"Priming" dan Opini Publik dalam Kasus Enzo

Nampak reporter maupun editornya melakukan "priming". Yang ditonjolkan adalah opini Sekjen MUI yang terlihat amat mendukung Enzo dalam kasus bendera Tauhid.

Jumat, 9 Agustus 2019 | 10:35 WIB
0
1070
"Priming" dan Opini Publik dalam Kasus Enzo
Enzo Allie (Foto: Antara News)

Salah satu fungsi Media Massa adalah pembentukan Opini Publik. Ada tiga komponen utama fungsi media ini: 1) Agenda Setting (bagaimana media menciptakan isu); 2) Framing (melakukan pembingkaian); dan 3) Priming (mengarahkan pandangan publik).

Dalam kasus Enzo yang lolos jadi calon taruna Akmil yang videonya bersama Panglima TNI viral, lalu muncul kontroversi di jejak digital akun media sosial Enzo maupun ibunya apakah Enzo pendukung Khilafah/HTI, berita pun simpang siur. Salah satunya adalah berita di media daring Kumparan.com di sini.

Nampak reporter maupun editornya melakukan "priming". Yang ditonjolkan adalah opini Sekjen MUI yang terlihat amat mendukung Enzo dalam kasus bendera Tauhid. Sementara opini atau narasi pengimbang dari seorang ulama NU ditaruh di bawah. Mengapa tidak juga mengutip keduanya di lead berita? Atau mengutip Prof Nadirsyah Hosen soal sahih tidaknya bendera Tauhid.

Sebagai pensiunan wartawan, saya pantas kecewa dengan media milik Mas Budiono Darsono yang saya kagumi dan hormati. Silakan baca dan renungkan pendapat John Voelcker di bawah. Tugas mulia jurnalis adalah melakukan check and recheck dan mencari kebenaran serta akurasi.

Keterangan dari dapur PepNews:

Tulisan ini mendapat tanggapan Alexandra da Silva melalui Facebook sebagai berikut:

Sedikit tergelitik juga untuk ikutan sharing ....

Pemahaman atas etika ilmu Jurnalistik :

1. Menyampaikan berita yang benar berdasarkan fakta dan data. Dan bukan berdasar rumor, gosip atau "katanya".

2. Berita disampaikan tanpa ada unsur keberpihakan pada pihak-pihak tertentu, termasuk juga tidak berpihak kepada persepsi pribadi. Kalau kita membenci pada sesuatu, pada saat menulis, janganlah kebencian itu ikut dituangkan ke dalam tulisan, akhirnya jadi tidak fair dan berat sebelah.

3. Jurnalis hanya menyampaikan berita, bukan menggiring massa utk meng"amin"kan apa yang dituliskannya. Selanjutnya, biarkan massa yg menilainya sendiri.

Jangan menjadi provokator pada sebuah situasi, tidak perlu "membakar" emosi massa, itu namanya kita menjadi "kompor"

Di jaman now, ada Jurnalis yang lebih mudah mengubah emosi massa, yaitu Netizen Jurnalist.

Dengan caranya yang terkadang "barbar", dengan  seenak udel bisa menulis sekehendak hati, tanpa peduli tentang benar ataupun salah.

Juga tidak peduli dengan dampak dari yang ditulisnya.

Akan kah kita menjadi seperti itu?

Atau tetap menjadi manusia yang menjunjung tinggi rasa Keadilan berbasis Kebenaran?

***