Ecoton Tuntut Produsen Popok Pencemar Sungai Brantas

Kamis, 3 Januari 2019 | 18:35 WIB
0
578
Ecoton Tuntut Produsen Popok Pencemar Sungai Brantas
Brigade Evakuasi Popok (BEP) ECOTON sedang bersih-bersih popok dari Sungai Brantas. (Foto: Ecoton).

Akhirnya, LSM Ecoton menuntut salah satu produsen popok yang dianggapnya bertanggung jawab pada persoalan sampah popok di sepanjang daerah aliran sungai Brantas, Jawa Timur. Tuntutan ditujukan kepada PT Unicharm Indonesia, Jum’at (28/12/2018).

Sebab, salah satu perusahaan yang pabriknya di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto ini menguasai 60 persen marketshare penjualan popok di Indonesia dengan memproduksi 9 juta lembar popok per harinya.

Ecoton mengklaim, popok menyumbang polusi lautan anorganik terbesar di laut Jawa sebesar 21 persen. Ini berbahaya karena bahan produk popok, termasuk terdiri dari 50 persen plastik yang sulit didaur ulang.

Padahal, berdasarkan Undang-undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008 pasal 20 dan pasal 15 serta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012, produsen popok sekali pakai harus menggunakan bahan produksi yang memungkinkan sampah sekecil mungkin atau mudah diurai proses alam.

Ecoton juga menuding, jutaan sampah popok yang diproduksi perusahaan ini yang terbanyak ditemukan mengapung di sungai akibat tidak adanya imbauan di kemasan produk supaya membuang sampah popok dengan benar.

Direktur Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, Ecoton menuntut tanggung jawab PT Unicharm Indonesia yang dianggap bertanggungjawab atas sampah popok merk MamyPoko yang mendominasi sampah popok di sungai Brantas.

Ecoton mendata, sebanyak 80 persen sampah popok yang sering ditemui adalah Mamypoko, diikuti 20 persen lainnya dari merk seperti Sweety, Merries, GooN, dan Naughty Baby. “Iya, hanya Unicharm yang kami tuntut, karena paling besar,” kata Prigi Arisandi.

Pihaknya, sudah melayangkan surat ini kepada PT Unicharm Indonesia, Jum’at (28/12/2018).

Adapun tuntutan yang dilayangkan Ecoton berdasarkan Undang-undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008 pasal 20 dan pasal 15 serta Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 diantaranya agar PT Unicharm melakukan hal-hal berikut:

1. Pengurangan pemakaian hazardous chemical atau bahan-bahan berbahaya dan beracun secara bertahap menghilangkannya dalam produk popok; 2. Desain ulang produk popok dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah di daur ulang.

3. Penyediaan DROPPO, tempat sampah khusus sampah popok berupa kontainer dropping point di desa/kelurahan di sekitar Brantas, terutama di sisi jembatan yang menjadi lokasi favorit buang sampah popok;

4. Menyediakan transportasi ke TPA, Mengangkut sampah popok dari DROPPO ke Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan; 5. Evakuasi popok, pengambilan sampah-sampah popok di ekosistem Sungai Brantas.

6. Pemasangan label imbauan di kemasan agar konsumen tidak membuang sampah popok ke sungai. “Ecoton telah melayangkan 6 tuntutan pada PT Unicharm Indonesia ini pada Jumat (28/12/2018),” ungkap Prigi Arisandi kepada Pepnews.com.

Alumni Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya itu mengatakan, Ecoton sampai saat ini masih menunggu surat balasan dari PT Unicharm Indonesia. Dia optimistis akan mendapatkan respons dari perusahaan. Ini bisa menjadi ancaman baru pertumbuhan ekonomi Jatim,” ungkapnya.

Ancaman yang dimaksud adalah gangguan lingkungan dan kesehatan. “Sampah popok akan terurai menjadi remah-remah plastik berukuran 4,8 mm (mikroplastik), 80 persen ikan Hilir Sungai Brantas diketahui dalam lambungnya mengandung mikroplastik,” lanjutnya.

Kontaminasi mikroplastik menjadi ancaman serius bagi manusia di Hilir Brantas karena ada 3 PDAM di Hilir Brantas yang memanfaatkan air Sungai Brantas menjadi bahan baku air minum, yaitu PDAM Surabaya, PDAM Sidoarjo, dan PDAM Gresik. Lebih dari 4 juta orang memanfaatkan air PDAM.

Kontaminasi mikroplastik ini, lanjutnya, dikhawatirkan akan masuk ke dalam bahan baku air minum. Sampah popok juga sering menyumbat intake (saluran pengambilan air bahan baku PDAM). 

“Terlambat dalam penanganan akan membutuhkan ratusan miliar rupiah dana Negara untuk pemulihan dampak kerusakan ekosistem sungai, keamanan pangan dan pemulihan kesehatan konsumen PDAM di DAS Brantas,” ungkap Prigi Arisandi mengingatkan.

Dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008 pasal 20 dan pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 disebutkan:

“Produsen Popok Sekali pakai dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.”

Mengacu pada UU 18/2008 dan PP 81/2012, Ecoton Foundation mengirimkan surat perihal  Tuntutan Pengelolaan Sampah Popok Mamypoko Kepada PT Unicharm Indonesia, melalui Surat yang dikirim pada 28 Desember 2018, dengan Nomor Surat: 101/SP-EC/XII/2018.

Picu Ikan Mati

Baru-baru ini di Jembatan Legundi dipenuhi sampah popok. Brigade Evakuasi Popok (BEP) berhasil mengangkat 300-an piece sampah popok yang tersangkut di tiang Jembatan Legundi. Tujuh anggota BEP melakukan evakuasi sampah popok di tiang penghubung jembatan itu.

“Meski sudah pernah dibersihkan, Jembatan Legundi kini dipenuhi sampah popok, kami dari BEP hari ini membersihkan sampah popok agar tidak masuk ke badan air Brantas,” ungkap Koordinator BEP Azis SH kepada Pepnews.com.

Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya ini, masuk musim hujan sampah menjadi penyebab tersumbatnya saluran air dan screen penyaring PDAM Gresik dan PDAM Surabaya. 

“Dari pantauan kami, screen penyaring di intake atau saluran pengambilan air baku PDAM Gresik di Krikilan/Legundi dan intake PDAM Surabaya di Karangpilang tersumbat sampah popok,” ungkap Azis.

Ia berharap agar masyarakat tidak membuang sampah popok ke saluran air atau ke Sungai Brantas karena akan menyumbat intake PDAM. “Selain itu kami juga mengambili sampah popok yang ada di jembatan atau di bantaran sungai agar tidak nyemplung ke air Brantas,” lanjut Azis.

Selain melakukan aksi bersih-bersih sampah popok, BEP juga mengajak masyarakat yang melintas Jembatan Legundi untuk tidak membuang sampah popok ke sungai dengan beberapa spanduk dan poster.

Tobato Ning Ojok Buwang Sampah Popok ke Sungai,” teriak Cendy Claudia, anggota BEP sambil menenteng beberapa poster himbauan yang mengajak masyarakat untuk tidak lagi membuang sampah popok ke sungai.

Azis berharap Pemkab Gresik dan Pemprov Jatim memasang jaring vertikal di tiang jembatan sehingga masyarakat tidak punya akses untuk buang sampah ke sungai,” ujarnya. 

Selain itu, BEP juga mendorong penegakan hukum bagi pelaku pembuang sampah popok dan menyediakan sarana khusus berupa container sampah popok di tepi setiap jembatan, sehingga masyarakat terfasilitasi.

Mengingat sampah popok adalah sampah residu yang tak bisa didaur ulang maka pemerintah harus menyediakan infrastruktur penampungan sementara, pengangkutan dan penimbunan di TPA. Pemerintah harus melibatkan produsen popok untuk mengurus sampah popoknya.

Sampah popok ini ternyata bisa memicu kematian ikan di sungati. Terakhir, kematian ikan munggut kembali terjadi, Rabu (19/12/2018) pukul 22.00 WIB. Warga Bambe RT 9/RW 3 ramai memenuhi pinggir sungai Kali Surabaya untuk memungutnya.

Warga menangkapi ikan yang menggelepar lemas. “Ikannya muncul ke permukaan seolah kehabisan nafas dan berlomba-lomba menghirup udara permukaan, ya gampang saja saya menangkapnya,” ujar Adit, 20 tahu, warga bambe yang ikut menangkap ikan lemas. 

Ikan yang ditangkap adalah jenis bader merah dan tawes. “Kemungkinan saat musim hujan permukaan air sungai naik sehingga banyak industri menggelontorkan air limbahnya ke Kali Surabaya,” lanjut Adit.

Pada Rabu malam (19/12/2018) hujan deras turun di wilayah Kecamatan Driyorejo, Gresik.  Ikan munggut diketahui warga Dusun Wates Desa Cangkir pada pukul 21.00 WIB.  

Di wilayah Driyorejo terdapat beberapa perusahaan yang membuang limbah cairnya ke Kali Surabaya, apalagi pada musim. Hujan limbah tak diolah digelontor bersama aliran air hujan. 

“Kalau musim hujan, pabrik-pabrik berlomba buang limbah tanpa diolah. Mereka gelontor bareng air hujan, bahkan saat saya mancing banyak bubur kertas yang nyangkut di kail saya,” ujar Adit.

Kondisi ini perlu diwaspadai karena di hilir, yaitu Karangpilang terdapat intake PDAM yang mengolah air minum untuk warga Kota Surabaya. Ikan munggut jadi indikator lemahnya pengawasan pemerintah dan rendahnya kesadaran lingkungan.

Selama ini tak ada sanksi bagi pelaku pembuang limbah penyebab ikan mati, sehingga pelaku tidak jera.

***