#2019 Upgrade Akal, Obat Atasi Hoax

Jumat, 11 Januari 2019 | 19:59 WIB
0
622
 #2019 Upgrade Akal, Obat Atasi Hoax
bangwio.net

Berita bohong atau hoax laksana jamur di tahun 2018 kemarin. Selain bertumbuh secara masif juga menggerogoti akal sehat untuk menganalisis suatu informasi yang datang. Hoax yang terus menyebar di awal tahun ini mengindikasi kemandekan pola pikir masyarakat bangsa ini dalam mencerna informasi.

Kecanggihan teknologi informasi tidak diiringi dengan kemajuan cara berpikir penggunanya menciptakan berita-berita yang tidak kredibel tercerna, parahnya lagi budaya membicarakan tetangga kini bermetaformosis menjadi kebiasaan menshare atau membagikan informasi hoax. Gampangnya sih smartphone nggak diikuti kecerdasaan penggunanya.

Ketika smartphone kini memiliki kecepatan mengolah data hingga 4 GB, seharus begitu juga dengan otak para penggunanya. Sehingga dah selayaknya #2019 upgrade akal, guna meningkatkan kemampuan mencerna informasi dari kecepatan informasi sosial media.

Jika sebelumnya, informasi yang menstimulus syaraf otak terbatas oleh waktu – kecepatan surat kabar terbatas, program berita televisi terbatas, dan ruang – hanya orang-orang kantoran yang bisa mengikuti update berita online, Intelektualitas – hanya orang terpelajar yang mendapatkan update  dan mencari informasi melalui berbagai platform.

Tapi kini informasi yang menstimulus syaraf otak bak banjir bandang yang menerjang apa saja. Setiap detik informasi bisa diakses melalui situs-situs media online yang ada di smartphone. Bahkan kecenderungan baru masyarakat mendapatkan informasi malah dari medsos yang tidak ada prosedur untuk mengklarifikasi informasi yang masuk.

Parahnya lagi saat ini media mainstream seperti tidak berdaya melawan media sosial. Kemampuan analisis para jurnalis pun kini terpecah. Jika sebelumnya dipergunakan untuk membedah isu-isu dan menganalisis informasi, prediksi untuk masa yang akan datang kini lebih banyak sibuk mengklarifikasi informasi yang viral di media sosial.

Salah nggak sih? Yah nggak salah juga sih, karena memang tugas jurnalis untuk mengkonfirmasi apakah sebuah informasi benar atau hoax (boro-boro bicarakan akurat – Ada peristiwa tapi kurang tepat, tapi memastikan ada peristiwanya apa tidak).

Nyok kita mulai #2019 Upgrade Akal

Melihat perkembangan hoax yang tersebar di tahun 2018 kemarin, sebenarnya masyarakat sudah paham dan gamblang terkait berita bohong. Apalagi beberapa orang yang menyebarkan dan memproduksi hoax tersebut telah ditangkap dan kini berurusan diranah hukum. Tak sedikit yang menangis dan menyesali perbuatan fitnahnya, bahkan memohon ampunan agar tidak dituntut hukum.

Artinya masyarakat sudah tahu tentang hoax atau berita bohong. Permasalahannya mau atau tidak masyarakat menggunakan akal sehatnya untuk mengolah informasi yang masuk. Caranya bagaimana sih untuk masyarakat yang terbatas dengan akses.

Upgrade akal sehat untuk menganalisis sebuah informasi ternyata gampang kok, dan itu dapat dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai golongan masyarakat, diantaranya:

Pertama, Informasi yang masuk sebaiknya diamkan saja terlebih dahulu muncul di beranda-beranda facebook, atau broadcast Whatsapp, cuitan di Twiter, maupun di Instagram yang umum menjadi platform media sosial yang digunakan masyarakat di Indonesia.  Klik stop atau lanjutkan!

Kedua, setelah menahan jempol untuk menshare atau menyebarkan ulang content informasi yang masuk, sebaiknya masyarakat awam mulai menganalisis sumber informasi tersebut. Ketika sumber tersebut dari bukan dari media nasional yang memiliki struktur editing sebuah berita, maka mulai abaikan. Contoh : berasal dari domain blogspot, atau domain gratisan lainnya.

Informasi yang berasal dari domain gratisan atau berbagi bagi banyak orang tentunya tidak memiliki legalitas penerbitan, ditambah dengan tidak adanya struktur redaksi dari orang-orang yang bertanggung jawab dari suatu penyebaran informasi. Klik stop atau lanjutkan!

Ketiga, langkah selanjutnya dalam mencerna informasi adalah isi dari content tersebut. Pada fase ini mulai menggunakan akal yang lebih kompleks. Namun bagi masyarakat awam dapat menganalisis melalui judul tulisannya.  Jika penulisan judul memiliki unsur bombatis apalagi provokasi maka sudah sepatutnya tidak dilanjutkan.  Klik stop!

Keempat, merupakan langkah yang memiliki kemampuan analisis diatas rata-rata masyarakat umum. Pada tahapan ini biasanya dimiliki oleh orang yang terbiasa menganalisa informasi secara menyeluruh. Seluruh tulisan dibaca kemudian dianalisis sesuai dengan ilmu pengatahuan yang dimilikinya.

Ketika informasi atau tulisan tidak memiliki kaidah-kaidah intelektual atau berseberangan dengan pengetahuan yang kredibel tentunya orang tersebut langsung memahami bahwa tulisan atau informasi tersebut hoax. Disini bisa stop atau lanjutkan!

Kelima, langkah  terakhir ini memenuhi sebagian kecil dari masyarakat Indonesia. Karena pada tahapan ini telah berisi orang-orang yang memiliki kemampuan atau kredibilitas pengetahuan dan akses kepada sumber yang kompeten, sehingga  setara bahkan diatas orang-orang pembuat hoax.

Pada tahapan ini mereka mencerna setiap tulisan atau informasi secara mendalam, hal tersebut bertujuan untuk memberikan bantahan atau sekedar mengklarifikasi kebohongan yang disebarkan, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap isu yang diangkat dari hoax tersebut.

Kongkritnya dong!

Oke, kita ambil isu yang viral di tahun 2018 dan awal 2019. Isu yang viral adalah terkait dengan membanjirnya puluhan juta TKA asal China yang masuk ke Indonesia. Ketika kita menggunakan langkah-langkah diatas untuk menganalisisnya.

Ketika tahap satu dan tiga terlewati maka akan masuk pada fase keempat yang menganalisa isu puluhan juta orang asing masuk ke Indonesia. Analisis yang bakal muncul adalah pertanyaan apakah pemerintah tidak tahu? Sementara seluruh orang asing yang masuk harus memiliki paspor dan visa yang didata pemerintah.

Oke ketika menganggap ada permainan pemerintah atau anggap illegal, mungkinkah bisa meloloskan hingga puluhan juta. Transportasi apa yang bisa mengangkut hingga puluhan juta TKA, ketika pesawat memiliki kapasitas 200-300 maka dibutuhkan waktu 137 tahun lebih untuk menghadirkan TKA sebanyak 10 juta. Itulah yang dimaksud menggunakan akal untuk menganalisis karena tidak mungkin maka terbantahkan dan masuk dalam informasi hoax.

Serunya lagi, diawal tahun 2019, hoax teranyar adalah informasi 7 kontainer surat suara yang telah dicoblos oleh pasangan Jokowi. Parahnya lagi informasi ini dicuitkan oleh elit politik Sekjen Partai Demokrat, Andi Arif yang minta KPU mengecek, nggak ada masalah jika KPU harus mengecek kebenaran informasi tersebut.

Analisisnya, tentunya dengan informasi yang disampaikan oleh siapa? Ketika hoax dimunculkan dari orang yang memiliki kompetensi, maka akal sehatnya kedudukan sebagai elit politik tentu memiliki akses kepada orang-orang yang duduk di jajaran KPU.

Tinggal telepon tanyakan kebenaran informasi tersebut, dan kapan kertas suara telah dicetak? - Yah layaknya wartawan yang berusaha mencerdaskan masyarakat. Sayangnya daya analisis seperti itu tidak dilakukan elit dan cenderung memprovokasi masyarakat.

Parahnya lagi, dalam cuitan Ustad Tengku Zulkarnaen informasi ditulis dengan provokatif dengan menambahkan surat suara telah dicoblos oleh pasangan nomor urut 01. Come on, stop membodohi masyarakat, gunakan pengetahuan akal dan jaringan yang dimiliki untuk mengklarifikasi kebenaran informasi bukan memprovokasi untuk membodohi masyarakat.

***