebelum membeli .com (dot com) adalah .id (dot id), persisnya PepNews.id.

Ada beberapa sukarelawan yang menulis di PepNews seperti Anto Kasihanto itu. Namanya juga sukarelawan, ya ga dibayarlah.

Berapa tulisan yang sudah saya hasilkan selama saya mendirikan sekaligus mengurus PepNews sehari-hari? 528!

Terus, apa maknanya angka-angka 506, 570 dan 528 yang semuanya berkepala "5" alias di atas lima ratusan itu?

Ya ga ada maknanya apa-apa sih, mau diperes juga ya tetap angka-angka yang ga pernah akan bunyi. Bolehlah besaran angka itu menunjukan kuantitas. Tetapi kalau angka yang dimiliki Pak Dahlan Iskan 570, itu angka sang juara, pembaca juga tahu ya kuantitas ya kualitas semua miliknya. Terus apa artinya angka 506 milik Anto yang masih kalah dengan angka yang saya punya?


Anto Kasihanto (Foto: Facebook.com)

Tetapi sekadar info saja, Mas Anto baru gabung belakangan di PepNews 3 Januari 2018 sudah menghasilkan 506 tulisan, sedangkan saya yang sudah start 1,5 tahun sebelumnya "baru" menghasilakan 528 tulisan.  Dari sisi produktivitas, saya kalah jauh dari warga biasa yang justru belajar menulis ke saya hahaha....

Tulisan Pak Dahlan Iskan sendiri mulai tayang untuk pertama kali pada 9 Februari 2018. Dibanding saya dan Mas Anto, ya Pak Dahlan leading-lah!

Terus, apa moral cerita dari tulisan ecek-ecek ini? Ya ga ada moral-moralan. Apa setiap tulisan harus mengandung moral, begitu? Perasaan yang mengandung itu cuma perempuan, toh.

Pesannya adalah; bahwa menulis itu hak segala bangsa, hak semua warga, termasuk warga biasa seperti Anto Kasihanto yang tak perlu dikasihani.

***