Kekuatan Sebuah Tulisan

Jangan remehkan kekuatan tulisan yang baik, karena kita tak pernah tahu hati siapa yang akan terketuk karenanya. Dia laksana aliran sungai, yang akan menemukan muaranya entah di mana.

Minggu, 26 April 2020 | 21:26 WIB
0
464
Kekuatan Sebuah Tulisan
Pijat (Foto: liputan6.com)

Sebuah voice note masuk ke gawai saya pagi itu. Pengirimnya Mba Tun, tukang pijat langganan saya. Tumben, nggak biasanya dia berlaku begitu, pikir saya. Ada apa ya?

Penasaran, saya dengarkan pesannya. Setelah mendengarkan pesannya yang cukup panjang itu, tiba-tiba sebuah batu besar bersemayam di hati saya. Terharu saya dibuatnya. Saya merasa tak pantas mendapatkan doa yang begitu tulus dan luar biasa indah itu. Mau tahu isi doanya?

"Semoga Mba Dewi diberi kekuatan dan kesehatan dalam menjaga anak-anak selama Korona ini, meskipun jauh dari suami. Dan diberikan rezeki yang berlipat ganda."

Suara Mba Tun terdengar bergetar. Akhirnya saya telepon Mba Tun. Saya katakan bahwa apa yang telah saya lakukan, bukan sesuatu yang luar biasa. Saya cuma membeli barang dagangan yang dia tawarkan.

"Tapi Mba kan bayar lebih," jawabnya

"Ah, lebih dikit kok Mba. Kan kalau saya harus beli ke supermarket, butuh ongkos Mba. Lagian sekarang nggak bagus berkeliaran di supermarket," kilah saya.

Obrolan dengan Mba Tun akhirnya berlanjut tentang sumber nafkahnya yang terpaksa terhenti selama pandemi ini, yaitu: memijat. Padahal memijat adalah sumber penghidupannya. Bahkan dia mampu menyekolahkan salah satu anak lelakinya hingga pendidikan tinggi, karena memijat.

Saya mengenal Mba Tun ini, puluhan tahun lalu. Zaman saya masih gadis dulu. Sebenarnya dulu yang lebih sering pijat kakak saya, karena dia memang hobi. Sementara saya dulu masih hobi olahraga: badminton, aerobik, renang, dan sekali-kali saya hiking. Kedengarannya seperti iklan ya? Hahaha, beli dong.

Tapi setelah melahirkan, saya merasa membutuhkan jasa Mba Tun ini: untuk pijat dan sekaligus relaksasi. Ternyata hobi pun bisa berubah ya. Hihihi. Begitulah saya mulai sering memanggil Mba Tun.

Mba Tun ini sosok perempuan yang tangguh, seperti kebanyakan perempuan Indonesia pada umumnya. Dia semangat dan ulet. Tak pernah lelah menjemput rezeki, meski usianya sudah jelang 60-an. Meski anak lelaki kebanggaannya kerap menyisihkan uang bulanan untuknya. Dia tak berpangku tangan.

Tapi selama pandemi covid-19 ini, aktivitas pijat memijat terpaksa dihentikan dulu. Nanti phisical distancing tak bisa diterapkan dong jika saya tetap dipijat.

Dan efek pandemi ini memang cukup telak memukul bagi mereka yang mempunyai sumber penghidupan informal seperti Mba Tun ini. Sehingga mereka harus piawai mencari celah untuk tetap mengisi periuk nasinya.

Bahkan pandemi ini tak cuma memukul ekonomi kalangan bawah, juga kalangan menengah. Beberapa waktu lalu saya sempat membaca tulisan yang cukup menggugah. Si penulis bercerita bahkan kalangan menengah pun banyak yang terseok ekonominya sekarang ini. Usaha mereka banyak yang tutup, sementara kewajiban untuk membayar pegawai tetap harus jalan.

Penulis itu juga menguak sebuah fakta yang cukup menyedihkan bahwa beberapa tetangganya yang selama ini dia kenal cukup mapan secara ekonomi, ternyata tak sungkan meminta santunan ekonomi yang dia salurkan.

Menurut sang penulis, di masa seperti ini kita harus peka membaca kondisi orang-orang sekeliling kita. Ketika tetangga atau orang yang Anda kenal menawari Anda barang, beli lah, pesannya. Bahkan kalau memungkinkan, lebih kan bayarannya. Mungkin dengan cara itu Anda ikut membantu menyelamatkan hidupnya.

Dan tulisan itu membidik telak ke dasar hati. Dan benar, saya cukup sering menerima penawaran barang dari orang-orang yang saya kenal. Orang-orang seperti Mba Tun yang selama pandemi ini aktivasnya terpaksa terhenti, akhirnya banyak yang banting setir jualan. Jualan online pun marak.

Dan seperti pesan tulisan yang saya baca itu, saya akan berusaha membeli barang yang ditawarkan ke saya, terutama barang-barang keperluan harian yang memang saya butuhkan. Hingga saya tak perlu repot-repot mencari lagi. Nah, kadang hal kecil menurut kita, namun berarti banyak bagi orang lain.

Yang ingin saya garis bawahi kali ini adalah: jangan pernah remehkan kekuatan sebuah tulisan yang baik, karena kita tak pernah tahu hati siapa yang akan terketuk karenanya. Dia laksana aliran sungai, yang akan menemukan muaranya entah di mana.

***