Sebelum melakukan kampanye faham radikal yang anti Pancasila dan NKRI kepada anak-anak sekolah, langkah yaitu kampanye bahayanya faham radikalkepada para guru dan kepala sekolah.
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMP) 21 Batam mengeluarkan dua murid dari sekolah karena tidak mau hormat saat pengibaran bendera Merah Putih dan tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Mengapa dua orang siswa tersebut tidak mau hormat bendera merah-putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat upacara?
Karena dua siswa tersebut terkena atau terpapar faham radikal yang melarang hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya karena termasuk perbuatan yang dilarang dalam kepercayaannya. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam, Hendri Arulan, kedua siswa ini menganut aliran kepercayaan tertentu.
"Pada saat upacara mereka tidak menghormati bendera dan tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya," kata Hendri, Senin, 25 November 2019.
Dan menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kriteria radikal yaitu anti atau tidak mengakui Pancasila dan anti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebenarnya pihak sekolah tidak serta merta langsung mengeluarkan dua siswa atau murid tersebut. Tetapi sudah melakukan langkah-langkah persuasif untuk menangani dua siswa yang terpapar faham radikal tersebut dengan dialog. Namun tidak ada perubahan atau tetap pada pendiriannya yang tidak mau hormat bendera atau menyanyikan lagu Indoensia Raya.
Bahkan sampai melibatkan Danramil Batam Barat 02, Kapten R. Sitinjak untuk turut membina kedua siswa tersebut. Namun, juga tidak berhasil untuk membujuknya. Menurut Danramil ini sudah masuk kategori "makar" karena tidak mau menghormati lambang negara atau tidak mau menyanyikan lagu kebangsaan.
Pihak Komite Sekolah pun juga tidak kurang usaha untuk menyadarkan dua siswa tersebut supaya tidak sampai dikeluarkan dari sekolah. Dan Komite Sekolah SMP-N 21 Batam yaitu Dadang M.A pernah mengundang wali murid tersebut untuk diskusi mencari solusi terkait dua anak yang tidak mau hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia raya. Namun,juga tidak berhasil.
Malah wali murid bersikeras dan tidak mau mengikuti aturan sekolah. Menurut orang tua wali murid-kalau sampai saya hormat bendera, berarti melawan Allah dan mendua kan tuhan saya," tutur Dadang.
Ada fakta yang menarik terkait siswa atau murid yang tidak mau hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selama ini tertuju atau dialamatkan kepada umat Islam yang berfaham radikal anti Pancasila dan NKRI.
Dalam kasus dua siswa SMP N 21 Batam ini justru bukan beragama Islam. Menurut ibu salah satu murid yang mau dikeluarkan yaitu Herlina, sikap anaknya yang tidak mau hormat bendera merupakan iman yang ia yakini. Dan menurutnya sikap tidak hormat bendera itu sudah dari sejak SD swasta Tirunas dan waktu itu tidak dipermasalahkan.
Herlina juga mengatakan bahwa dalam ajaran kepercayaannya hormat kepada bendera adalah sama saja menyembah (Tuhan). "Bagaimana lagi, itu memang hati nurani anak kami yang dilatih dengan alkitab, kami sebagai orang tua mengajarkan sesuatu kebenaran terhadap anak kami."
Patut diduga Herlina atau wali murid dari siswa yang dikeluarkan dari SMP-N 21 Batam menganut "Sekte Saksi Yehuwah atau Yehuwa. Dalam kitab suci mereka hormat pada bendera negara adalah berhala yang dilarang. Dan Sekte Saksi Yehuwah juga anti kepada Pancasila. Bahkan dalam metode perekrutannya, mereka sangat agresif dan terang-terangan baik di tempat umum maupun dari rumah ke rumah.
Jadi faham radikal anti Pancasila yang tidak mau hormat bendera negara dan menyanyanyikan lagu Indonesia Raya bukan monopoli umat Islam yang berfaham takfiri saja, namun dalam agama Kristen juga ada. Salah satunya Sekte Saksi Yehuwah.
Bahkan Bonie Hargens pernah memintan pemerintah untuk membubarkan Sekte Saksi Yehuwah ini. Karena berfaham anti Pancasila.
Sudah waktunya dan saatnya pihak-pihak yang berkepentingan-dalam hal ini pemerintah-untuk melakukan pencegahan-pencegahan supaya faham radikal tidak masuk dalam institusi sekolah atau pendidikan. Bukan saatnya lagi faham radikal diseminarkan di hotel-hotel dan mengundang orang yang sudah sefaham yaitu menolak radikalisme.
Akan tetapi harus turun langsung ke sekolah-sekolah negeri yaitu SD, SMP dan SMU. Waktu yang tepat yaitu pada saat upacara bendera setiap hari Senin. Dan itu harus dilakukan secara terus-menerus.
Tapi ini juga ada kendalanya. Bagaimana kalau guru dan kepala sekolahnya yang terpapar faham radikalisme? Sebelum melakukan kampanye faham radikal yang anti Pancasila dan NKRI kepada anak-anak sekolah, maka langkah pertama yaitu melakukan kampanye bahayanya faham radikal yang anti Pancasila atau NKRI kepada para guru dan kepala sekolah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews