Kenapa Ibu Kota Harus Pindah?

Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan. Jakarta terus dikembangkan menjadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa berskala regional dan global.

Senin, 26 Agustus 2019 | 21:52 WIB
0
466
Kenapa Ibu Kota Harus Pindah?
Presiden Joko Widodo (Foto: Facebook Presiden RI)

Jakarta saat ini menyangga beban yang sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa. Bahkan, sebagai lokasi bandar udara dan pelabuhan laut terbesar di Indonesia.

Kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, polusi udara dan air kota ini harus segera kita tangani.

Ini bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta. Bukan. Ini karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan kepada Jakarta. Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat, meski sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah.

Selain itu, beban Pulau Jawa juga semakin berat. Penduduknya sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia, dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa.

Kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat itu.

Sebagai bangsa besar yang sudah 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah menentukan dan merancang sendiri ibu kotanya.

Maka, pada siang yang berbahagia ini, saya menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan kajian-kajian mendalam, terutama dalam tiga tahun terakhir.

Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Kenapa di Kaltim?

Pertama, risiko bencana minimal baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor.

Kedua, lokasinya yang strategis berada di tengah-tengah Indonesia.

Ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda.

Keempat, telah memiliki infrastruktur yang relatif lengkap.

Kelima, telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180 ribu hektare.

Tentu ada yang bertanya, setelah ibu kota pindah ke wilayah Kaltim, lalu bagaimana nasib kota Jakarta?

Kota ini akan tetap menjadi prioritas pembangunan. Jakarta terus dikembangkan menjadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa berskala regional dan global.

Rencana Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan urban regeneration yang dianggarkan sebesar Rp571 triliun, misalnya, tetap dijalankan. Pembahasannya bahkan sudah pada level teknis dan siap dieksekusi.

***