Mari kita berhati-hati. Yakin akan datangnya hari kiamat adalah rukun iman, namun jangan sampai kita tidak berpikir secara rasional untuk hal itu.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita bisa sampai pada malam kelimabelas. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.
Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.
Setiap bulan Ramadan, entah mengapa broadcast-broadcast yang membahas kiamat selalu muncul. Kalau tidak salah sejak sepuluh tahun yang lalu, selalu ada broadcast yang ‘senggol dikit’ ke arah kiamat. Biasanya yang dibroadcast-kan adalah pada malam kelimabelas Ramadan yang bertepatan malam Jumat, seperti hari ini, akan ada suara keras yang membangunkan semua orang. Kemudian ini menjadi pertanda adanya perselisihan dan pertumpahan darah di bulan-bulan selanjutnya.
Kemudian semalam muncul broadcast baru lagi. Kali ini soal dukhan/kabut, yang katanya akan muncul minggu depan setelah subuh. Dukhan ini disebut sebagai salah satu tanda kiamat kubra. Kedua broadcast ini sama ujungnya: mengingatkan kita agar memperbanyak berdoa dan ibadah, lalu ada perintah untuk meneruskan/menyebarkan broadcast itu.
Bagaimana kita menanggapinya? Sederhana, hanya satu ayat.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS. Luqman; 34)
Dalam sebuah hadist terkenal, yaitu hadist Jibril, Rasulullah juga ditanya oleh seorang misterius (yang kemudian diketahui sebagai malaikat Jibril) mengenai hari kiamat.
Jawaban Rasulullah simpel saja “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Bahkan Rasulullah dan malaikat Jibril saja tidak tahu pasti tentang hari kiamat, apalagi kita yang manusia biasa?
Tanda-tanda kiamat itu ada riwayatnya, ada hadistnya yang sahih. Namun, tidak ada yang tahu pasti kapan tanda-tanda itu akan muncul. Bahkan sekadar prediksi pun, tidak ada yang bisa memprediksinya. Hal ini karena pengetahuan mengenai hari kiamat hanya pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Lagipula kalau kita bisa memprediksi kapan terjadinya kiamat, istilah filmnya jadi spoiler dong. Nanti baru jelang-jelang kiamat pada taubat, pada rajin ibadah. Kalau masih jauh, ya tidak beribadah. Padahal seharusnya kita beribadah itu lillahi ta’ala, bukan karena menginginkan surga dan takut pada neraka. Bukan karena takut akan terjadinya kiamat. Beribadah hanya karena mengharap keridaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Jika ditelisik lebih jauh pun, broadcast-broadcast mengenai kiamat yang muncul itu, seringkali tidak didasarkan pada tafsir Alquran atau syarah hadist yang sahih. Biasanya hanya mengambil secara literal matan dari hadist yang kemudian diketahui sanadnya bermasalah, atau memelintir arti ayat Alquran dan hadist. Nilai kebenarannya jadi tidak ada, sehingga justru akan berbahaya apabila kita memercayainya. Lebih-lebih jika kita meneruskannya. Jadilah kita penyebar hoaks agama.
Mari kita berhati-hati. Yakin akan datangnya hari kiamat adalah rukun iman, namun jangan sampai kita tidak berpikir secara rasional untuk hal itu. Ingat: berpikir kritis. Kritisi informasi yang masuk sehingga kita tahu bagaimana kita bersikap.
Semoga Allah senantiasa memberi keselamatan pada kita.
Wallahu a’lam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews