Iri Kepada Orang yang Memancing Ikan

Kyai Khirsun mengutip kalimat dari seorang penyair yang mengatakan bahwa “Adapun amal yang lain mungkin saja diterima dan mungkin ditolak, kecuali selawat. Selawat pasti diterima”.

Jumat, 3 Juli 2020 | 13:52 WIB
0
391
Iri Kepada Orang yang Memancing Ikan
Majelis Nariyyahan (dok. penulis)

Wajib untuk kita ingat, bahwa hari Jumat merupakan “sayyidul ayyam” atau bisa kita maknai sebagai “ratunya hari” (dalam satu minggu). Banyak dalil yang menyebutkan bahwa kita sebagai umat muslim, dianjurkan untuk memperbanyak ibadah pada hari atau malam Jumat. Dalam pelaksanaannya di Indonesia ini sangat beragam. Di daerah penulis sendiri (Banyumas), kebanyakan berbentuk yasinan/tahlilan/selawatan secara berjamaah.

Kamis malam tadi, penulis ikut selawatan sekaligus menimba ilmu dalam majelis Nariyyahan (majelis pembacaan shalawat Nariyyah). Dalam majelis tersebut, Imam majelis terlebih dahulu menyampaikan muqaddimah (sepatah kata pembukaan). Dalam muqaddimah-nya, penulis mengambil beberapa hikmah dan ilmu di dalamnya.

Hikmah yang pertama yaitu tentang kisah Imam majelis yang iri terhadap orang yang memancing ikan di irigasi. Beberapa malam yang lalu, Imam majelis yang masyhur dipanggil Kyai Khirsun itu berniat ingin menghadiri suatu acara di kampung sebelah. Beliau berangkat sekitar pukul 19.30 WIB. Jalan yang harus dilalui beliau adalah jalan yang beriringan dengan irigasi atau pengairan sawah. Di tengah perjalanan, beliau melihat dua orang sedang khusyuk memancing di sebelah jembatan irigasi yang dilaluinya.

Setelah melihat orang tersebut, mungkin masih dirasa lumrah. Setelah beliau selesai menghadiri suatu acara, dalam perjalanan pulangnya juga melewati jalan itu lagi. Selesai acara sekitar pukul 23.00 WIB. Anehnya, orang yang tadi memancing ikan masih duduk tenang di samping jembatan irigasi. Padahal saat itu juga sedang gerimis. Namun karena saking ladzat atau nikmatnya, mereka yang memancing sampai lupa pada waktu. Bahkan mereka sampai rela disiram air gerimis dari langit karena saking khusyuknya memancing.

Dalam kisah tersebut, beliau mengambil kesimpulan bahwa orang yang sudah ladzat dan cinta terhadap apa yang dilakukannya, pada nantinya orang itu akan lupa dengan waktu dan yang lainnya. Dari hal tersebut, beliau belajar mencoba untuk menerapkannya dalam hal ibadah kepada Sang Khalik. Beliau belajar bagaimana caranya ibadah dengan rasa penuh cinta dan penuh kenikmatan.

Di samping itu, ada pepatah Jawa yang mengatakan “Witing tresno jalaran soko kulino” atau yang berarti “Cinta tumbuh karena terbiasa”. Jika kita tidak membiasakan untuk dekat dengan Tuhan melalui ibadah kepada-Nya, lalu bagaimana bisa kita akan cinta dan ladzat dalam menjalin hubungan dengan-Nya?

Maka dari itu, Kyai Khirsun mengajak kepada seluruh partisipan majelis untuk senantiasa membiasakan diri dalam beribadah kepada Allah dan juga berselawat kepada Nabi Muhammad saw. Melalui perantara tersebut, kita berharap mendapat ridla dan syafa’at dari Allah dan Rasul-Nya.

Selain itu, pelajaran lain yang saya dapat tadi malam yaitu mengenai keistimewaan selawat (shalawatan) kepada Nabi Muhammad saw. Kyai Khirsun mengutip kalimat dari seorang penyair yang mengatakan bahwa “Adapun amal yang lain mungkin saja diterima dan mungkin ditolak, kecuali selawat. Selawat pasti diterima”.

Sepatutnya kita sebagai hamba yang miskin akan amal ibadah, paling tidak menyempatkan waktu untuk berselawat kepada Nabi Muhammad saw. Terlebih ketika tiba malam dan hari Jumat. Dalam hal ini, Rasul saw. bersabda “Hari yang paling mulia adalah hari Jumat, maka perbanyaklah selawat di hari itu, karena selawat kalian dihaturkan ke pangkuanku”.

Selain itu, penulis sempat mendapat pertanyaan dan pernyataan dari seorang teman yang kurang lebih seperti ini “kita disuruh selawat, tapi seringkali kita tidak tahu makna dari selawat sendiri itu apa? Kalau misal kita ngga tahu maknanya, agak percuma kiranya berselawat banyak-banyak”. Penulis sempat bingung untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena penulis sendiri saat itu belum punya dasar atau landasan hukumnya. Tak lama setelah itu, kemudian penulis menemukan jawabannya di web resminya Nahdlatul Ulama, yaitu di islam.nu.or.id.

Penulis mengutip salah satu artikel di dalam laman/web tersebut, yang mana memuat beberapa riwayat berkaitan dengan pertanyaan sekaligus pernyataan dari seorang teman penulis. Dalam kitab Al Fawaid Al Mukhtaroh, Syaikh Abdul Wahhab Asy Sya’roni meriwayatkan bahwa Abul Mawahib Asy Syadzili berkata “Aku pernah bermimpi bertemu Baginda Nabi Muhammad saw., aku bertanya “Ada hadits yang menjelaskan sepuluh rahmat Allah diberikan bagi orang yang berkenan membaca selawat, apakah dengan syarat saat membaca harus dengan hati hadir dan memahami artinya?” Kemudian Nabi menjawab “Bukan, bahkan itu diberikan bagi siapa saja yang membaca selawat meski tidak paham arti selawat yang ia baca””.

Allah swt. memerintahkan malaikat untuk selalu memohonkan doa kebaikan dan memintakan ampun bagi orang tersebut. Terlebih jika ia membaca dengan hati hadir, pasti pahalanya sangat besar. Wallahu a’lam bishawaab.

***