Saya, Monique, Dina, dalam Soal Israel-Palestina

Saya hanya menghabiskan sedikit energi saya untuk urusan Palestina. Fokus saya ada pada Indonesia. Saya lihat keduanya lebih fokus pada negara lain. Lihat saja wall Facebook mereka.

Selasa, 23 Juli 2019 | 22:40 WIB
0
1174
Saya, Monique, Dina, dalam Soal Israel-Palestina
Monique Rijkers (Foto: Suara.com)

Dina Sulaiman, saya kenal sejak sebelum zaman Facebook, dia milis Jurnalisme, milis para wartawan. Dina seingat saya pernah bekerja untuk kantor berita Iran, IRNA. Dia tentu saja membawa kepentingan publikasi Iran. Saya tidak tahu apakah sekarang dia masih terkait langsung dengan pemerintah Iran atau tidak. Tapi setiap pandangan Dina, sejauh yang saya amati, tidak bisa lepas dari kepentingan Iran.

Pandangan Dina soal konflik Israel-Palestina tidak banyak berbeda dengan pandangan umat Islam Indonesia pada umumnya. Dia berpandangan bahwa Israel harus ditiadakan. Israel tidak sah sebagai negara. Israel merampas tanah milik orang Palestina.

Siapa saja yang berkata lain soal Palestina akan dia anggap pro Zionis. Orang Indonesia yang terkesan membela Israel dia sebut Zionis Sawo Matang. Sepertinya saya pun dimasukkan ke golongan itu, cuma saya tidak ingat persis kapan dia menyebut saya begitu secara langsung.

Agak aneh sikap Dina ini untuk ukuran orang Indonesia. Kenapa? Sikap resmi pemerintah Indonesia adalah mendukung two states solution. Apa itu? Kedua negara diterima keberadaannya. Israel ada, Palestina ada. Israel mundur dari Tepi Barat, dan mengakhiri blokade Gaza. Cuma solusi sederhana ini pun masih sulit diterima oleh kedua belah pihak. Israel keras kepala, Palestina juga.

Apakah Dina menganggap pendukung two states solution sebagai Zionis Sawo Matang juga? Secara formal dia bilang tidak. Tapi kalau opini dia dibantah, julukan itu segera muncul. Begitulah Dina.

Monique Rijkers adalah teman yang saya kenal lewat Facebook. Kami beberapa kali bertemu. Saya juga kenal dengan suaminya, dan kami pernah makan bareng bertiga dengan akrab. Monique ini keturunan Yahudi, beragama Kristen. Dia seorang fundamentalis, dalam arti kukuh berpegang pada teks-teks Al-Kitab, termasuk dalam soal Israel. Bagi dia Kerajaan Israel di Timur Tengah memang janji Tuhan yang pasti akan terwujud.

Monique dulu cukup sering membagikan tulisan-tulisan saya tentang Palestina karena menganggap isi tulisan itu cocok dengan pandangan dia, sebagian, tentu saja. Saya pun dalam beberapa hal sependapat dengan dia. Tapi ada banyak hal yang kami berbeda.

Monique mengelola Hadassah Indonesia, yang bekerja untuk mempromosikan Israel. Saya pernah ikut serta dalam acara Hadassah yang dikelola Monique, hadir sebagai pembicara, dan anak saya tampil membawakan acara musik.

Monique mirip dengan Dina. Dina juga sering menjadikan ayat kitab suci sebagai patokan dalam melihat masalah Palestina. Monique juga begitu.

Belakangan ini kalau berdebat dengan Monique, dia sering menggiring seolah opini saya sama dengan opini umat Islam Indonesia soal Palestina. Sering pula dia bawa-bawa ayat suci Al-Quran. Entah kenapa, dia seperti lupa pada berbagai tulisan saya yang pernah dia bagikan. Mirip dengan Dina yang gampang menggolongkan orang ke suatu kelompok, kalau sedang berbeda pendapat.

Lalu, bagaimana pandangan saya? Sederhana. Mbok damai aja. Berhenti berperang. Tapi kan, tapi kan, tapi kan. Kalau sudah damai, semua juga enak. Itu contohnya di Aceh. Pejuang GAM yang dulu angkat senjata, senang-senang saja ketika jadi pejabat daerah di bawah NKRI. Malah sampai jadi pasien KPK. Rakyatnya, sama saja, gitu-gitu saja. Tidak ada hal khusus yang membuat mereka jadi istimewa, selain Aceh kini banyak menerapkan hukum syariat. Tentu saja dengan pengeculian, kalau gubernurnya korupsi, yang berlaku adalah hukum kapir sekuler.

Kita baik-baik saja dengan mantan penjajah Belanda dan Jepang. Sebagai mantan penjajah Timor Leste kita juga baik-baik saja dengan mereka.

Saya menganggap perang itu seperti orang main sepak bola. Ada semacam ilusi tentang sesuatu yang harus diperjuangkan. Messi itu bakal gila-gilaan mengejar bola, termasuk dengan cara yang membahayakan dirinya. Tapi itu hanya saat pertandingan. Begitu peluit panjang dibunyikan, dikasih bola, Messi ogah mengejarnya.

Begitulah perang. Begitu sepakat berhenti, ya akhirnya gitu-gitu saja.

Saya bisa saja berargumen panjang lebar. Monique juga bisa. Dina juga bisa. Tapi kita semua ini penonton, bukan pemain. Apapun kata kita, does ‘t really matter. Itu soal Arab dan Yahudi. Kalau mereka tidak mau damai, kita bisa apa?

Pada akhirnya sederhana. Kita ini orang Indonesia. Saya hanya menghabiskan sedikit energi saya untuk urusan Palestina. Fokus saya ada pada Indonesia. Saya lihat keduanya lebih fokus pada negara lain. Lihat saja wall Facebook mereka. Kagak ada cabul-cabulnya pisan!

(Dugaan saya, keduanya kebanyakan baca kitab fiksi!)

***