Tinggal, apakah kita akan patuh pada Allah dan Rasul-Nya, atau kita tetap akan seenaknya?
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah wa syukurillah, hari ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala masih mengizinkan kita untuk menjalani bulan Ramadan hingga kita bisa sampai pada malam keempatbelas. Semoga semangat ibadah dan takwa kita tetap terjaga dan terus bertambah, dan semoga Allah berikan kita kesempatan untuk menyelesaikan bulan Ramadan ini, juga agar kita bisa berjumpa lagi dengan Ramadan di tahun-tahun berikutnya.
Tak lupa marilah kita berselawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Sallam, dan moga-mogalah kita termasuk orang-orang yang beruntung mendapatkan syafaat beliau di yaumul qiyamah kelak, aamiin ya rabbal alamin.
Dalam seri kesepuluh Kultum Tarawih Pak Guru, telah kita bahas mengenai pentingnya berpikir kritis dalam menerima informasi. Seri kesembilan juga telah membahas pentingnya kita semua untuk belajar sepanjang hayat. Dalam kultum kali ini kita akan perdalam lagi mengenai hal-hal tersebut.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Isra’ ayat 36. Wa la taqfu ma laisa laka bihi ilm, janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Mengapa? Innas sam’a wal bashara wal fuada, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, kullu ula ika kana anhu mas-ula, semuanya itu AKAN DIMINTA PERTANGGUNGJAWABANNYA.
Sebenarnya, makna ayat ini pada dasarnya adalah, Allah itu mengingatkan kita dengan keras. Kalau tidak punya ilmu, tidak tahu tentang sesuatu, jangan asal mengikuti! Mengikuti saja tidak boleh asal, apalagi bicara. Artinya ayat ini menekankan pentingnya agar kita mawas diri terhadap pengetahuan yang kita miliki.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah pun pernah bersabda: ketika sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.
Jadi terhadap suatu urusan itu jangan sampai orang yang bukan ahli yang menangani. Karena jika orang tidak memiliki keahlian, tetapi malah mengurusi suatu hal yang tidak dikuasainya, tentu saja orang itu tidak akan bisa melaksanakan urusan itu dengan baik, malah berisiko membahayakan kepentingan orang banyak.
Pandemi COVID-19 ini menghasilkan ‘infodemi’, banyaknya informasi yang beredar sehingga membuat bingung. Tiba-tiba semua merasa jadi ahli virus, merasa tahu sifat-sifat virus corona secara detail. Tiba-tiba semua merasa jadi ahli epidemiologi, bikin perhitungan kapan pandemi berakhir yang entah secara statistik tepat atau tidak.
Tiba-tiba semua merasa jadi ahli pemerintahan, menyalah-nyalahkan kebijakan pemerintah secara asal. Tiba-tiba semua merasa jadi ahli intelijen, seolah-olah tahu segala ‘behind the scene’ di dunia kita ini.
Semua saling merasa ahli. Saling merasa dirinya paling benar. Menyebarkan apa yang dipikirkannya, menyalah-nyalahkan yang tak sependapat dengannya. Saling caci, saling menyalahkan, gelud online. Padahal belum tentu mereka betulan memahami apa yang mereka omongkan.
Seandainya kita stop, bagaimana? Biarkan yang betulan virolog, yang bicara sifat-sifat virus corona. Biarkan yang betulan ahli epidemiologi, yang membuat perhitungan mengenai penyebaran COVID-19. Biarkan para ahli yang berbicara dan merumuskan solusi. Orang awam seperti kita tidak usah banyak bicara, cukup mempelajari dan mengkritisi informasi sehingga kita paham bagaimana harus bersikap.
Hati-hati, kalau kita sembarangan bicara padahal tidak paham, Allah dan Rasul-Nya telah mengingatkan apa yang akan terjadi. Tinggal, apakah kita akan patuh pada Allah dan Rasul-Nya, atau kita tetap akan seenaknya?
Wallahu a’lam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews