Novel Perdana sebagai Tonggak

Kerap muncul godaan, begitu novel perdana laris, sang novelis banyak diantre penerbit. Pesanan datang bertubi-tubi. Waspadalah, waspadalah!

Senin, 28 Juni 2021 | 08:49 WIB
0
598
Novel Perdana sebagai Tonggak
Novel perdana yang menonggak sejarah.

Novel perdana adalah tonggak. Usahakan kesan pertama menggoda. Selanjutnya, terserah pembaca!

Pada prawacana saya tatkala launching novel Alena, karya Pepih Nugraha, di bilangan Karawaci, Tangerang. Petang 22 Juni 2021. Acara dihadiri lebih 30 peserta antusias. Saya katakan hal yang demikian ini, "Hati-hati dengan novel perdana! Sebab itu awal dari karier dan citra Anda di dunia kepenulisan, utamanya novel."

Hal itu berdasar kepada hasil amatan. Sekaligus pengalaman. Bahwa novel perdana begitu berharga. Selain tonggak, ia, novel perdana itu, identik dengan penulisnya. Semacam: personal branding.

Dalam pada itu, saya anjurkan, "Kang, biar Alena muncul dulu. Agar orang mengidentikkan dirimu dengan juluk novel karyamu. Suatu waktu, bilamana tiba masanya. Anda akan kaget. Sekaligus heran. Pembaca bukan hanya hafal judul. Kisahan novel serta tokoh-tokohnya pun ada dalam kepalanya. Ini menjadi kekaguman dan andrenalin tersendiri. Untuk menulis dan menghasilkan novel yang berikutnya."

Saya ucapkan kata-kata itu, bukan sembarang. Berdasar kepada pengalaman. Tahun 1987, saya menulis dan menerbitkan cerita bersambung (Cerbung). Dimuat harian Jawa Pos, yang  markas besarnya di Jalan Kembang Jepun, Surabaya. Dahlan Iskan, ketika itu, masih "culun". Saya berjumpa Redaktur Senior Fiksinya, Basuki Seoedjatmiko.

Selama dan usai Cerbung berjudul Flamboyan Kembali Berbunga itu dimuat, saya menerima banyak surat pembaca, begitu novel perdana saya tamat dimuat Jawa Pos. Ada yang berupa kritikan konstruktif, namun sebagian besar menyanjung. Tidak membuat saya besar kepala, namun sebagai lecutan untuk terus dan terus meningkatkan teknik menulis.

Novel perdana biasanya dicipta dengan kesungguhan hati, penuh penghayatan dan pendalaman, menggali dan menyelami hidup lebih dalam, menampilkan karakter lebih tajam.

Umumnya novel perdana dibuat tidak terburu-buru, seperti karya yang berikut, karena kejar-tayang. Itu, agaknya, yang jadi kunci. Sedemikian rupa, sehingga novel perdana biasanya menyentak.

Survei membuktikan, rata-rata novel perdana menyentak dan hebat. Novel berikutnya, tidak sehebat yang pertama. Maka, berhati-hatilah meluncurkan novel perdana.

Ingin bukti?

1.    Karmila adalah novel perdana Marga T. yang paling menyentak.

2.    Upacara adalah novel perdana Korrie Layun Rampan yang paling dahsyat.

3.    Cintaku di Kampus Biru adalah novel perdana Ashadi Siregar yang paling hebat.

4.    Dari Lembah ke Coolibah adalah novel perdana Titis Basino yang paling mantap.

5.    Supernova adalah novel perdana Dee (Dewi Lestari) yang paling kuat.

6.    Saman adalah novel perdana Ayu Utami yang kuat daya magic-nya.

7.    Jendela-jendela adalah novel perdana Fira Basuki yang berdaya pikat.

8.    Miss Jutek adalah novel perdana Yennie Hardiwidjaja yang paling memukau.

9.    Perempuan Lain adalah novel perdana Kristy Nelwan yang penuh pesona.

10.5 Cm adalah novel perdana Donny Dhirgantoro yang hebat.

Itu sekadar menyebut misal 10 novel perdana yang menyentak. Setelah itu, memberikan multiplier effect bagi penulisnya.

Sayang, hingga kini belum ada penelitian yang menjelaskan fenomena menarik, apa sebabnya novel perdana lebih berhasil dari sisi penjualan dan lebih kuat dari sisi sastra dibandingkan dengan yang kedua dan seterusnya?

Meski belum ada penelitian ilmiah, intuisi kita mengatakan, novel perdana biasanya dicipta dengan kesungguhan hati, penuh penghayatan dan pendalaman, menggali dan menyelami hidup lebih dalam, menampilkan karakter lebih tajam. Dan umumnya novel perdana dibuat tidak terburu-buru, seperti karya yang berikut, karena kejar-tayang.

Kerap muncul godaan, begitu novel perdana laris, sang novelis banyak diantre penerbit. Pesanan datang bertubi-tubi. Waspadalah, waspadalah!

Itulah awal Anda terjerembab ke tubir kehancuran. Tinggal memilih: mempertahankan mutu dan brand? Ataukah menjadi novelis murahan?

Maka hati-hati dengan novel perdana!

***