‘Batu di tengah jalan’ adalah masalah sosial yang ada di sekitar kita. Batu-batu itu tidak menghalangi jalan kita tapi mungkin menghalangi dan mengganggu jalan kehidupan orang lain.
Pada zaman dulu, ada seorang Raja yang ingin menguji rakyatnya. Ia lalu menempatkan sebuah batu besar di tengah jalan. Sang Raja kemudian menyembunyikan dirinya dan memperhatikan apakah ada orang yang peduli dan akan memindahkan batu itu dari tengah jalan. Beberapa pedagang dan orang-orang kaya datang melewati jalan itu tapi hanya berjalan menghindari batu besar tersebut.
Banyak juga orang yang tidak berusaha memindahkan batu tersebut tapi justru mengomel ke sana ke mari menyalahkan Raja karena adanya batu besar tersebut di tengah jalan. Menurut mereka adalah tugas Raja untuk membersihkan jalan. Tetapi tidak ada yang melakukan apa pun untuk menyingkirkan batu itu.
Seorang petani kemudian lewat di jalan tersebut. Saat melihat batu di tengah jalan tersebut, petani lalu segera meletakkan bawaannya dan mencoba mendorong batu keluar dari jalan. Setelah berupaya keras untuk mendorong batu besar tersebut dari jalan, dia akhirnya berhasil.
Ketika petani mau kembali untuk mengambil bawaannya, dia melihat sebuah pundi-pundi tergeletak di jalan tempat batu itu berada. Pundi-pundi itu berisi uang emas dan catatan dari Raja yang menjelaskan bahwa emas itu untuk orang yang mengeluarkan batu dari jalan.
Perbuatan baik memang akan selalu memberikan ganjaran yang baik pula pada pelakunya. Itu pesan moralnya. Tapi tentu saja bagi yang mempercayainya.
Ini memang kisah kuno dan mungkin kita berpikir bahwa kisah ini tidak pernah ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Tapi sebenarnya ada sangat banyak ‘batu di tengah jalan’ yang diletakkan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita.
‘Batu di tengah jalan’ adalah masalah-masalah sosial yang ada di sekitar kita. Batu-batu itu mungkin tidak menghalangi jalan kita tapi mungkin menghalangi dan mengganggu jalan kehidupan orang lain.
Ada begitu banyak masalah yang mengganggu dan menghalangi kehidupan orang-orang di sekitar kita yang kita temui. Masalah mereka mungkin tidak mengganggu dan tidak ada urusannya sama sekali dengan kita dan kita bisa dengan mudah melaluinya.
Itu bukan batu yang mengganggu perjalanan kita tapi tetaplah ia menjadi gangguan bagi orang lain atau seseorang yang kita kenal.
Ada banyak orang yang begitu lemah dan tak mampu sehingga menyingkirkan batu yang hanya sebutir kerikil di mata kita ia tak mampu karena sebutir kerikil tersebut baginya adalah batu besar yang tak mampu ia angkat.
Ada ribuan keluarga yang kesulitan sekedar untuk membayar uang seragam sekolah anaknya atau bahkan lebih kecil daripada itu. Bagi orang-orang tertentu uang seratus dua ratus ribu adalah batu-batu besar yang harus ia singkirkan dengan sangat susah payah dalam kehidupannya. Sementara kita mungkin bahkan tidak berkedip ketika mengeluarkan sejumlah itu ketika makan siang di sebuah resto.
Jika kita bersedia memungut batu yang mengganjal bagi orang tersebut dan menyingkirkannya maka perjalanan orang tersebut akan jauh lebih lancar dan bahkan mungkin akan bisa membuatnya mencapai sesuatu yang besar dalam hidupnya.
Dalam Islam kita diajarkan agar menyingkirkan duri dari jalanan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan bahwa ada seorang laki-laki yang masuk surga karena ia menyingkirkan duri yang berada di suatu jalan, yang dilakukan dengan tujuan agar tidak mengganggu kaum muslimin.
Sebab itu, Allah subhanahu wa ta’ala menerima amal baiknya tersebut dan mengganjarnya dengan sorga. Menyingkirkan duri saja ganjarannya sorga, apalagi jika itu batu besar yang menghalangi jalan kehidupan banyak orang.
Pertanyaannya: Seberapa sering kita menemukan ‘duri atau batu di tengah jalan’ dalam kehidupan sehari-hari kita dan seberapa sering kita berupaya untuk menyingkirkannya atau mengangkatnya ke tepi agar batu tersebut tidak mengganggu perjalanan orang lain?
Surabaya, 27 Juni 2019
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews